" Menikah dengan siapa?! om pamungkas?!!" suara Ratih meninggi, di tatapnya semua anggota keluarganya dengan rasa tak percaya.
" Pamungkas adalah pilihan terbaik untukmu nduk.." suara papanya penuh keyakinan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
foto SMA
Pamungkas memberanikan diri menelfon Ratih,
" Ada apa om?" suara Ratih langsung ketus begitu mengangkat telfon.
" Kau sudah dirumah?" tanya Pamungkas,
" belum, aku masih ada urusan di luar om," jawab Ratih datar,
" disini sudah jam sebelas malam, berarti disana jam sembilan,
apa yang sesungguhnya kau lakukan Ratih, sampai harus pulang malam terus menerus?" nada Pamungkas tenang dan kalem.
" Tidak ada yang harus kujawab dan jelaskan om," Ratih acuh.
" Jangan macam macam Ratih, apa kata orang jika dengan statusmu itu kau terus pulang malam?,"
" Macam macam seperti apa maksud om? sudahlah om, jika om menelfonku hanya untuk meributkan hal yang tidak penting, aku akan menutup telfonnya,"
" Ratih?!" Pamungkas mulai kehilangan ketenangannya.
" Siapa laki laki itu?" suara Pamungkas dalam,
" laki laki yang katanya guru itu?" tanyanya lagi.
" Iwang?"
" Siapapun namanya, bawa dia menemui ku saat aku pulang ke malang," suara Pamungkas tegas.
" Yang harusnya dia temui adalah papa mama, bukan om??!"
mendengar protes dari Ratih, Pamungkas terdiam sebentar, ia menguasai kesabarannya kembali.
" Aku punya wewenang sebagai om mu Ratih, aku tidak ingin melihatmu jatuh dalam jurang kesedihan untuk yang kedua kalinya," ujar Pamungkas kemudian.
" Om Pam.. apa om lupa apa yang sudah om perbuat padaku?",
Pamungkas membeku, lagi lagi kejadian itu di bahas.
" Mau om apa? om lebih mirip laki laki cabul di hadapanku,"
" husss!! Ratih?!" suara Pamungkas meninggi,
" lalu apa namanya? aku keponakanmu?
om menciumku tanpa sebab sampai dua kali, bahkan setelah kita tidak bertemu setahun lebih,
katakan padaku om, bisa di sebut apa perlakuan om padaku??" tuntut Ratih.
Pamungkas diam, otaknya macet, ia bahkan tak mampu menemukan jawaban apapun.
" Sudah Rat? ayo kuantar pulang? atau mau kemana dulu? cari makan?" terdengar suara Iwang, laki laki itu sepertinya berdiri tak jauh dari ratih sampai sampai suaranya terdengar sejelas itu di telinga Pamungkas.
" Langsung pulang Ratih?!" tegas Pamungkas,
" Om membuat moodku jelek saja, sudah kumatikan telfonnya." Ratih menekan tombol matikan panggilan pada layar HPnya,
Perempuan itu sudah tidak mau mendengarkan ocehan Pamungkas.
Pamungkas mengenggam erat HPnya,
kesal dan cemas mendesak desak di dadanya.
" Harusnya aku tak perduli saja, biarkan meski dia di sakiti laki laki lagi" gerutu Pamungkas menahan kesal.
Suara laki laki itu begitu perduli dan hangat, tapi kenapa dia selalu membawa Ratih untuk pulang terlambat, seharusnya pertemuan satu dua jam cukup setelah cafe tutup, tapi kenapa harus selalu di atas jam sembilan malam?, Pamungkas berusaha membuang pikiran negatifnya, tapi saat dia mengingat apa yang terjadi antara dirinya dan keponakannya itu, mengingat betapa mudah menyerahnya Ratih padanya, ia kembali resah.
" Bagaimana kalau dia juga mudah menyerah pada laki laki lain?" gumam Pamungkas.
Di jatuhkan dirinya di atas tempat tidur,
sialan!, umpatnya pada diri sendiri dalam hati, tidak pernah dia merasa selemah ini, Ratih Ratih dan Ratih menyerbu masuk dalam pikirannya,
menginjak injak hatinya seperti seorang penjajah.
Pamungkas menarik tali sepatunya, dan mengikatnya dengan kencang.
Setelah melakukan sedikit pemanasan ia mulai berlari.
Saat orang lain bersantai dan bermain dengan anak anak mereka di taman, dan para bujang sedang keluar dengan pacar masing masing, Pamungkas hanya joging untuk membunuh waktunya.
" Pagi mas?" sapa seorang perempuan dari dalam mobil,
mobil sedan berwarna silver berhenti tepat disampingnya.
" Oh, pagi mbak?" Pamungkas berhenti dan tersenyum.
" Joging terus?" tanya perempuan berkulit putih dan cantik itu,
" iya, biar sehat.." jawab Pamungkas seadanya, meski ia merasa sesungguhnya itu jawaban yang bodoh.
Perempuan itu tersenyum saja mendengar jawaban Pamungkas,
" Terimakasih ya kadonya mas?" ujarnya kemudian,
" tidak perlu berterimakasih.. hanya hadiah kecil.."
" tapi manis.., ini langsung di pakai lho.." perempuan itu mengangkat tas tangan rajut berwarna peach yang di hadiahkan Pamungkas.
Pamungkas memaksa senyumnya,
" Syukurlah kalau mbak Arini suka.."
" suka sekali mas,"
keduanya tak sengaja bertatapan, namun Pamungkas menundukkan pandangannya secepat mungkin.
" Silahkan kalau mau lanjut mbak.." ujar Pamungkas,
" iya, ini mau kerumah sakit.. ya sudah, saya duluan ya mas..?" perempuan itu mengulas senyum manisnya, lalu segera berlalu dengan mobilnya.
Pamungkas melihat mobil sedan itu menghilang di ujung pertigaan, barulah ia menghela nafas panjang.
" Wei Pam?" baru saja tenang, malah terdengar suara Rafael, rupanya ia sedang mendorong mobil mainan putra keduanya.
" Wah? jalan jalan sama papa ya?" Pamungkas mencubit pelan pipi bocah berusia 3 tahun itu.
" Aku kerumahmu tadi,"
" aku putar putar dari tadi,"
" Kau jadi kapan pulang lagi ke malang?"
" kenapa memangnya?"
" Kau ingat Sekar? adik iparku yang sempat ikut denganku?"
" hemm.."
" dia pindah ke malang, nah.. istriku semalam bicara padaku, katanya nitip nitip adeknya kalau kau sudah pindah ke malang..?"
Pamungkas menghela nafas,
" kau kira aku tidak ada yang di urus disana? aku harus mengawasi dua ponakanku, masih kau tambah adik iparmu?" protes Pamungkas,
" Cukup melihatnya sekali kali saja to.. aku takut dia tidak karu karuan kalau jauh dari keluarga.."
" Kau atau istrimu yang takut?"
" sebenarnya istriku.." jawab Rafael meringis,
" Kau tau.. repot sekali kalau kita menikah dengan perempuan jawa itu.. memang perhatian betul,
tapi cerewetnya juga betul..
khawatirnya juga betul betul.."
" bukankah bagus, perhatian.. cerewet.. khawatir.. adalah sesuatu yang tidak bisa di buat buat..
kasih sayang menyatu disana.." Pamungkas menepuk pundak Rafael,
" Ku tidak janji, tapi akan kulihat adikmu sekali kali..
karena aku juga punya satu perempuan yang membuatku pusing disana.." tambah Pamungkas,
" Perempuan? kau suka perempuan ternyata? lalu kenapa kau tidak mau dengan putri komandan?!"
" Kau masih mau makan enak?" Pamungkas melotot,
" sudah kukatakan aku ini normal?!" tegasnya.
" Lalu?"
" keponakanku.. perempuan yang kumaksud keponakanku.."
" wah.. yang cantik itu?" tanya Rafael tersenyum lebar.
Pamungkas menghentikan langkahnya dan menatap Rafael serius,
" kau tau dari mana? sembarangan bilang cantik seperti pernah melihatnya saja," tanya Pamungkas setengah menggerutu.
" Lho? bukan foto perempuan yang pakai baju SMA itu ya? yang di laci kamarmu?",
Raut wajah Pamungkas langsung berubah merah padam,
" kau masuk kamarku? bahkan membuka laci mejaku?" suara Pamungkas mengandung kemarahan.
" Kau lupa kalau waktu itu aku mencari pemotong kuku? bukankan kau sendiri yang menyuruhku mencarinya di laci?" jawab Rafael tak bersalah.
" Astagaa.." keluh Pamungkas geram,
" benar itu kan keponakanmu? cantik.. andai aku belum ada istri.." kat kata Rafael membuat Pamungkas semakin kesal.
emang kamu pikir si ratih itu ga punya hati apa.....
luka karna dikhianati sama org terdekat itu susah sembuhnya, kamu malah ngerecokin si ratih mulu
slading online juga nih
istri rasa ponakan itu perlu pemahaman yang besar 😆😆