Jelita Parasnya, wanita cantik yang berpura-pura tampil jelek agar suaminya tidak mencintainya.
Sakura Lerose, pria tampan yang tak pernah tahu bahwa istri jeleknya sedang menjebaknya untuk berkencan dengan wanita cantik.
Siapakah yang akan terjebak dalam jebakan cinta ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siska, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
005 - Penolakan
Sebuah mobil mewah yang terhenti di area parkir fakultas kedokteran sebuah universitas seketika menjadi pusat perhatian semua mahasiswa.
Terlebih saat seorang pria dengan penampilan mewah, setelan jas dan kacamata hitam yang keren itu membuat semua mahasiswa bertanya-tanya.
Berbondong-bondong mereka menghampiri pria tampan itu. Bahkan ada banyak mahasiswa yang langsung mengacungkan kamera gawai cerdas mereka untuk merekam momen keramaian yang menghebohkan kampus mereka.
Seorang mahasiswi cantik segera menghampiri pria tampan itu.
"Lho, bukankah itu Seraphina?"
"Seraphina dari fakultas kedokteran umum?"
Seraphina mengulas senyumnya pada pria tampan yang membuka pintu mobil untuknya.
Kemudian mahasiswi cantik itu pun segera pergi bersama pria tampan yang mengemudikan mobil mewah itu.
"Kak Saka, bukankah sudah Sera bilang, setelah makan siang Sera masih ada kuliah lagi?" kata Seraphina dengan nada merengek.
Saka mengulas senyumnya sambil mengusap lembut kepala Sera.
"Kita mampir makan siang sebentar, setelah itu Sera bisa langsung kembali ke kampus lagi," kata Saka.
"Tumben Kak Saka punya waktu siang begini? Kakak tidak kerja?" tanya Sera.
"Hmm, izin sebentar," jawab Saka.
"Sebentar? Kenapa?" tanya Sera.
"Karena Kakak kangen Sera," jawab Saka.
"Ihh! Kakak!"
...***...
Saka memandangi Seraphina, kekasihnya yang saat ini sedang sibuk menyantap salad untuk makan siang.
Seraphina masih berusia sembilan belas tahun dan merupakan mahasiswi kedokteran tahun kedua. Seraphina merupakan keponakan dari Dokter Frans.
Sera yang masih muda jelas membuat Saka merasakan kembali gairah masa mudanya yang belum tuntas.
Maklum, saat masih belia, Saka dituntut untuk menjadi yang lebih baik dari saudara laki-lakinya sehingga Saka tidak punya waktu untuk bermain-main seperti teman-teman sebayanya yang lain.
Saka dan Sera selama ini menjalin hubungan diam-diam, bahkan Dokter Frans pun tidak tahu. Perbedaan usia mereka yang terpaut enam belas tahun jelas bukan hal yang bisa dengan mudah diterima oleh keluarga Sera.
Sera menyadari bahwa kekasihnya terus memerhatikannya, dan itu membuatnya salah tingkah.
"Kak Saka, ada apa? Kenapa dari tadi melihat Sera terus? Kakak tidak makan?"
"Makan bisa nanti, tapi kalau melihat Sera secara langsung seperti ini, sungguh sulit," jawab Saka.
"Ih, Kak Saka, jangan bilang begitu, Sera jadi salting," cibir Sera.
"Sera, sungguh, Kakak selalu ingin melihat Sera secara langsung, bukan hanya dari panggilan video atau pun sekadar foto-foto yang Sera kirimkan," kata Saka.
Sera tersenyum malu-malu saat Saka mengambil tangan Sera dan menggenggamnya dengan erat.
"Ihh, Kakak memang paling bisa membuat kupu-kupu di perut Sera demo berjilid-jilid," kata Sera.
"Sera, Kakak serius, Kakak ingin selalu bersama Sera, bagaimana dengan Sera?" tanya Saka.
"Hmm, tentu saja," jawab Sera tanpa ragu.
"Hmm, kalau begitu, sebaiknya kita menikah saja supaya selalu bersama-sama terus, bagaimana?" tanya Saka.
"A-apa, menikah?" Sera terperangah.
"Ya, tentu saja, apa Sera mau menikah dengan Kakak?" tanya Saka.
"Tentu saja mau," jawab Sera tanpa ragu.
Saka tersenyum mendengar jawaban Sera.
"Kalau sekarang kita menikah, apa Sera mau?" tanya Saka lagi.
"A-apa? Sekarang?"
Saka mengangguk cepat dan mantap.
"Ya, sekarang," sahut Saka.
"Kak Saka, mana bisa sekarang, habis ini sampai nanti malam, Sera masih ada kuliah," kata Sera.
"Maksud Kakak, kita menikah dalam waktu dekat ini, bagaimana kalau minggu depan?" tanya Saka.
Sera terdiam, lalu perlahan melepas genggaman tangan Saka.
"Kak Saka, Kakak sedang bercanda kan?" tanya Sera.
"Sera, apa sekarang Kakak terlihat sedang bercanda?" Saka balik bertanya.
Sera terdiam lagi.
"Sera, apa Sera tidak mau menikah dengan Kakak?" tanya Saka.
"Kak, bukannya Sera tidak mau, tapi, kenapa harus mendadak seperti ini?" tanya Sera.
"Mendadak? Tidak, Sera. Dari awal Kakak sudah bilang bahwa Kakak serius dengan hubungan kita, lagipula kita sudah pacaran selama hampir satu tahun, jadi, apalagi yang dipermasalahkan?" tanya Saka.
"Tapi Kak.."
"Kakak akan bicara pada orang tua Sera dan juga Dokter Frans. Kakak akan meminta keluarga Sera untuk menerima Kakak," kata Saka
"Tapi Kak.."
"Tapi apa, Sera?" tanya Saka.
Sera lagi-lagi terdiam sebelum akhirnya kembali bicara.
"Kak, Sera masih belum siap jika harus menikah dengan Kak Saka sekarang. Mungkin lima atau sepuluh tahun lagi, setelah Sera menjadi dokter, Sera pasti akan menikah dengan Kakak," kata Sera.
"Apa? Sepuluh tahun lagi?" Saka tersentak kaget.
Saka menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.
Sepuluh tahun lagi aku sudah tinggal tulang-belulang di dalam kubur, wahai adindaku! batin Saka menjerit histeris.
"Kak! Kak Saka! Kakak marah ya?" tanya Sera.
Saka terdiam saat menatap wajah cantik Sera yang nampak cemas.
Rasanya Saka ingin marah, namun tak sanggup untuk melakukannya.
Sera tidak salah, gadis itu punya hak untuk menolak lamaran Saka saat ini.
Hanya saja, Saka merasa tidak boleh membuang-buang waktunya yang terbatas. Saat ini ia sedang berlomba dengan penyakit yang menggerogoti tubuhnya.
Ia harus melakukan semua yang ingin dilakukannya di saat ia masih dalam kondisi prima.
Tak terbayangkan oleh Saka, ia harus menikah dengan Sera di saat ia sudah terbaring koma di ruang ICU.
Sebelum ia menjadi sangat kurus, dengan kepala botak, tubuh yang ringkih di atas kursi roda, ia harus menuntaskan semua yang ingin ia lakukan.
"Sera, apa kau sungguh tidak mau menikah denganku sekarang meski besok aku akan mati?" tanya Saka.
"Kak Saka, Kakak kenapa sih? Kenapa bicara ngawur begitu?" tanya Sera.
"Sera, tolong jawab pertanyaanku, dan bukannya malah balas bertanya!" hardik Saka.
Sera terdiam mendengar suara Saka yang meninggi.
Sera memakai kembali tasnya, lalu beranjak dari kursi.
"Oh, Sera, maaf Sayang, maafkan Kakak," kata Saka.
Sera bergegas pergi meninggalkan Saka.
"Sera tunggu!" seru Saka.
Saka segera membayar tagihan makan mereka sebelum akhirnya mengejar Sera.
...***...
"Sera! Sera Sayang! Tunggu Kakak!" seru Saka.
"Sayang! Maafkan Kakak! Kakak tidak bermaksud kasar, Sayang!"
Sera menghentikan langkahnya, gadis cantik dengan tubuh tinggi dan ramping itu menatap tajam ke arah Saka.
"Kak Saka, Sera sudah pernah bilang, Sera memang serius dengan hubungan kita. Tapi, Sera punya cita-cita yang lebih serius dari hubungan kita," kata Sera dengan tegas.
"Sera mau menikah dengan Kakak, tapi paling cepat sepuluh tahun lagi setelah Sera menjadi dokter!"
"Sayang!" potong Saka.
"Kak Saka! Kalau memang kakak sudah kebelet nikah, ya silakan saja kakak menikah sekarang tapi bukan dengan Sera! Yang pasti Sera mau menikah dengan Kakak kalau Sera sudah jadi dokter, sepuluh tahun lagi!" cecar Sera.
Saka menghela napas berat, berusaha membawa Sera ke dalam pelukannya.
Namun Sera segera mendorong tubuh Saka menjauh darinya.
"Sera kembali ke kampus sekarang! Sera naik taksi saja!"
"Sera, Kakak antar saja!" sergah Saka.
"Tidak perlu, Kak, Sera bisa sendiri! Kak Saka langsung kembali ke kantor saja. Terima kasih makan siangnya!"
Sera segera menyetop taksi yang lewat di depan restoran lalu segera menaiki taksi.
"Sera!" seru Saka.
"Argh! Sial!" Saka mengumpat putus asa.
...----------------...