Aruna, namanya. Gadis biasa yatim-piatu yang tidak tau darimana asal usulnya, gadis biasa yang baru memulai hidup sendiri setelah keluar dari panti asuhan di usianya yang menginjak 16 tahun hingga kini usianya sudah 18 tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandri Ratuloly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
enam
Tak terasa ujian kini telah tiba, hari senin kini. Aruna menatap gugup pada guru pengawas yang tengah memberikan lembaran soal ujian pada murid sekelasnya, bangku diatur sebaik mungkin untuk menghindari adanya kerja sama.
Saat ujian, bangku akan di pisahkan dengan jarak semeter. Dan di acak tempat duduknya, Aruna yang awalnya duduk paling depan dekat tembok harus berpindah di paling belakang pojok.
"Selamat bekerja semuanya, jangan ribut selama ujian berlangsung. Bapak tidak mau melihat ada yang yang bekerja sama atau menyontek, kedapatan sedikit saja akan bapak tarik kertas ujiannya dan di nyatakan gugur. "
Seisi kelas langsung meneguk ludahnya susah payah. Guru pengawas ini memang terkenal killer, tak ada ampun, pernah kejadian di kelas IPS saat ujian PAS–salah satu murid disana kedapatan tengah menyontek. Pak Rahmat lantas menarik dan merobek kertas ujian itu, kemudian mengusir murid laki-laki itu dari kelas.
Bukan sampai disitu saja penderitaannya, murid itu harus melakukan remedial dengan soal sebanyak 100. Bayangkan bagaimana pusingnya itu.
"Baik, pak..." jawab serentak sekelas.
Pak Rahmat mengangguk puas, dia tidak begitu khawatir dengan kelas MIPA² yang memang muridnya rata-rata berprestasi, walau begitu pasti ada satu atau dua murid yang bandel. Pak Rahmat harus waspada.
"Sebelum mengerjakan soal-soalnya, mari berdoa terlebih dahulu."
Setelah berdoa menurut kepercayaan masing-masing, kelas benar-benar hening. Tak ada yang berani menggerutu karena soal ujian yang begitu susah untuk dikerjakan, pun dengan Aruna dibelakang yang sebisa mungkin mengerjakan soal-soal ujian tersebut, mengingat-ingat kembali materi yang di belajarnya semalam dan tadi pagi.
'Kringgg'
Istirahat pertama pertanda waktu habis dan kertas ujian harus segera dikumpul, Aruna yang sudah mengerjakan dengan tepat waktu segera melangkah ke depan untuk mengumpulkan kertas ujiannya. Kalau ujian, istirahat tidak selama seperti hari biasanya, lima menit diberikan waktu untuk istirahat setelahnya bel masuk akan kembali berbunyi.
Kalau lagi ujian begini. Aruna biasanya gak bakal mampir ke kantin untuk beli makan, karena dari kos Aruna udah nyiapin roti untuk dia cemilin sambil belajar sebentar selagi menanti bel masuk berbunyi. Botol minum berisi susu hamil pun Aruna bawa, ya karena kondisinya lagi hamil, Aruna harus meminum susu khusus ibu hamil apalagi selama hamil dirinya seringkali mual-mual dan makanan yang baru masuk di mulutnya akan kembali keluar, bayi di perutnya perlu nutrisi agar tumbuh sehat didalam sana.
Juga, terhitung sudah beberapa hari ini Aruna dan Rara tidak pernah bertukar sapa, keduanya masih berperang dingin, tidak ada yang mau mengalah untuk menegur duluan. Rara dengan egonya dan Aruna dengan sakit hatinya.
'Kringgg'
Kan, baru juga istirahat sebentar bel masuk kembali berbunyi dengan nyaring. Kelas yang tadinya sepi kini mulai ramai dengan murid-murid yang berbondong-bondong masuk kedalam kelas, mereka duduk di kursi masing-masing, ada beberapa yang kembali melanjutkan makannya yang belum selesai di kantin karena keburu bel masuk sudah berbunyi.
Masih santai, karena guru pengawas kali ini tidak se-killer seperti pak Rahmat tadi. Jadi masih aman. Beberapa menit setelah bel berbunyi, si guru pengawas akhirnya datang, dia meminta ketua kelas untuk membagikan kertas ujian tersebut.
"Jangan ada yang ribut, kerjakan dengan diam jangan ada yang berani toleh kanan kiri. Kalau ada yang menyontek tetap ketahuan dengan bagaimana jawaban kalian yang sama persis dengan buku atau google. " gak killer kayak pak Rahmat sih, tapi tetap aja tegas. Guru-guru di sekolah ini emang gak ada yang pilih kasih atau apa semacamnya.
Yang salah tetap salah, mau itu murid anak pr*siden sekalipun.
Dan menyontek dan bekerja sama dalam ujian memang sangat di hindari dan dibenci guru, mereka sudah mati-matian menjelaskan materi pelajaran berulang kali agar semua murid mengerti, kenapa saat ujian masih juga ada yang menyontek dan bekerja sama. Guru tidak akan mentoleransi hal itu, mau nilai kecil sekalipun tidak apa-apa asal dengan usaha masing-masing.
"Waktu mengerjakan soal-soal ujian dikasih 45 menit, dan setelahnya akan dilanjutkan ujian berikutnya, tidak ada jam istirahat. " semua mengangguk mengerti, kembali pada kesibukan masing-masing untuk mengerjakan soal ujian. Tidak begitu sulit kalau kalian sudah belajar dengan sungguh-sungguh dan giat.
Kelas lagi-lagi bening, semuanya sibuk mengerjakan soal-soal ujian dengan serius. Ujian kelulusan ini semuanya ingin mendapatkan nilai terbaik, walau saingannya dengan orang-orang ambis berotak encer, tapi apa salahnya untuk mencoba, mungkin saja keberuntungan berpihak pada mereka.
Kita tinggalkan sebentar anak-anak yang tengah menjalankan ujian, mimin pusing karena sekarang lagi sibuk uts. Belajar tidak bisa dilupakan hingga membuat otak rasanya akan meledak di tempat. Untung kewarasan masih ada setelah menghadapi dengan kenyataan-kenyataan atas soal uts yang begitu sulit.
••••••
Tak terasa ujian telah usai. Sudah memasuki libur, tinggal menunggu waktu pengumuman kelulusan saja, menerima ijazah dan selesai.
Masa putih abu-abu yang telah dilewati selama tiga tahun lamanya akhirnya telah usai juga. Aruna kini tengah sibuk, selama libur, Aruna menghabiskan waktunya di cafe. Jika biasanya dia akan bekerja dari jam empat sore, maka selama libur ini Aruna datang dari jam sepuluh pagi menjelang siang.
Cukup menyenangkan juga untuk mengisi waktu kekosongannya, apalagi Aruna dan Rara belum juga saling menegur, masih ada sekat diantara keduanya.
"Ini pesanannya, selamat menikmati... " senyum manis terus tersungging di bibirnya dari siang hari hingga langit yang tadinya terang benderang menjadi sedikit menggelap dengan warna jingga kemerahan mendominasi.
Sangat cantik, cuaca dihari kamis ini tampak begitu cerah. Namun semua itu seketika sirna saat Aruna tiba-tiba saja muntah setelah mengantarkan pesanan pelanggan didepan tadi.
"Hoekk, hoekk. "
Menyiksa sekali, kapan penderitaan muntah-muntahnya ini selesai. Aruna sudah tidak kuat lagi, pagi hingga malam rasa mual tiba-tiba saja menderanya, membuat tubuhnya seketika lemah tak bertenaga.
"Astaga, Aruna. Kamu kenapa sih, kok minggu-minggu ini mas perhatiin kamu sering sekali muntah-muntah begini . " Arjun datang menghampiri Aruna, membantu perempuan itu dengan memijat tengkuknya guna untuk mengurangi rasa mual, "Aruna, mas nanya sama kamu tapi harus kamu jawab dengan jujur. "
Suasana seketika langsung berbeda, Aruna mengepalkan tangannya. Dengan kondisinya seperti ini pasti orang-orang sekitarnya akan merasa curiga, tapi Aruna masih enggan untuk berkata jujur.
Takut dengan reaksi mereka saat mengetahui bagaimana kondisinya sebenarnya, apa mereka masih mau bersamanya atau mengusirnya jauh-jauh dari hidup mereka. Aruna takut dengan pikirannya sendiri.
"I-itu, mas– bisa jangan membahas ini dulu, Aruna belum ada keberanian untuk membicarakannya. Aruna janji akan menceritakan semua yang sudah terjadi sama Aruna. " Arjun mau tak mau mengangguk mengerti, apalagi dengan kondisi Aruna yang kurang baik.
Mengelus sebentar rambut hitam Aruna dengan lembut, Arjun kembali berucap, "Mas menunggu kamu cerita, semoga apa yang mas pikirkan tidak sama dengan kenyataan yang akan kamu beritahu nanti. "
Aruna menundukkan kepalanya, apa yang dipikirkan Arjun itulah nanti kenyataannya. Aruna belum siap, apa nanti dia akan di usir?
"Sudah, kamu istirahat dulu sana. Cafe sudah mulai sepi, kamu duduk dulu dikursi sana, mas buatkan kamu teh hangat dulu. " menepuk sebentar pucuk kepala Aruna pelan, Arjun menuju tempat pembuatan minuman untuk membuatkan Aruna teh hangat.
Sedangkan Aruna, perempuan itu tengah melamun. Hari kelulusannya akan tiba, mungkin kandungannya ini sudah berusia dua bulan, perutnya yang datar ada sedikit tertimbul benjolan kecil di tengahnya.
Soal ayah dari janinnya ini...
Bagaimana yah, apakah Aruna akan memberitahu kondisinya kini yang tengah berbadan dua pada Tama? Dan juga, apa laki-laki itu mau menerima bayinya dan rela untuk melepaskan Alana?
Yang terakhir sepertinya Aruna meragukan, Tama tampak begitu cinta mati dengan Alana. Sepertinya Tama tidak akan mempedulikan kondisinya ini, mungkin saja laki-laki itu akan meminta Aruna untuk menggugurkannya.
Jika itu terjadi, Aruna mungkin akan pergi jauh agar terhindar dari Tama dan rasa cintanya. Aruna tidak mau masih bersitatap dengan Tama, hatinya pasti akan sakit apalagi melihatnya bersama dengan Alana yang begitu mesra dan serasi.
Aruna tidak kuat.
•
•
•