Novel Ketiga
Berdasarkan survei, sedia tisu sebelum membaca😌
--------
Mencintai, lalu melepaskan. Terkadang cinta itu menyakiti, namun membawa kebahagiaan lain di satu sisi. Takdir membawa Diandra Selena melalui semuanya. Merelakan, kemudian meninggalkan.
Namun, senyum menyakitkan selalu berusaha disembunyikan ketika gadis kecil yang menjadi kekuatannya bertahan bertanya," Mama ... apa papa mencintaiku?"
"Tentu saja, tapi papa sudah bahagia."
Diandra terpaksa membawa kedua anaknya demi kebahagiaan lainnya, memisahkan mereka dari sosok papa yang bahkan tidak mengetahui keberadaan mereka.
Ketika keegoisan dan ego ikut andil di dalamnya, melibatkan kedua makhluk kecil tak berdosa. Mampukah takdir memilih kembali dan menyatukan apa yang telah terpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosee_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Biarkan Aku Pulang!
Malam harinya, di ruang makan sudah disediakan berbagai hidangan. Untuk pertama kalinya para koki membuat bermacam-macam menu. Tentu para pelayan bersemangat mempersiapkan banyak hal untuk nyonya baru mereka.
Ketakutan mereka juga sedikit berkurang berkat kehadiran Dian. Nico yang biasanya sangat dingin hingga membuat rumah mencekam sudah terasa sedikit hangat. Meski belum berubah banyak, tapi setidaknya sudah meminimalisir.
Dian menyantap makanan yang di hidangkan tanpa memperdulikan sekitarnya. Tidak peduli berapa banyak pasang mata yang memperhatikannya. Ibu tiga anak itu makan dengan lahap hingga Nico tak henti tersenyum melihatnya.
"Makan pelan-pelan. Tidak ada yang akan merebut makanan mu," kata Nico ingin mengelap sedikit noda di sudut mulut Dian.
"Tidak perlu." Dian menghindari sentuhan Nico dan membersihkan sendiri dengan tisu. Pria itu hanya tersenyum kecut.
"Kau masih menolakku setelah apa yang terjadi semalam?"
Tatapan tajam Dian seketika langsung menyorot Nico. Pria itu malah terkekeh, tangannya tak sungkan mengacak rambut Dian.
"Habiskan makanan mu." Merapikan rambut Dian.
Nico tak dapat mengalihkan pandangannya dari wanita itu. Hari ini ia kembali menyadari jika rasa cintanya pada Dian begitu dalam hingga tanpa sadar berbuat kasar demi mempertahankannya. Ini bukan obsesi karena cinta hadir di antara mereka.
Tak lama ponsel Dian berdering di atas meja. Nico tak sempat melihat siapa yang menghubungi Dian karena wanita itu bergerak sangat cepat. Dian berjalan menjauhi semua orang diiringi tatapan tidak suka Nico yang masih duduk di tempatnya.
"Halo."
"Mamaa!"
"Sayang, jangan berteriak. Kau mau bernyanyi, bukan?"
"Maaf, tapi kenapa Mama belum pulang? Ini kan sudah malam. Mama selalu pulang sore hari," ucap Lily terdengar sedih.
"Mama–" Dian menggigit bibir bawahnya gugup. Haruskan jujur pada Lily? Tidak. Dian sedikit melirik Nico yang masih memperhatikannya. "Mama akan pulang besok. Pekerjaan sangat banyak. Besok Mama akan libur menemani Lily berlatih," bujuk Dian.
"Sungguh? Yeyy! Mama juga akan menemani kami seharian, kan? Janji ya."
"Janji."
Mendengar suara Lily tak dapat dipungkiri jika ia merindukan putri kecilnya itu. Padahal baru sehari mereka tidak bertemu. Sekarang ia juga merindukan Emi dan Rico. Bocah-bocah itu, apa yang mereka lakukan sekarang.
"Aku mau pulang!" seru Dian menghadap Nico. Ia tidak bisa terus disini.
"Ini rumahmu," jawab Nico santai. Pria itu berjalan mendekati Dian yang mulai berkaca-kaca.
"Jangan mendekatiku!"
"Hm? Siapa yang menelepon mu hingga kau seperti ini." Nada rendah Nico terdengar mengerikan.
"Bukan urusanmu. Biarkan aku pulang!"
"Tidak! Rumahmu hanya disini."
"Kau gila? Ada ibu dan kakek yang akan mencariku jika tidak pulang!"
"Oh iya? Seingatku kalian tinggal terpisah sejak lama. Apa aku salah?"
Sial!
"Nico ... kau harusnya tahu posisiku sekarang. Aku punya pekerjaan dan jabatan! Kau tidak bisa seenaknya," tekan Dian. "Dan kau menculik seorang Presdir!"
Nico mengepalkan tangannya. Aura membunuh terasa memenuhi ruangan. Apa yang dikatakan Dian memang benar. Jika Dian hanya wanita biasa yang bekerja, Nico masih bisa mengurusnya. Tapi posisi Dian tidak sederhana. Dia seorang pewaris! Orang yang akan memegang semua bisnis keluarga. Keluarga Hanasta juga tidak akan tinggal diam jika posisi itu terganggu.
"Baik, tapi setelah kau menandatangani surat pernikahan."
Keluarga Hanasta masih tidak bisa dibandingkan dengan keluarga Abraham. Nico tidak takut dengan mereka. Bahkan untuk menghancurkan perusahaan bukan masalah untuknya. Satu-satunya yang ia pikirkan hanya Dian. Wanita itu akan kecewa jika ia melakukanya.
"Nic– kau pikir aku akan kemana? Aku tidak bisa kabur. Tanggung jawabku ada disini!"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Jangan bilang part ini pendek. Iya emang pendek😪
...Aku lagi sibuk banget Say. Jadi cuma Up seadanya dulu. Kalau memang aku senggang pasti Up nya panjang kok. Jadi jangan tanya lagi ya kenapa Up nya pendek🤧...