Berawal dari pertemuan tidak sengaja dengan seorang gadis yang disangka adalah seorang wanita malam malah membuat Letnan Rico semakin terjebak masalah karena ternyata gadis tersebut adalah anak gadis seorang Panglima hingga membuat Panglima marah karena pengaduan fiktif sang putri.
Panglima memutasi Letnan Rico ke sebuah pelosok negeri sebagai hukumannya setelah menikahkan sang putri dengan Letnan Rico namun tidak ada yang mengira putri Panglima masih menjalin hubungan dengan kekasihnya yang notebene adalah sahabat Letnan Rico.
Mampukah Letnan Rico mendidik sang istri yang masih sangat labil. Bagaimana nasih sahabat Letnan Rico selanjutnya??? Apakah hatinya sanggup merelakan sang kekasih?? Siapakah dia??
Konflik, Skip jika tidak sanggup..!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone_Batman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. Menguak teka-teki.
Terdengar nafas kelegaan, Bang Danar terengah menyelesaikan ritual kebatinan. Benar saja, satu kali di beri kesempatan membuatnya 'gelap mata'.
Rasanya sungguh tidak bisa di ungkapkan, ibarat dirinya hanya bisa 'sendiko dawuh' di hadapan Nindy. Ucap syukur lirih kemudian menghujani Nindy dengan ciuman.
"Apakah Bu Danton senang malam ini??" Tanya Bang Danar.
Nindy yang baru saja tenang mengangguk kecil. Ia masih melingkarkan kedua lengan di belakang tengkuk Bang Danar dan tidak melepas pandangan dari suaminya itu.
"Bolehkah Nindy marah kalau ada perempuan yang berniat mendekati Abang??"
"Boleh saja, itu hak mu."
Bang Danar yang belum sempat menarik diri kembali terbuat dengan suasana malam ini. Bang Danar pun kembali membenamkan diri. "Dan Abang pun akan bertindak hal sama. Berani mendekatimu.. artinya tamat..!!"
***
Siang sudah meninggi. Pagi tadi Bang Danar meninggalkan Nindy di penginapan agar istrinya itu jauh lebih tenang dari 'kebisingan' asrama. Tak terkira banyaknya camilan yang sudah di sediakan Bang Danar. Tidak ada kata lapar karena segalanya sudah ada disana.
Nindy tersenyum merasakan seluruh perhatian suaminya. Ia terus terbayang wajah Bang Danar. Tiba-tiba rasa rindu bergelayut. Nindy segera mengambil ponselnya.
//
"Wa'alaikumsalam. Iya sayang, kenapa?"
"Nindy rindu Abang." Jawab Nindy.
Bang Danar tersenyum gemas namun kemudian menyimpan senyum tersebut di hadapan para anggotanya.
"Abang masih di kantor, belum bisa pulang. Sore ya, nanti kita lihat rumah dinas yang baru..!!" Bisik Bang Danar.
Tak ada suara di seberang sana, mungkin saja Nindy sedang marah. Bang Danar tidak bisa berbuat apapun, hormon bumil pasti sedang acak-acakan.
bruuugghh..
"Dantoon..!!!!" Suara para anggota yang ribut membuat Bang Danar menoleh ke arah sumber suara.
"Nanti Abang telepon lagi ya..!!" Bang Danar mematikan panggilan teleponnya. "Rico??" Gumamnya.
~
Secepatnya Bang Danar melonggarkan ikat pinggang Bang Ricoc dan berusaha menyadarkan sahabatnya itu.
"Heehh.. sadar, Kang..!!! Kenapa nih??? Nggak sarapan?? Kecapekan lu ya???" Rentetan pertanyaan Bang Danar yang tidak terjawab. "Tolong minyak kayu putih, donk..!!" Pinta Bang Danar.
Segera setelah menerima botol kecil di tangan, Bang Danar segera mengguyur perut Bang Rico dengan minyak kayu putih tersebut lalu sedikit menggosoknya di hidung.
Perlahan kesadaran Bang Rico mulai kembali. Ia memijat pelipisnya, wajahnya masih nampak pucat.
"Kalau capek, ijin saja..!! Jangan memaksa kerja. Kesehatan juga penting..!!!" Kata Bang Danar kemudian menyingkirkan dan menggantikan Bang Rico memijat pelipisnya.
"Nggak apa-apa, wajar lah manusia capek kerja." Jawab Bang Rico.
"Atau ribut sama Kei??" Tanya Bang Danar dengan nada lirih.
Bang Rico tersenyum tipis. "Namanya rumah tangga juga wajar ada ribut kecil."
Bang Danar menarik nafas panjang. Dirinya tidak ingin banyak berkomentar meskipun selama bersama Keinan, tidak pernah ada pertengkaran yang berarti.
Tak berapa lama seorang anggota membawakan teh hangat agar Bang Rico bisa merasa lebih baik.
"Minum dulu, nggak usah banyak pikiran..!!" Bang Danar membantu sahabatnya untuk bangkit lalu mengangsurkan segelas teh hangat.
:
Kini hanya tinggal Bang Danar dan Bang Rico duduk berdua. Bang Rico sudah bersiap menyulut rokok tapi Bang Danar merampasnya.
"Baru sadar, jangan langsung nyebul lah Ting..!!" Tegur Bang Danar.
Bang Danar pun menukarnya dengan permen dan Bang Rico menyambutnya, di genggamannya kuat benda kecil manis di tangannya. Tidak banyak kata dari seorang Rico tapi wajah itu nampak penuh dengan tekanan.
"Kuat atau tidak??" Tanya Bang Danar. Seberapapun besarnya kesal pada Bang Rico tapi tetap hati seorang sahabat tidak pernah pernah tega jika ada salah satu di antaranya tersakiti.
Bang Rico masih tetap diam tapi tak lama tangisnya tumpah, sesenggukan dan terasa berat.
"Kuat atau tidak???" Bang Danar mengulang kembali pertanyaannya.
"Aku nggak tau, Dan. Umur pernikahanku ini bahkan baru saja di mulai. Aku dan Kei sama-sama baru saja mengenal tapi di setiap hariku selalu di warnai dengan keributan." Jawab Bang Rico.
"Sabar, namanya penjajakan. Dua pikiran menjadi satu, dua hati menjadi satu.. semua tidak mudah." Kata Bang Danar.
Sesak bergelayut dalam batin Bang Rico. Banyak kata yang ingin ia ucapkan tapi rasanya semua tidak sanggup untuk ia utarakan.
"Selama bersamaku dulu, Kei tidak begitu. Tapi jujur aku tidak tau pasti sebab selama lima tahun bersamanya, aku disini dan Kei ada di ibukota. Aku juga tidak paham kenapa kamu bertemu dengannya di depan club malam meskipun alasannya hanya ingin di akui kedewasaannya." Ujar Bang Danar.
"Aku menikahinya karena pastinya aku merasa bersalah. Aku yang sudah mengambil gadisnya. Mana mungkin aku lari, aku tidak sekurang ajar itu."
Bang Danar dan Bang Rico sama-sama terdiam dengan pikiran masing-masing kemudian saling pandang.
"Apa malam itu Kei hanya haid??" Tebak Bang Danar.
"Kau tidak menyentuhnya??" Tanya Bang Rico secara bersamaan.
"A*u, aku nggak celamitan..!!!" Sambar Bang Danar membentak penuh emosi.
"Allah Ya Rabb, dosa apalagi aku ini..!!!" Rasanya dada Bang Rico tertekan sesak.
Bang Danar mendekap bahu sahabatnya. Sungguh kini dalam hatinya penuh keprihatinan.
"Aku tidak akan ikut campur dalam urusan rumah tanggamu. Tapi lebih baik segera kamu selesaikan masalah ini. Kita ini kepala keluarga, jangan sampai salah jalan. Urusannya sama Yang Diatas berat, Kang..!!" saran Bang Danar.
.
.
.
.