Ariana tak sengaja membaca catatan hati suaminya di laptopnya. Dari catatan itu, Ariana baru tahu kalau sebenarnya suaminya tidak pernah mencintai dirinya. Sebaliknya, ia masih mencintai cinta pertamanya.
Awalnya Ariana merasa dikhianati, tapi saat ia tahu kalau dirinya lah orang ketiga dalam hubungan suaminya dengan cinta pertamanya, membuat Ariana sadar dan bertekad melepaskan suaminya. Untuk apa juga bertahan bila cinta suaminya tak pernah ada untuknya.
Lantas, bagaimana kehidupan Ariana setelah melepaskan suaminya?
Dan akankah suaminya bahagia setelah Ariana benar-benar melepaskannya sesuai harapannya selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemarahan Samudera
Beberapa saat yang lalu.
"Dokter Sam, ada yang ingin aku bicarakan denganmu!" ujar dokter Rahman siang itu.
"Apa?" tanya Samudera heran.
"Emmm ... Ini sangat sensitif. Ada baiknya kalau kita bicara di ruang cctv sebab aku tidak mau dikira ingin merusak rumah tangga anakmu."
"Apa maksudmu dengan berkata seperti itu? Coba jelaskan terlebih dahulu agar aku tidak bingung," ujar Samudera.
Dokter Rahman menghela nafasnya lalu mulai menceritakan apa yang tadi dilihatnya.
"Benarkah? Jangan-jangan kau hanya salah lihat?" tanya Samudera yang sebenarnya sedang dilanda dilema. Ia yakin, tidak mungkin dokter Rahman berbohong padanya. Apalagi ia memang pernah memergoki menantunya itu sedang berpegangan tangan dengan suster Lisa.
"Oleh karena itu, untuk memastikan kebenarannya, kita langsung ke ruang cctv."
"Baiklah. Kau benar. Ayo kita ke ruang cctv sekarang!" ajak Samudera yang jantungnya sudah berdegup dengan kencang. Rasa khawatir melanda. Bagaimana pun Ariana putri kandungnya. Rasa tak rela bila ada yang menyakiti putrinya tersebut.
Setibanya di ruang cctv, dokter Rahman pun meminta petugas memeriksa rekaman di waktu dan tempat dimana ia melihat Monalisa menyentuh jari-jemari Danang dan Danang pun membalas dengan senyuman merekah. Dan seperti yang dokter Rahman katakan bahwa apa yang dikatakannya tadi memang benar.
Dokter Samudera juga meminta petugas memeriksa rekaman lain seperti rekaman saat jam makan siang di ruangan Danang.. Tangannya terkepal saat melihat Monalisa yang begitu sering mendatangi menantunya alih-alih mengantarkan makan siang. Bahkan ada beberapa rekaman yang menunjukkan bagaimana Monalisa memeluk Danang yang dibalas Danang dengan pelukan serupa.
Samudera sampai terduduk lemas dengan hati yang bergemuruh hebat. Hatinya sakit. Hatinya remuk redam.
'Ya Allah, apakah ini hukumanmu padaku karena dulu pernah menyia-nyiakan istriku? Kalau memang iya, akan mohon ya Allah, cabutlah hukuman ini! Hukum saja aku, jangan anakku. Dia tidak bersalah ya Allah. Ini dosaku, jangan buat putriku ikut menanggung dosa-dosaku, Ya Allah. Jangan!'
Samudera tergugu dalam diam. Jiwa raganya benar-benar terguncang.
"Dokter Sam, Anda baik-baik saja?" tanya dokter Rahman khawatir.
Samudera menoleh, kemudian mengangguk.
"Tolong cetak foto-foto Danang dengan perempuan itu dan segera antarkan ke ruangan saya!" titah Samudera pada petugas yang ada di ruang pemantau cctv.
"Baik, Pak."
...***...
Dengan jantung yang bergemuruh hebat, Danang pun segera memunguti foto-foto tersebut. Tangannya seketika bergetar seperti tremor.
"Ini ... "
"Ini apa? Jadi seperti ini perbuatanmu di belakang anakku, hah?" teriak Samudera dengan nafas menggebu-gebu.
"Ayah, ini tidak seperti yang ayah pikirkan!" ujarnya sambil menelan ludah.
"Tidak seperti yang aku pikirkan? Jadi itu apa? Berpelukan di ruang kerja? Makan siang bersama? Lalu apa lagi? Merawat ibunya padahal istri sendiri pun sedang sakit? Aku tidak menyangka, laki-laki yang ku kira baik, ternyata seorang bajingaan!" bentak Samudera.
"Aku bukan bajingaan, Yah. Ini hanya salah paham." Danang terus saja berkilah. Ia tidak mau nama baiknya hancur di depan ayah mertuanya sendiri.
"Salah paham? Salah paham seperti apa? Seandainya kau tidak membalas pelukan itu, aku mungkin akan mengira kalau kau sedang dijebak perempuan itu, tapi ini apa? Kau membalas pelukannya. Bahkan ... "
Samudera mengambil satu lembar foto lain dari atas mejanya dan melemparkannya ke arah Danang. Danang langsung mengambilnya.
Pupilnya membulat sempurna saat melihat foto tersebut. Itu adalah foto saat Monalisa menciumnya dan ia pun membalas ciuman tersebut.
"Kau pikir kau bisa menyimpan bangkai selamanya, hah? Ingat, sedalam-dalamnya kau mengubur bangkai, baunya pasti akan tercium juga. Begitu pula dengan kebusukan mu."
"Maafkan aku, Ayah. Aku ... aku ... "
"Aku apa? Benar kau berselingkuh?"
Danang menggeleng, "aku tidak berselingkuh, Ayah." Kekeh Danang yang tidak ingin hubungannya dengan Monalisa dianggap sebuah perselingkuhan.
"Kalau bukan selingkuh, lantas apa? Kau memiliki seorang istri dan kau memiliki hubungan dengan perempuan lain? Apa kau gila?" Raung Samudera sambil menggebrak meja.
"Tapi memang aku tidak selingkuh, Ayah. Baik, aku jujur. Jujur sebenarnya Lisa adalah kekasihmu. Kami sudah menjalin hubungan kurang lebih 3 tahun," jelas Danang membuat Samudera tercengang.
"Apa? 3 tahun?"
"Iya, Ayah. Dan sebenarnya aku ingin menikahi Lisa. Tapi ... orang tua saya melarang. Mereka tidak merestui kami dan justru memintaku menikahi Ana. Jadi kami bukan selingkuh karena kami sudah jauh lebih dulu menjalin hubungan sebelum pernikahan ini terjadi," ucapnya tanpa rasa bersalah membuat gemuruh di dada kian menjadi-jadi.
Bugh ...
Tiba-tiba Samudera berjalan secepat kilat dan memukul rahang Danang hingga wajahnya terlempar ke samping.
"Dasar bajingaan! Kalau kau memang memiliki hubungan dengan perempuan itu, kenapa kau justru menikahi anakku, hah? Kau pikir anakku itu apa?"
Tangan Samudera terkepal erat. Matanya memerah, rahangnya mengeras. Ia tidak pernah menyangka kalau ia memiliki seorang menantu bajingaan seperti Danang.
Danang terdiam. Ia tidak ingin banyak bicara yang mana hanya akan makin memancing kemarahan sang ayah mertua.
"Ceraikan Ana!" tukas Samudera dingin.
Mendengar kalimat bernada perintah seperti itu membuat Danang mendongak sambil menggeleng.
"Tidak ayah, aku tidak akan menceraikan Ana."
"Apa kau punya hak untuk menolak?"
"Ana istriku. Sekarang Ana adalah hakku. Ayah sudah kehilangan hak ayah sebagai seorang ayah setelah Ana resmi menjadi istriku. Ayah sudah kehilangan hak ayah untuk meminta Ana kembali. Dan ayah pun tidak memiliki hak untuk memintaku menceraikan Ana," ucap Danang yang membuat Samudera semakin emosi.
"Kau ... " Samudera tercengang dengan jawaban Danang. Ia mengacungkan jari telunjuknya ke depan wajah Danang. "Lantas kau akan terus menduakan putriku, begitu?" Rahang Samudera kian mengerat.
"Ayah, aku sudah berjanji pada Lisa untuk menikahinya. Aku bukan laki-laki pecundang yang mengkhianati janjinya sendiri. Ayah, aku tidak perlu khawatir, aku akan berlaku adil. Aku akan ... "
"Berhenti membual, sialan! Kau pikir aku akan terima kalau kau menduakan putriku? Jangan harap!"
"Ayah, bukankah dalam Islam diperbolehkan menikah dengan lebih dari satu perempuan?"
"Berhenti menggunakan dalil agama sementara imanmu saja masih lemah! Kau pikir kau nabi yang bisa berlaku adil, hah? Baiklah, aku beri kau pilihan, tinggalkan perempuan itu atau ... ceraikan Ana!"
"Ayah ... "
"Keluar!"
"Yah, aku ... Aku tidak mungkin melepaskan Lisa karena ... "
"Keluar kataku, brengsekkk!" teriak Samudera membuat Danang menghela nafas panjang.
Danang pun segera keluar. Percuma juga pikirnya bila pembicaraan mereka dilanjutkan sebab Samudera sedang diliputi emosi saat ini.
Sekeluarnya Danang, Samudera menggebrak meja. Hari sudah semakin sore. Ingin rasanya ia pulang, tapi perasaannya sedang benar-benar berantakan. Ia tidak ingin membuat Tatiana merasa khawatir. Jadi ia mengirim pesan pada Tatiana yang mengatakan kalau malam ini ia tidak bisa pulang karena ada pekerjaan genting.
Samudera menghempaskan tubuhnya di kursi kebesarannya. Sebagai seorang ayah jelas saja ia tidak rela anaknya disakiti seperti ini. Namun ia harus memikirkan solusinya matang-matang. Ia tidak bisa mengambil keputusan secara gegabah. Samudera hanya berharap, apapun yang terjadi kelak, itu merupakan solusi terbaik untuk kebahagiaan putrinya.
...***...
Pulang ke rumah, perasaan Danang masih tidak menentu. Ia lantas mencari istrinya di kamar, tapi ia tidak menemukan keberadaannya.
"Kenapa kamar ini tampak berbeda?" bingung Danang. Selain kosong, kamar itu terlihat sedikit berbeda. Namun Danang belum menyadari perbedaan itu.
"Bik, bibik," panggil Danang pada art di rumahnya.
"Iya, tuan, ada apa?"
"Ibu dimana? Kenapa dia tidak ada di kamarnya?" tanya Danang heran. Padahal istrinya itu baru pulang menjelang siang tadi, tapi kenapa ia justru tak ada di kamar.
"Bu Ana ada di kamarnya, Tuan."
"Di kamar? Kalau ada di kamar, tidak mungkin saya bertanya pada bibi." Kesal Danang.
"Maksud bibi bukan kamar yang biasa, Tuan, tapi kamar di sebelahnya."
"Kamar di sebelahnya?" Dahi Danang mengernyit.
Bibi mengangguk.
"Iya, tadi Bu Ana sudah memindahkan barang-barangnya ke kamar sebelah," ujar bibi membuat mata Danang terbelalak.
Dengan dada bergemuruh, ia pun segera menuju kamar yang ada di sebelah kamarnya. Kamar tersebut diperuntukkan untuk tamu.
Brakkk ...
Danang membuka kasar pintu membuat Ariana yang ada di dalamnya terperanjat.
...***...
...Happy reading 🥰🥰🥰...
Soale kan kandungan nya emang udah lemah ditambah pula,sekarang makin stress gitu ngadepin mantannya Wira
bukannya berpikir dari kesalahan
kalou hatinya tersakiti cinta akan memudar & yg ada hanya kebencian...