Jessica Adams harus mengalami hukuman selama enam tahun lamanya di dalam penjara karena dianggap lalai dalam mengemudi mobil, hingga menyebabkan seorang model bernama Natasha Linzky meninggal dunia.
Kekasih Natasha, Axel Ray Smith, menaruh dendam luar biasa hingga memaksakan sebuah pernikahan dengannya yang saat itu dalam keadaan lumpuh. Siksaan tubuh dan jiwa menyebabkan Jessica akhirnya mengalami trauma dan depresi, bahkan Axel menceraikannya dan membuangnya begitu saja tanpa mempedulikannya.
Namun yang tidak diketahui oleh Axel adalah bahwa ia telah menitipkan benihnya pada seorang wanita yang ia anggap sebagai musuhnya. Apakah masih ada benang merah yang mengikat keduanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pansy Miracle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DIANCAM
Axel melangkah kembali menuju mobilnya dengan dadda yang bergemuruh. Ia sempat terdiam sesaat di balik kemudianya, tapi setelahnya ia langsung menjalankan mobilnya. Tak mungkin ia berlama-lama di sana.
Di tengah perjalanan kembali ke mansion miliknya, Axel menghentikan mobilnya di samping trotoar. Ia menatap buket bunga yang ada di kursi sampingnya dan tersenyum tipis.
“Apa mereka berselingkuh di belakangku?” gumam Axel.
Impianmu?! Apa kamu suka hidup bersama wanita yang berselingkuh?
Mengapa? Apa kamu takut kalau yang kukatakan benar adanya? Natasha sudah sering berselingkuh darimu, kamu tahu kenapa? Karena katanya kamu tak pernah memberikan apa yang ia minta. Ia selalu ingin berhubungan lebih denganmu, tapi kamu selalu beralasan bahwa ingin membuat malam pertama kalian berkesan.
Bughhh
Axel memukul kemudi mobilnya hingga terdengar suara klakson yang berbunyi. Ia menghela nafasnya dalam dan menempelkan dahinya di bagian atas kemudi.
“Tidak! Ini tidak mungkin! Natasha tidak akan pernah berselingkuh dariku. Kami saling mencintai dan aku hanya perlu melamarnya, kemudian melanjutkannya ke jenjang pernikahan.”
Akhirnya Axel melanjutkan perjalanannya. Ia langsung pulang ke Mansion. Tiba-tiba saja ia merasakan kesepian yang merasuk ke dalam hatinya.
Hingga akhirnya malam tiba, Axel yang sedari pulang hanya mengunci diri di dalam kamarnya, keluar untuk makan malam. Ia melihat Eric yang baru saja sampai di kediamannya.
“Baru pulang, Ric?” tanya Axel.
“Ya, tadi ada Tuan Park yang menghubungi untuk membuat janji temu dengan anda besok,” jawab Eric.
“Baiklah, atur saja waktunya. Kita makan malam sekarang,” ujar Axel.
“Baik, Tuan,” Eric pun melangkah ke ruang makan dan makan malam bersama dengan atasannya itu.
Saat makan malam, Axel yang melihat wajah Eric terlihat begitu lelah pun akhirnya kembali membuka pembicaraan.
“Ric, buka lowongan untuk asisten pribadi pengganti Jimmy. Kamu terlihat sangat lelah sekali,” ujar Axel.
Mendengar ucapan Axel, seperti angin segar bagi Eric yang memang sedang pusing dengan pekerjaan menggunung yang ditinggalkan oleh Jimmy. Eric baru menyadari bahwa selama ini pekerjaan yang ia pegang tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan pekerjaan Jimmy.
Eric sempat berpikir, mungkin alasan Jimmy keluar karena tak sanggup lagi meng-handle pekerjaan itu. Bahkan ketika Axel mengijinkannya cuti dan nanti kembali bekerja pun ditolak begitu saja.
“Anda yakin, Tuan?” tanya Eric.
“Hmm … aku yakin. Sepertinya aku juga tak akan sanggup jika hanya mengerjakannya berdua denganmu. Tapi, biar nanti aku yang meng-interview calon asisten itu jika lamaran sudah masuk,” kata Axel.
“Baik, Tuan.”
“Kalau begitu beristirahatlah. Aku juga lelah,” ujar Axel.
Di dalam kamar tidurnya, Axel tampak berpikir lagi sendiri. Ia merasa harus mencari tahu semuanya dari awal, dari saat pertama kali ia mengenal Natasha. Axel akhirnya mengambil ponsel yang ia letakkan di atas nakas dan menghubungi seseorang.
**
“Selamat pagi, sayang,” sapa Gia pada Jessica.
Jessica masih tampak diam sambil duduk di samping sebuah jendela yang terbuka dan menampakkan padang rumput hijau dengan bukit yang tak terlalu tinggi di ujungnya.
Gia duduk di sebelah Jessica, di atas sebuah sofa panjang yang berwarna peach dengan beberapa bantal peluk di atasnya.
Gia mengambil sebelah tangan Jessica kemudian menepuk punggung tangan wanita itu pelan, “jika ada sesuatu yang ingin kamu keluarkan, katakanlah. Mommy akan dengan setia mendengarkan. Jangan memendamnya sendiri karena tak baik untuk kesehatan jiwamu.”
Tatapan Jessica kini beralih pada Gia, “Apa aku boleh membencinya? Aku sangat membencinya.”
Gia tahu apa yang dirasakan oleh Jessica saat ini. Saat mendengar cerita dari Jimmy, Gia rasanya ingin sekali memukul putra sulungnya itu. Namun, rasa sayang pada putranya juga mendominasi. Gia tahu Axel melakukan itu karena dendam, dendam karena cinta yang terlalu buta.
Gia sebenarnya tak ingin Jessica membenci putranya. Bagaimana pun juga, Axel adalah Daddy dari anak yang tengah dikandung oleh Jessica saat ini. Mereka memang belum memberitahukan pada Jessica mengenai kehamilannya karena merasa kondisi psikis Jessica belum siap untuk mendengar berita itu.
“Apa kamu juga akan membenci Mommy?” tanya Gia.
Jessica menggelengkan kepalanya. Bagi Jessica, yang menyakitinya adalah Axel, juga kedua asisten pribadinya itu, bukan yang lain. Jadi tak mungkin ia membenci Lexy dan Gia.
“Terima kasih, sayang,” kata Gia, “Mommy sebenarnya tak ingin kamu membencinya. Sebenarnya Axel adalah anak yang baik. Ia lembut dan penyayang. Hanya saja …”
“Aku tahu, ini semua adalah kesalahanku. Aku adalah seorang pembunuh, maka aku pantas mendapat perlakuan seperti itu,” ujar Jessica. Ia memegang daddanya yang terasa kacau, juga kepalanya terasa berdenyut.
“Maaf, maafkan Mommy. Mommy jadi menyakitimu,” kata Gia yang kembali menggenggam tangan Jessica.
Keadaan Jessica sudah lebih baik selama beberapa hari tinggal di rumah kayu. Namun, Jimmy belum berani menampakkan wajahnya karena Lexy melarangnya sementara waktu ini. Jika kondiai psikis Jessica sudah lebih baik, baru Jimmy keluar dan menggantikan mereka, karena tak mungkin jika Lexy dan Gia terus berada di sana. Kedua putra mereka akan curiga karena kedua orang tuanya belum kembali dari liburan.
Tiba-tiba saja Jessica memeluk Gia. Ia menyesap harum wangi Gia, wangi seorang Mommy baginya. Wanita sebaik Gia, mengapa memiliki putra seperti Axel. Itulah yang ada di dalam pikiran Jessica saat ini.
Gia mengeratkan pelukan pada tubuh Jessica, “Panggil aku Mommy.”
Jessica melepaskan pelukannya dari Gia. Ingin sekali ia memanggil Gia dengan Mommy, apalagi selama ini ia tak memiliki seseorang untuk dipanggil Mommy karena Devi tak pernah mengijinkannya. Namun, Jessica cukup tahu diri, apalagi Gia adalah Mommy Axel, pria yang membencinya sampai ke ubun-ubun dan kini ia juga sangat membenci pria itu.
“Maafkan aku, Aunty. Aku tak bisa. Maaf,” kata Jessica.
“Tak apa, sayang. Mommy tahu ada sesuatu yang membuatmu tak ingin. Tapi Mommy berharap suatu saat nanti kamu akan memanggil dengan sebutan Mommy.”
Jessica tersenyum tipis sambil menatap Gia, kemudian kembali mengalihkan pandangannya ke arah bukit di taman belakang rumah kayu itu.
**
Brakkk!!!
Axel menggebrak meja kerjanya ketika detektif yang ia hubungi untuk mencari informasi tak bisa mendapatkan informasi apapun.
“Apa yang kamu kerjakan selama ini? Bagaimana bisa kamu tidak mendapatkan apa-apa?” tanya Axel yang sedikit merasa aneh.
Detektif itu hanya terdim di ujung panggilan ponsel karena ia sedang diancam dengan menggunakan sebuah pistol di pelipisnya.
“Maafkan saya, Tuan. Saya akan mengembalikan semua uang yang anda keluarkan,” kata detektif itu.
“Tak perlu!” kata Axel yang kemudian memutus sambungan ponselnya.
Ia kembali berkutat dengan dokumen di hadapannya di mana sudah tertumpuk beberapa lamaran hasil pilihan dari Eric, yang diletakkan di atas mejanya tadi pagi.
🌹🌹🌹
terimakasih ya kak, 👍👍👍👍👍😍😍😍😍
kalo mau nggak enak. mending skip wae... terus ngorok atw ngrumpi...
kasian othor, nggak gampang lho🤭