Seorang Nara Pidana yang di pindahkan ke Penjara angker di Pulau terpencil.
Ternyata tak hanya angker, penjara ini di salah gunakan untuk tindakan ilegal yaitu menjual organ-organ Para Nara Pidana.
Setelah mengetahui kebenaran tersebut, Prapto pun bertekad untuk keluar dari penjara sadis ini.......
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhy-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 28
Ia melangkah pelan supaya tidak menimbulkan suara yang mengundang perhatian, karena di terowongan saluran pembuangan itu, suara apapun mudah sekali menggema.
Teeeet...teeeet...teeet...teeet...teeet..!!
Suara sirine penjara terdengar menggema masuk ke terowongan saluran air, sedikit membuat Prapto panik, di tambah suara riuh para sipir dan anjing penjaga yang saling bersahutan menggonggong di atas sana, membuat nyali nya setengah menciut.
Sementara ia di balik kegelapan terowongan saluran air, mengendap-endap untuk keluar dari tempat itu. Dia mencoba untuk sangat berhati-hati supaya keberadaan nya tidak di ketahui mereka.
Tiba-tiba dari arah belakang nya, samar-samar terdengar suara menggema dua manusia berbicara. Ternyata mereka adalah dua sipir yang tadi mengejar Prapto dan hendak keluar dari terowongan itu.
Spontan Prapto mempercepat langkah nya sambil sesekali menengok ke belakang. Di depan mata nya nampak ujung terowongan sudah kelihatan.
Pyakpyakpyakpayakpayakpyak
Suara tak beraturan telapak kaki nya beradu dengan genangan air. Ia memberanikan untuk lari meski pun suara telapak kaki nya menimbulkan suara kegaduhan, karena suara mereka dari belakang semakin mendekat.
"hah hah hah hah yang benar saja ya Tuhan" Gumam nya kesal dengan ekspresi wajah penuh kekecewaan.
Ternyata ujung terowongan itu bawah nya adalah laut, dan terletak 30 meter dari atas laut. Ia ragu, antara bertahan atau loncat langsung terjun ke laut. Dia baru tahu, bahwa penjara itu di bangun di sebuah pulau terpencil di atas tebing pantai yang curam.
"Tolong kirim tangga tali, kami akan naik ke atas" perintah nya salah satu sipir melalui handy talky.
Suara itu semakin mendekat ke arah nya, sorot lampu senter nya pun sudah terlihat oleh Prapto bergerak kesana kemari. Mereka benar-benar sudah dekat, untung nya gelap nya malam itu mampu sedikit menyamarkan tubuh Prapto.
Tak ada pilihan lain selain melompat ke laut. Dengan wajah pucat ketakutan, ia berdiri sedetik di bibir terowongan itu dengan posisi badan lurus tegap sambil setengah memejamkan mata nya.
Namun seperti nya dia masih takut untuk terjun langsung ke bawah, karena ombak-ombak di bawah nya yang bergerak zig zag seperti akan menelan nya.
Kemudian ia turun pelan dari bibir terowongan itu, kaki kanan nya ia turunkan terlebih dahulu di susul kaki kirinya. Kini ia bertahan hanya dengan cengkraman dua telapak tangan nya, badan nya bergelantungan di bibir terowongan tersebut.
Ternyata nyali nya belum terkumpul untuk terjun ke bawah. Dengan wajah sesekali nyengir karena kedua telapak tangan nya seperti nya sudah tidak kuat menahan beban berat badan nya.
Pyak pyak pyak pyak
Kedua sipir itu berdiri di tepi ujung terowongan. Tanpa mereka ketahui di sebelah kaki-kaki mereka, ada jari-jari Prapto yang sedang mencengkram kuat di bibir terowongan.
"Kenapa mereka lama?!" Tanya sipir itu kepada rekan nya.
"Entah lah" jawab kawan nya.
"Sini HT nya !" sambil tangan kanan nya mengambil dengan kasar HT yang dari tadi di pegang rekan nya.
"Kami butuh tangga tali! Cepat kirim sekarang!" bentak nya kesal melalui HT kepada rekan nya yang ada di atas.
"Sial! mereka di atas ku" gumam Prapto lirih.
Tidak ada pilihan, Prapto harus segera melepaskan pegangan nya sebelum kawan nya yang di atas datang menjulurkan tali tangga. Karena jika di lihat dari atas terowongan saluran pembuangan tersebut, tubuh nya akan terlihat jelas bergelantungan.