Wedding Disaster

Namun fokus Azura bukan pada kehadiran papah Jupiter yang tengah mengomel, tapi pada pria di samping papah Jupiter yang sudah menebarkan senyuman dan menatap Azura intens. Buru-buru Azura membuang muka agar tidak melihat wajah Tristan yang tengah tersenyum padanya.

"Kenapa bisa ada dia disini sih, bareng sama papah lagi." gumam Azura dalam hati.

"Baiklah saya tunggu hingga hitungan ke lima, jika belum ada yang menjelaskan, kalian saya berikan surat peringatan." suara papah Jupiter kembali menggelegar membuat nyali para karyawan menciut.

Sisil yang pertama kali mengangkat tangannya "maaf Presdir saya hanya sedang membela Azura, karena Nita dan teman-temannya sudah memfitnah Azura." ucap Sisil dengan perasaan was-was.

Papah Jupiter mengedarkan pandangannya melihat Azura yang juga tengah menunduk.

"Siapa Azura?" tanya papah Jupiter.

"Diihh si papah pura-pura gak kenal, ups kan emang aku lagi nyamar, jadi bagus papah nanya gitu." Azura kembali bermonolog dalam hatinya.

"Azura karyawan baru dari divisi keuangan Presdir." jawab Sisil.

"Oh...benar kalian sudah memfitnahnya?"

"Maaf presdir kita tidak memfitnahnya, tapi kita melihat kenyataan di depan mata." kali ini Nita angkat suara.

"Oh ya apa itu? apa yang kalian bicarakan tentang Azura?" tanya papah Jupiter penasaran.

Nita dan Citra saling berpandangan merasa ragu untuk menceritakannya. Nita berharap Citra yang akan menjelaskan, begitu pun Citra berharap Nita yang akan menjelaskan.

"Kenapa kalian diam saja? ayo bicara!" suara papah Jupiter kembali menggema, membuat para karyawan segan terhadapnya.

"Emm..begini presdir tadi pagi saya melihat Azura turun dari mobil mewah di ujung jalan sana, sepertinya dia itu memiliki seorang Sugar Daddy." ujar Citra pelan.

Papah Jupiter langsung membelalakan mata mendengar ucapan Citra. Dia tak habis pikir teman-teman kantor Azura bisa menuduhnya seperti itu.

"Tadi pagi kan Azura berangkat bareng Alvero, kenapa bisa mereka berpikiran seperti itu." ucap papah Jupiter dalam hati.

"Hanya gara-gara itu kalian menuduh teman kalian tanpa bukti yang jelas? bisa jadi orang yang kalian maksud Sugar Daddy itu adalah saudaranya."

Nita dan Citra hanya terdiam tidak berani mengatakan jika Azura sering terlihat keluar masuk dari ruangan direktur.

"Azura ikut keruangan saya!"

Papah Jupiter dan Tristan berlalu pergi, setelah di pastikan Azura mengikutinya dari belakang. Mereka bertiga masuk kedalam lift tanpa ada yang bicara sepatah kata pun. Setelah tiba di depan ruangan papah Jupiter, Tristan berpamitan untuk pergi keruangan Alvero agar papah Jupiter lebih leluasa bicara dengan Azura.

"Setelah kejadian seperti ini, apa kamu masih mau menyamar jadi seorang karyawan biasa?" papah Jupiter langsung mengajak Azura berbicara.

"Pah..Aku gak papa, aku menikmati pekerjaanku yang sekarang."

"Tidak! papah tidak setuju anak papah malah di tuduh wanita yang bukan-bukan."

"Sudahlah pah biarkan mereka berpikir seperti itu, toh aku gak ambil pusing."

"Kamu ini memang keras kepala, ya sudah mau papah apakan teman-teman kamu itu? biar mereka jera dan tidak memfitnah kamu lagi."

"Mereka jangan di apa-apain pah, memang salah aku terlalu sering keluar masuk ruangan direktur sehingga mereka mikir aku menggoda pak direktur."

Papah Jupiter memijit pelipisnya yang terasa berdenyut, dia heran kenapa Azura bisa mempunyai hati sebaik itu "jadi kamu mau seperti ini aja? gak ada niat buat bongkar identitas asli kamu?"

Azura mengangguk dan memeluk papah Jupiter"iya papahku sayang. tunggu sampai masa percobaaanku habis ya, setelah itu aku janji akan tampil menjadi diriku sendiri."

"Hmmm...bener loh ya?"

Sekali lagi Azura mengangguk dan lebih mengeratkan pelukan pada papah Jupiter.

Tiba-tiba Azura kepikiran untuk bertanya perihal Tristan yang tadi bareng papah Jupiter.

"Pah tadi papah ngapain bisa bareng sama dia?"

"Dia siapa? Tristan maksud kamu?"

"Iya dia."

"Papah tadi habis dari proyek bareng Tristan, sama Alvero juga tapi Alvero kembali ke Kantor lebih awal."

"Oh gitu...ya udah aku balik keruanganku ya pah."

"Hati-hati sayang! "

Azura tersenyum dan berlalu pergi dari ruangan papah Jupiter.

🍂🍂🍂

Alvero dan Tristan masih membahas mengenai proyek yang tengah mereka tangani saat ini, ketika sekretaris papah Jupiter masuk dan meminta mereka berdua untuk keruangannya. Kebetulan hari sudah beranjak siang dan saatnya untuk mereka istirahat makan siang.

Sementara itu di kantin karyawan, Azura dan Sisil tengah istirahat dan menyantap makan siangnya. Tak ada lagi obrolan miring tentang Azura dari Nita dan teman-temannya, setelah tadi mereka ketahuan langsung oleh pemilik perusahaan.

"Aku penasaran kamu tadi di ruangan presdir ngapain aja Ra? presdir gak hukum kamu kan?" tanya Sisil penasaran.

"Nggak Sisil, Presdir hanya menanyaiku beberapa hal, setelah itu masalahnya selesai."

"Yakin hanya itu?"

"Udah kamu gak usah berpikiran yang aneh-aneh, lanjut lagi makannya masih banyak tuh." Azura menunjuk makanan yang berada di depan Sisil.

Selanjutnya Azura dan Sisil kembali fokus dengan makanannya, karena tidak tahan menahan buang air kecil Azura pamit untuk ke kamar mandi terlebih dulu.

Setelah selesai menunaikan hajatnya, Azura terkejut begitu mendapati Tristan berdiri di depan pintu kamar mandi dengan tangan menyilang kedada. Dia tersenyum begitu melihat Azura keluar, karena sedari tadi Tristan memang membuntuti Azura dan mencari kesempatan agar bisa berbicara dengannya.

"Hai..!" sapa Tristan dengan tersenyum lebar.

Azura tidak menanggapi dan melewati Tristan begitu saja.

"Tunggu Azura! bisa kita bicara sebentar!" Tristan menarik tangan Azura, sehingga Azura berbalik begitu saja.

"Lepasin tangan saya!" ucap Azura tak suka.

"Gak!! kasih kesempatan untuk aku berbicara!' Tristan semakin menggenggam erat tangan Azura.

"Gak ada yang perlu kita bicarakan, anda salah orang!" sengit Azura. Dia menghempaskan tangannya sehingga terlepas begitu saja dari genggaman tangan Tristan.

Tristan menggeleng "aku gak pernah salah mengenali seseorang, aku yakin kamu Azura teman masa kecil ku."

"Lalu jika aku ini orang yang kamu cari sekarang tak ada gunanya! semua sudah terlambat Tristan!"

"Aku minta maaf Azura? ijinkan aku untuk menjelaskan semuanya." suara Tristan terdengar begitu memelas di telinga Azura, tapi Azura tidak tersentuh sedikitpun. Dia memilih pergi meninggalkan Tristan di lorong kamar mandi yang kebetulan siang itu sepi.

Penghianatan yang pernah di lakukan Denis membuat hati Azura mengeras seperti batu karang di lautan, apalagi dulu Tristan pernah membuatnya kecewa. Andai Tristan kembali lebih awal dia mungkin gak akan sekecewa sekarang ini.

"Azura.." Tristan hanya bisa menatap punggung Azura yang semakin menjauh dari pandangannya.

"Apa tak ada kesempatan untuk aku bicara denganmu?"

bersambung..

🍂🍂🍂

...Jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, vote, koment dan masukin ke daftar favorit💞 dukungan kalian sangat berharga bagi author. terima kasih🙏😍...