Kara sangat terkejut saat Ibunya tiba-tiba saja memintanya pulang dan berkata bahwa ada laki-laki yang telah melamarnya. Terhitung dari sekarang pernikahannya 2 minggu lagi.
Karna marah dan kecewa, Kara memutuskan untuk tidak pulang, walaupun di hari pernikahannya berlangsung. Tapi, ada atau tidaknya Kara, pernikahan tetap berlanjut dan ia tetap sah menjadi istri dari seorang CEO bernama Sagara Dewanagari. Akan kah pernikahan mereka bahagia atau tidak? Apakah Kara bisa menjalaninya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ririn Yulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menginap Di Rumah Mertua
Terhitung sudah 4 hari aku menikah dengan Saga, dan karna hari minggu aku akan kembali ke Jakarta akupun segera di ajak Mas Saga untuk menginap dirumahnya, itupun juga atas permintaan mertuaku.
"Udah selesai kemas-kemasnya?"
Aku mengangguk saat Mas Saga berjalan menghampiriku. "Aku cuma bawa barang dikit karna hari Sabtu kita udah balik ke sini lagi kan?"
"Iyaa, yaudah ayo pamit ke Ibu sama Ayah. Abis itu kita langsung berangkat."
Kami berdua pun melangkah keluar kamar, dengan Mas Saga yang menyeret satu koper kecil lalu aku berjalan di depannya.
"Bu!" aku langsung memanggil Ibuku saat tak mendapatinya di ruang TV. Tak lama Ibuku langsung muncul dari arah dapur membawa sesuatu di tangannya.
"Kalian udah mau berangkat?"
"Iyaa Bu, rencananya kami mau menginap dua malam, nanti hari sabtu baru kami balik kesini lagi," bukan aku yang menjawab melainkan Mas Saga.
"Oh, yaudah. Ini kebetulan Ibu abis buat kue brownies sama rendang, bawain buat orang di rumah yaa?" ujar Ibu menyerahkan paperbag di tangannya padaku.
"Kok repot-repot segala Bu, kami kesana pun ga bawa apa-apa, ga bakal ada yang marah," ucap Mas Saga.
"Ya, gapapa. Masa kalian kesana ga bawa buah tangan, padahal kalian pengantin baru," jawab Ibuku. "Nanti kalau disana kamu cepat-cepat bangun, bantuin mertuamu masak sama beres-beres. Jangan bangun siang kaya anak gadis, ingat pesan Ibu ya Kara."
Aku mengangguk mendengarkan nasehat Ibu, entah sudah berapa kali Ibuku mengatakan hal itu hari ini. "Jangan ngangguk-ngangguk aja tapi ga di lakuin."
"Iya Ibu, Kara ingat. Mana mungkin juga aku bangunnya kesiangan disana, nanti aku bangun subuh-subuh buat masak dan beres-beres, "sahutku menanggapi kecerewetan Ibuku.
Aku menoleh pada Mas Saga saat laki-laki itu merangkul pinggangku. "Ga usah khawatir Bu, mau bangun kesiangan ataupun ga bantuin masak dan beres-beres rumah ga bakal ada yang marah, banyak orang kok di rumah yang bantuin Mama, tapi nanti kalau ada yang marahin anak Ibu ini. Biar Saga yang marahin balik," kata Mas Saga yang membuat Ibuku seperti sedikit lega mendengarnya.
"Yaudah, sana kalian berangkat keburu Sore. Kalau udah sampai kabarin Ibu yaa, hati-hati jangan ngebut bawa mobilnya."
"Iya Bu, kami pamit yaa," sahut Saga menyalimi lalu memeluk mertuanya itu lalu bergantian dengan aku yang melakukan hal serupa.
"Iya, kalian hati-hati yaa. Maaf ya, Ayah belum pulang pas kalian berangkat gini. Nanti sampai juga ke orangtua mu ya nak Saga, salam dari Ayah sama Ibu. " Memang saat ini dirumah hanya ada kami bertiga Ayah dan Adnan belum pulang kerumah.
"Iya, nanti kami sampaikan, kami pamit Bu," ucap aku sekali lagi berpamitan lalu kami pun berjalan diikuti Ibuku keluar, dimana mobil sudah terparkir.
Sekali lagi aku memeluk tubuh Ibuku sebelum masuk ke mobil menyusul Saga, entah kenala saat sudah berada di dalam mobil dan perlahan kami meninggalkan halaman rumahku rasa sedih tiba-tiba muncul di dadaku. Perasaan sedih meninggalkan rumah bukan untuk merantau tapi sadar aku sudah punya keluar sendiri sekarang, bukan lagi hanya sebagai putri mereka.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Satu kata saat kami sampai di rumah mertuaku adalah megah. Jangan katakan aku alay, tapi rumahnya sangat megah di antara rumah lainnya. "Ini rumah kamu Mas?" tanyaku pada Saga saat kami sudah keluar dari mobil dan melangkah memasuki rumah dimana ada 2 bodyguard yang berjaga dipintu.
"Iya, sayang ayo masuk," ajak Saga menyelipkan jari-jarinya di antara jari-jariku.
Saat melewati kedua bodyguard yang berjaga tampak mereka tersenyum sopan dan mempersilahkan kami masuk. Tak lupa, koper yang kami bawa tadi kini di bawakan oleh salah satu di antara mereka.
"Kalian sudah sampai?" tiba-tiba Mama mertuaku muncul saat kami sudah berada di dalam rumah.
"Iya, Ma. Tadi agak macet waktu jalan kesini," ujar Saga menyalimi tangan Mama dan akupun demikian bersalaman dengan Mama.
"Gapapa, yang penting kalian berdua sudah sampai di rumah," sahut mertuaku. Aku tak tau harus berkata apa untuk menyapa Mama mertuaku itu, tapi ku ingat tadi titipin dari Ibu yang kebetulan aku sendiri yang bawa.
"Ma, ini ada titipan dari Ibu, katanya brownies sama rendang," ujarku memberikan pada Mama mertuaku itu yang langsung di sambut dengan hangat.
"Ya ampun, kenapa repot-repot segala. Tapi, makasih loh, sampaiin ke Ibumu ya."
"Iya Ma, gapapa. Ibu ga merasa repot kok, malahan senang, Ibu juga nitip salam buat Mama sama Papa," ujarku sedikit gugup berhadapan dengan Mama Saga.
"Iya, kalian istirahat dulu di kamar ya, ga lama lagi Papa udah pulang, nanti kita makan sama-sama, Mama sengaja mau masak banyak buat kalian," ujar Mama Saga tersenyum.
"Makasih, Ma. Kalau gitu aku sama Kara pamit keatas dulu yaa," ucap Saga di angguki oleh Mama mertuaku itu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Tadi setelah membereskan baju-baju kami ke dalam lemari aku pun berniat turun ke bawah untuk membantu mertuaku. Walaupun tadi di halangi Mas Saga yang tidak membiarkan aku pergi, tapi pada akhirnya laki-laki itu pun mengalah.
Aku berniat ke dapur untuk membantu mertuaku menyiapkan makan malam. Ku lihat Mama dibantu oleh dua orang yang aku tebak mereka adalah art di rumah ini.
"Ma, ada yang bisa aku bantu?" ujarku saat berada di dekat mertuaku itu. Wanita paruh baya itu langsung menoleh padaku.
"Emangnya kamu bisa?"
"Iyaa, Ma. Aku bisa kok bantu dikit-dikit, Mama mau di bantuin apa?" tanyaku lagi sedikit kikuk.
Mama kembali menatapku seperti tidak yakin. "Hm, itu goreng ayam," ujar Mama menunjuk ayam yang sudah di marinasi siap untuk di goreng.
"Iyaa, Ma," sahutku mengambil wajan untuk di pakai menggoreng, lalu Mama ku lihat mengerjakan masakan lainnya yang cukup banyak.
Tak ada obrolan lagi, akupun asik menggoreng saat Mama kembali menarik atensiku.
"Kamu ga balik lagi kan ke Jakarta?" tanya Mama yang sedang menumis capcai.
"Hari minggu aku udah balik lagi kesana, Ma, karna cuma dapat libur seminggu."
Mama terlihat mengangguk mendengar penjelasanku. "Susah nanti kalau kamu masih kerja, kalian pengantin baru dan kalian udah pisah rumah aja. Nanti kalau udah di sana minta surat resign, biar kamu bisa ngurus Saga."
"Aku masih ada kontrak setahun Ma, ga bisa kalau langsung ambil surat resign gitu aja," ujarku sedikit gugup. Aku merasakan jantungku berpacu dengan cepat saat Mama tadi mengucapkan kata resign.
"Harus ambil dong, masa kamu ninggalin Saga disini terus kamu malah ke Jakarta buat kerja? Kamu ga usah kerja, suami mu itu bisa jamin hidup kamu dan yang perlu kamu lakuin itu cuma ngurusin semua kebutuhannya."
"Saya ga mau tau yaa, kamu harus ambil surat pengunduran diri secepatnya. Saga udah nyiapin semua keperluan kamu, rumah juga udah di beliin, nanti kamu juga jangan kb secepatnya ajak Saga program hamil biar kalian cepat punya anak," ujar Mama lagi dan berlalu di hadapanku membawa capcai yang sudah siap di hidangkan di atas meja.
Aku tak menyahuti perkataan mertuaku itu, rasanya mataku sudah memanas ingin mengeluarkan air mata. Aku baru saja menikah, dan aku langsung saja di tuntut ini itu dan harus mengorbankan impianku sendiri. Aku tidak siap jika hanya diam mengurusi rumah, suami dan anak nanti.
Karna melamun sampai tangan ku tak sengaja terkena wajan panas saat ingin membalik ayamnya membuatku mengaduh kesakitan. "Aduhh," ringisku berlalu ke wastafel untuk mengguyur dengan air agar tidak terlalu panas.
"Kenapa, Mbak?" tanya salah satu art yang sudah terlihat sedikit tua saat mendengar keluhanku.
"Ini Bi, ga sengaja kena wajan," ujarku menatap punggung tanganku yang melepuh
"Saya ambilkan salep yaa, Mbak?" tanya art satunya lagi yang terlihat seumuran denganku atau mungkin mereka adalah anak dan Ibu?
Sebelum aku menjawab Mama sudah datang kembali. "Ada apa ini?" tanyanya menatap kami satu persatu.
"Itu nyonya, tangan istrinya Tuan Saga kena wajan," sahut art yang sudah paruh baya itu.
"Kamu kok ga becus banget di suruh goreng ayam doang, sana balik ke kamar obatin itu tangan kamu," ucap Mama mertuaku yang terlihat kesal.
Aku jadi tidak enak dan merasa takut. "Gapapa, Ma. Aku masih bisa lanjutin masaknya," sahutku terlihat baik-baik saja padahal aku masih merasakan panas dan sakit di punggung tanganku.
"Yaudah terserah kamu, yang penting saya udah nyuruh kamu balik," ujar Mama dengan raut wajah tidak sukanya. Dia lalu berjalan membantu pekerjaan yang lain. Aku pun mengangguk dan kembali menggoreng ayam yang hampir selesai, sambil meringis sesekali.
Dari cara Mama berbicara padaku lalu menyuruh ku untuk cepat-cepat berhenti bekerja seperti aku bisa menebak bahwa Mama sedikit tidak suka padaku, atau hanya perasaan ku saja? Mungkin mood Mama sedang tidak baik? Rasanya aku ingin pergi dari tempat ini lalu menumpahkan sesak yang ku tahan sedari tadi