Kinan ibu muda berumur dua puluh enam tahun harus terjebak pada hubungan terlarang dengan seorang laki- laki karena keadaan ekonomi keluarganya yang sedang kacau. Dia terpaksa meminjam uang untuk biaya operasi sang anak dengan imbalan menyerahkan tubuhnya pada laki- laki tersebut karena dia tidak mampu mengembalikan uangnya. Sedangkan sang suami yang sejak dua tahun kena PHK harus kerja serabutan tiba- tiba menghilang entah ke mana. Mampukah Kinan menjalani hari- harinya seorang diri di tengah permasalahan yang tiada habisnya...?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Almira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Merasa Kotor
Sudah menjadi rutinitas Kinan, setiap dua hari sekali dia akan mendatangi apartement Andrew untuk membayar hutang dengan tubuhnya.
Setelah pergulatan panasnya sebanyak dua ronde Kinan kini terkulai lemas di atas ranjang sembunyi di bawah selimut. Badannya terasa remuk redam setelah digempur habis- habisan oleh Andrew yang tidak ada capeknya setiap kali melakukan penyatuan.
Walaupun demikian Kinan merasa bahagia karena di balik tubuhnya yang kini merasa lelah dia telah merasakan kenikmatan yang luar biasa yang masih bisa dia rasakan sampai detik ini. Dia tidak merasa bosan melayani Andrew justru dia menginginkan lagi dan lagi. Hatinya akan selalu berdesir bila mengingat rasa nikmat itu.
Sementara itu Andrew sudah rapi dengan pakaian kantornya. Dia lalu menghampiri Kinan yang masih terbaring di tempat tidurnya.
"Babby, saya berangkat ke kantor ya, kamu istirahat..." ucap Andrew sambil mengecup kening Kinan.
"Hem eh.." jawab Kinan masih dengan memejamkan mata.
Andrew pun tertawa pelan melihat Kinan yang menurutnya sangat menggemaskan lalu dia mengecup bibirnya. Kemudian Andrew pun pergi ke kantor.
Sekitar satu jam Kinan tertidur lalu dia pun bangun. Seperti biasa dia lalu membersihkan diri di kamar mandi kemudian bergegas untuk pulang. Tak lupa dia mengambil amplop coklat di nakas yang telah Andrew sediakan untuknya sebagai bonus.
Kinan berjalan pulang ke rumahnya. Walaupun kakinya masih sedikit gemetar dia paksakan untuk jalan pelan- pelan.
Sampai di depan rumah dia melihat Raka sedang bersama bu Rahmi.
"Ibu..." seru Raka senang melihat sang ibu pulang. Raka pun lari menghampiri sang ibu lalu memeluknya.
"Duh anak ibu , hari ini nggak nakal kan..?" tanya Kinan membalas pelukan sang putra.
"Enggak, Raka nggak nakal.." jawab Raka.
"Nggak dong, Raka nggak pernah nakal, Raka kan anak soleh..." sahut bu Rahmi.
"Makasih ya bu, sudah jagain Raka..."
"Sama- sama Kinan..."
Kinan merasa bersyukur mempunyai tetangga baik seperti bu Rahmi yang sering sekali membantunya. Kinan pun tidak pelit sama bu Rahmi, dia sering membalikan makanan atau pun barang seperti baju atau kerudung sebagai ucapan terima kasih. Karena bu Rahmi selalu menolak jika dikasih uang.
"Kinan, ibu perhatikan setiap pulang kerja kok kamu kelihatan kecapekan gitu. Memangnya kerjaan kamu berat ya..? Apa aja sih kerjaan kamu di sana...?" tanya bu Rahmi.
"Ehmm...i..iya bu, kerjaan Kinan banyak banget di sana , dari mulai masak, nyapu, ngepel pokoknya pekerjaan rumah tangga deh. Apa lagi majikan saya itu nggak mau kalau bajunya dicuci dengan mesin cuci. Maunya pake tangan takut bajunya rusak. Makanya badan Kinan pada pegal- pegal..." jawab Kinan bohong.
"Oh, pantesan kamu terlihat capek kayak gitu. Ya udah sana kamu istirahat sana..." sahut bu Rahmi.
"Iya bu..."
"Eh tunggu Kinan, nanti sore ada pengajian ibu- ibu, ikutan yuk, kamu kan udah lama nggak ikut ngaji..." ucap bu Rahmi.
"Ehm.. Kapan- kapan lagi aja deh bu, hari ini Kinan capek banget mau istirahat aja..." jawab Kinan.
"Oh ya sudah deh nggak papa, tapi bener ya kapan - kapan disempetin buat ngaji lagi...."
"I..iya bu..."
Kinan pun lalu masuk ke dalam rumah untuk istirahat. Mengingat ucapan bu Rahmi Kinan hanya tersenyum getir. Dia bukannya tidak mau datang ke pengajian . Tapi Kinan merasa malu pada diri sendiri. Apa pantas dia yang kotor ini datang ke tempat ngaji..?
...----------------...
Sementara itu Rangga kini sudah bisa berjalan tanpa alat bantu walapun masih pelan- pelan. Tapi itu sudah membuat dirinya senang. Rangga pun tak lelah untuk terus berlatih dan berlatih. Tentu saja tak lepas dari bantuan bu Ratih dan juga Vivi. Kedua perempuan itu yang selalu menyemangati Rangga.
Malam hari Rangga terlihat gelisah dalam tidurnya. Sepertinya dia sedang mimpi buruk.
"Kinannn....!" Rangga tiba- tiba teriak dan bangun dari tidurnya.
Nafasnya tersengal- sengal seperti habis berlari ratusan meter.
Dalam mimpinya dia melihat Kinan dibawa pergi oleh laki- laki yang entah siapa Rangga pun tidak tahu. Rangga memanggil- manggil Kinan tetapi Kinan tidak memperdulikannya dan terus pergi bersama laki- laki itu.
"Haahhh... Ternyata aku mimpi..Kinan, di mana kamu..? Di mana anak kita..? Aku ingin bertemu denganmu Kinan. Walapun aku belum mengingat kamu, tapi aku begitu merindukanmu dan anak kita Kinan..." ucap Rangga.
Rangga lalu membaringkan tubuhnya kembali ke tempat tidur. Dia mencoba mengingat Kinan dan anaknya, tapi belum juga dapat mengingat apapun. Dia hanya mengingat wajah Kinan saat bertemu di parkiran rumah sakit.
"Kalau benar perempuan dan anak kecil yang aku lihat di parkiran rumah sakit itu adalah istri dan anakku, beruntung sekali aku mempunyai istri yang cantik dan anak yang lucu menggemaskan. Ya Alloh, kembalikan lagi ingatanku dan pertemukan lah lagi aku dengan mereka. Aku merindukan mereka ya Alloh.." ucap Rangga dalam hati.
Keessokan harinya seperti biasa Rangga berlatih berjalan dengan di temani Vivi. Kali ini Rangga ingin berjalan di jalan kompleks rumahnya. Hari ini hari minggu jadi jalan komplek terlihat cukup rame oleh warga sekitar yang sedang olah raga pagi. Ada yang jalan santai, lari, dan juga naik sepeda keliling kompleks.
Rangga berjalan dengan pelan didampingi oleh Vivi. Mereka terlibat obrolan ringan dan sesekali mereka pun tertawa bersama.
"Rangga, lihatlah wajahmu berkeringat. Kamu capek ya...?" ucap Vivi sambil mengusap keringat di dahi Rangga. Rangga pun hanya tersenyum dengan perlakuan Vivi yang penuh perhatian.
"Sebentar ya aku beli tisu dulu di warung itu. Kamu tunggu di sini aja ya..." ucap Vivi menunjuk sebuah warung tak jauh dari mereka berdiri.
Vivi berjalan ke arah warung untuk membeli tisu, sedangkan Rangga menunggu di pinggir jalan. Iya dia memang terlihat capek karena kakinya belum terbiasa untuk jalan terlalu lama.
Tanpa Rangga sadari dari arah belakang ada ibu- ibu yang sedang belajar mengendarai motor tetapi dia tidak bisa mengendalikan laju motornya.
"Awasss... Awas... Minggirrr..." teriak ibu- ibu tersebut.
"Gubrakkk...." suara motor menabrak Rangga lalu roboh ke aspal.
Rangga terpental ke selokan. Sedangkan ibu pengendara motor itu jatuh bersama motornya ke aspal.
"Auwww..." Rangga merintih kesakitan lalu pingsan.
Vivi dan warga sekitar pun kaget mendengar suara yang cukup keras itu.
"Rangga...!" seru Vivi yang masih berada di warung langsung lari ke arah Rangga.
Beberapa warga pun berlarian kemudian menolong Rangga dan ibu tersebut.
"Rangga..Rangga bangun Rangga..." Vivi panik melihat dahi Rangga yang mengeluarkan darah segar.
Seorang warga lalu memanggil ambulance untuk membawa Rangga ke rumah sakit. Tak lupa Vivi pun mengabari bu Ratih. Dengan segera bu Ratih menyusul mereka karena tempat kejadian tak jauh dari rumahnya hanya sekitar dua ratus meter saja.
Lima belas menit kemudian ambulance pun datang. Rangga segera dibawa ke rumah sakit.
Di depan ruang IGD Rangga pun segera ditangani oleh dokter. Vivi dan bu Ratih pun panik dan hanya mondar- mandir di luar ruang IGD. Tak henti- hentinya Vivi menangis sambil meminta maaf kepada bu Ratih karena lengah dalam menjaga Rangga hingga Rangga mengalami kecelakaan untuk yang kefua kalinya.
Bu Ratih pun tidak marah pada Vivi karena dia tahu Vivi pun sebelumnya sudah melarang Rangga untuk jalan- jalan ke jalanan kompleks. Tapi Rangga tetap memaksa.
Tak berselang lama dokter pun keluar dan memberitahu kondisi Rangga. Kata dokter Rangga tidak mengalami luka serius hanya saja dahinya harus dijahit karena robek. Dan itu pun tidak perlu dikhawatirkan.
Tapi dokter menyarankan Rangga untuk dirawat satu atau dua hari untuk observasi karena Rangga mengeluh pusing. Jadi biarkan dia untuk istirahat di rumah sakit.
Setelah dipindahkan ke ruang perawatan bu Ratih dan juga Kinan segera menemui Rangga. Terlihat Rangga sedang tidur pulas di ranjang pasien.Vivi segera menghampiri Rangga lalu meraih tangannya. Dia menatap Rangga dengan tatapan sedih dan merasa bersalah. Air matanya pun mengalir di kedua pipinya.
"Vivi, kenapa kamu menangis..? Kan tadi dokter bilang kalau Rangga nggak papa hanya butuh istirahat saja..." ucap bu Ratih sambil mengusap pundak Vivi.
"Tapi Vivi kasihan sama Rangga tante. Belum juga sembuh tapi dia harus mengalami semua ini. Ini semua karena Rangga tante..." Vivi menangis.
"Nggak Vivi, ini bukan salah kamu, sudahlah kamu jangan menyalahkan diri kamu sendiri..."
"Sudah , kamu jangan menangis terus, nanti kalau Rangga bangun dan lihat kamu nangis Rangga akan sedih.. Sekarang kamu istirahat saja dan duduk lah di sofa sana..."
"Iya tante..."
Satu jam lamanya Rangga tertidur, dia pun terbangun. Dia mengerjapkan matanya beberapa saat. Melihat pergerakan dari sang putra, bu Ratih yang sedang duduk di sofa bersama Vivi pun mendekat ke arah Rangga. Sementara Vivi tertidur karena merasa capek.
"Rangga, kamu sudah bangun nak..?" tanya bu Ratih.
Rangga pun menoleh ke arah sang ibu.Lalu dia menatap sang ibu beberapa saat.
"I..ibu..?" Rangga merasa kaget melihat sang ibu.
Bu Ratih pun heran melihat reaksi Rangga ketika kaget melihat dirinya. Ekspresi Rangga seperti baru pertama kali melihat sang ibu.
"Iya nak, ini ibu, kamu kenapa kamu kok seperti kaget melihat ibu...?"
"Ibu.. Ibu apa kabar bu..?"
"Ibu baik- baik saja.."
"Ibu.. Maafkan Rangga bu..." Rangga memeluk bu Ratih sambil menangis. Bu Ratih pun bertambah heran ada apa dengan putranya ini.
"Maafkan Rangga sudah meninggalkan ibu... tolong maafkan semua kesalahan Rangga bu..." Rangga melepas pelukannya lalu menciumi tangan sang ibu.
"Rangga, kamu sudah mengingat semuanya..?" tanya bu Ratih.
"Mengingat semua..? Maksud ibu apa..?"
"Nak, selama hampir tiga bulan ini kamu hilang ingatan nak karena kamu mengalami kecelakaan..." ucap bu Ratih.
Lalu bu Ratih menceritakan semua kejadian yang menimpa Rangga, hingga Rangga berangsur membaik yang tak lepas dari peran Vivi. Rangga pun kaget.
Rangga pun mencoba mengingat semua kejadian sebelum dia mengalami kecelakaan. Iya, dia mengingat semua itu. Waktu itu dia hendak menolong anak kecil berumur sekitar empat tahun yang akan tertabrak mobil tetapi malah dia sendiri yang tertabrak mobil tersebut.
Dia juga ingat dia baru pulang kerja di Bandung dan hendak pulang ke Jakarta. Dia membawa uang hasil kerjanya tujuh ratus ribu dan akan dia berikan pada istrinya yaitu Kinan untuk membayar sewa rumah.
"Kinan..Kinan.. Ibu, di mana Kinan bu...? Aku harus ketemu sama Kinan sekarang bu, uang..? Uangku mana bu..? Uang aku untuk membayar sewa rumah..? Mana uangku bu..? Kalau aku tidak segera membayar uang sewa rumah, Rangga dan Kinan serta Raka akan diusir dari rumah kontrakan bu..." ucap Rangga begitu panik dan khawatir.
"Rangga tenang dulu Rangga tenang... Kamu masih sakit... Lihatlah dahi kamu baru saja dijahit karena luka. Kata dokter kamu harus istirahat....'' sahut bu Ratih mencoba menenangkan Rangga.
"Nggak bu, Rangga harus ketemu Kinan sekarang..." ucap Rangga lalu mencabut jarum infus yang menancap di tangan kirinya. Lalu dia pun bangun dari tempat tidur.
Tapi tiba- tiba kakinya merasa sakit dan dia pun jatuh ke lantai.
"Auww..."
"Rangga...!" seru bu Ratih hingga Vivi yang tertidur pulas pun kaget dan bangun.
"Ada apa tante..?" Vivi panik.
"Tolongin Rangga, dia jatuh..." jawab Bu Ratih sambil mencoba membangunkan Rangga.
Bersambung...
🌺🥰 Mohon dukungannya ya..🌺🥰