Spin off DELMAR
Gadis baik-baik, bertemu dengan badboy sekolah. Sepuluh kali putus, sepuluh kali juga balikan. Seperti itulah hubungan cinta antara Naomi dan Aiden. Perbedaan diantara mereka sangar besar, akankah cinta mampu mempersatukan mereka?
"Naomi hanya milik Aiden. Tidak ada yang boleh miliki Naomi selain Aiden. Janji," Aiden mengangkat kelingkingnya.
"Janji." Tanpa fikir panjang, Naomi menautkan kelingkingnya pada kelingking Aiden.
Janji gila itu, membuat Naomi selalu gagal move on.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PARTY
"Boleh ya, Mah." Naomi terus merengek, membujuk mamanya agar diberi izin menginap di rumah Cella.
"Enggak! Mama bilang enggak ya enggak."
Naomi membuang nafas berat. Ini sudah hari ke-3 dia membujuk wanita yang telah melahirkannya itu, tapi hasilnya tetap sama, gagal. Mamanya memang susah untuk urusan perizinan, apalagi sampai menginap.
"Kalau emang mau nginep, biar Cella dan lainnya saja yang nginep disini," saran Mama Zalfa yang saat itu tengah mencuci buah. Wanita yang sedang menggalakkan hidup sehat itu, memang tak pernah absen minum jus buah dan sayur tiap harinya. Dan kebiasaannya itu, dia tularkan pada Naomi dan Nayla.
"Kamar aku gak terlalu luas, Mah, gak muat buat tidur banyak orang. Kami itu mau pajamas party ber-enam, Mah."
Mama Zalfa menghela nafas panjang, meletakkan mangkuk berisi buah di atas meja dapur, lalu menatap Naomi. Bingung, bagaimana caranya harus memberitahu anak gadisnya tersebut jika dia khawatir saat Naomi berada jauh dari jangkauannya. Pergaulan anak zaman sekarang sangat meresahkan, makanya dia memilih memasukkan anak-anaknya ke pondok. Dan untuk Naomi, dia sedikit lebih bandel dari Nayla, jadi perhatian dan penjagaan pada gadis itu harus lebih ketat.
"Kenapa sih, harus bikin acara kayak gitu?" Mama Zalfa kurang suka dengan acara party-party seperti itu. "Kenapa malam minggu, gak bikin acara tadarus saja, lebih jelas manfaatnya."
Naomi memutar kedua bola matanya. "Ya gak bisa, Mah. Nom itu sekolah di sekolah umum, yang bahkan beberapa siswanya nonis. Ya gak bisa dong acara gituan. Boleh ya, Mah. Lagian acaranya juga gak macem-macem kok. Kami cewek-cewek cuma mau sharing, maskeran bareng, bbq, ngepang rambut, pokoknya semuanya berbau ceweklah, Mah."
Telinga Mama Zalfa sampai panas 3 hari ini terus mendengar rengekan Naomi, sampai akhirnya, dia menyerah. "Ya sudah." Tapi percayalah, dengan memberi izin, telinganya memang aman, tapi tidak dengan hatinya, karena dia akan merasa khawatir saat nantinya Naomi menginap.
"Yey... " Naomi langsung memeluk mamanya. "Makasih banyak Mama tersayang."
"Tapi janji," Mama Zalfa melepas pelukan Naomi, memegang kedua bahunya. "Gak ada acara yang melenceng. Ngundang cowok misalnya, atau... melihat konten dewasa." Berita akhir-akhir ini, membuat dia worry. Mulai banyak anak-anak yang bisa mengakses konten dewasa, yang akhirnya bisa mengakibatkan kecanduan. "Kamu wanita muslimah, jaga diri dengan baik."
Naomi mengangguk, "Iya, Mah." Dia tersenyum, tapi sesungguhnya, hatinya sedang menjerit saat ini. Dia telah berhasil, berhasil menipu mamanya.
...----------------...
Jantung Naomi berdegup sangat kencang saat dia ada di depan sebuah club malam bersama Aiden. Jam 10 malam, jam yang biasanya, dia sudah rebahan di atas ranjang empuknya, tapi malam ini, dia berada di tempat yang tak seharusnya. Jam 9 tadi, mamanya video call, saat itu, dia memang masih berada di rumah Cella. Tapi setelah itu, dia langsung cabut dengan Aiden.
"Maaf, Mas, gak bisa, takut nanti ada yang mem viralkan," ujar satpam yang berjaga.
Naomi yang berdiri agak jauh, mendekati Aiden yang sedang mengobrol dengan satpam. "Ada apa, Ai?"
Aiden menggeleng. "Gak dibolehin sama kunyuk ini pakai hijab," dia menunjuk dagu pada kepala satpam.
"Emang gitu aturannya, Mas," satpam tersebut kembali bicara. "Kami bisa dimarahin bos kalau ngizinin cewek pakai hijab masuk."
"Halah, bokap urusan gue. Malam ini, birthday party gue, dia pasti gak keberatan," Aiden memaksa.
"Gak, Mas, kami gak berani. Atau gini aja, Mas Aiden telepon bos."
Aiden garuk-garuk kepala, bingung harus seperti apa. Papanya itu sangat tegas cenderung galak. Bisa dipastikan, tak akan mengizinkan. Lagian nanti malah akan muncul banyak pertanyaan, siapa cewek berhijab itu. Takutnya nanti malah ada masalah sama Naomi.
"Gimana, Yang, kamu gak keberatan lepas hijab?"
Pertanyaan Aiden membuat mata Naomi membola. Sekalipun dalam seumur hidup, belum pernah dia membuka hijab di tempat umum.
Naomi menggeleng cepat. "Gak bisa."
Aiden memutar otak, memikirkan bagaimana caranya Naomi bisa masuk tanpa ada keributan dengan satpam. "Gimana kalau kamu pakai hoodi aku aja, ada topinya."
"Itu cuma kupluk, bukan hijab yang menutup kepala hingga dada."
"Tapi aku udah terlanjur bikin acara ultah disini, Yang," Aiden menggenggam tangan Naomi. "Banyak yang aku undang. Gak mungkin tiba-tiba aku cancel."
"Ya udah, aku gak usah ikut."
Aiden menggeleng cepat. "Gak bisa gitu dong. Kamu itu orang paling spesial di hidup aku, mana mungkin aku ultah tanpa kamu. Kamu tahukan, aku gak punya siapa-siapa. Cuma kamu yang aku punya," Aiden mengiba. "Sekali ini saja ya, mau kan lepas hijab?"
Naomi menggeleng. Ada disini saja, dia sudah merasa sangat bersalah karena sudah membohongi orang tua, gimana kalau sampai lepas hijab. Apalagi, sebelum Nayla ke Mesir bulan lalu, kakaknya itu menanti-wanti dia agar tak sampai terjerumus dalam pergaulan yang kurang baik.
"Sayang, please. Aku janji, hanya sekali ini saja."
Setelah berperang melawan hati nuraninya, akhirnya Naomi mengangguk. Dia melepas hijab, melapisi kaos lengan panjangnya dengan hoodi milik Aiden, lalu mengenakan kupluknya.
"Maaf," ucap Aiden saat melihat wajah Naomi yang seperti ingin nangis. Dia lalu memeluk gadis itu.
Naomi tak percaya ini, kakinya menginjak lantai club malam, tempat yang dalam angan pun, tak ingin dia kunjungi. Suara music yang keras membuatnya tak nyaman, juga aroma alkohol yang sangat menyengat sampai membuat mual. Dia memegang erat lengan Aiden, takut terlepas dari cowok itu. Tempat ini tak seperti tempat hiburan baginya, tapi seperti tempat yang menakutkan.
"Akhirnya yang punya acara datang juga," ucap Jordan yang sedang memegang segelas minuman. Dia dan dua orang lainnya, menghampiri Aiden. Meski agak mabuk, dia masih sadar. Dia sampai mengucek mata melihat cewek yang datang dengan Aiden. "I-ini Nom Nom."
"Iyalah, cewek gue kan cuma satu." Aiden merangkul pinggang Naomi.
Fadli sampai menatap cengo. Masih tak percaya jika gadis yang biasa pakai hijab, dan terlihat seperti gadis baik-baik, hari ini tak berhijab. Sebenarnya bukan sesuatu yang wow sih, mengingat dilingkungannya juga banyak yang seperti itu. Sekolah pakai hijab, di rumah enggak. Atau kadang, banyak juga emak-emak yang hanya mengenakan hijab saat acara saja. Tapi selama ini, tidak seperti itu yang dia fikirkan tentang Naomi. Dia beranggapan jika gadis itu adalah muslimah yang taa. "Ternyata kita sebelas dua belas."
Jordan langsung ngakak. "Ketemu yang se frekuensi kayaknya."
Sebenarnya, Naomi juga agak aneh saja melihat Fadli ada di tempat seperti ini. Padahal dulu di sekolah, cowok itu ketua organisasi keagamaan. Seperti inikah yang namanya dunia tipu-tipu. Bahkan seseorang yang tampak sangat alim pun, ternyata tak demikian.
Seorang waiter, mendatangi Aiden membawakan minuman.
"Dia air mineral saja," ucap Aiden pada pelayan tersebut dan langsung diangguki.
"Ai, udah janji loh, gak sampai mabuk," Naomi ketar-ketir melihat Aiden mulai minum. Kalau sampai cowok itu mabuk, siapa yang akan menjaganya disini.
"Dikit doang, Yang, gak bakal mabuk." Aiden merangkul bahu Naomi, lalu mengecup puncak kepalanya. "Tenang, bakal selalu jagain kamu kok. Sedikit saja ada yang berani nyentuh kamu, habis dia sama aku."
"Aiden kalau segelas gak bakal mabuk, Nom, tenang aja," ujar Fadli yang sudah hafal dengan kelakuan temannya tersebut.
Malam semakin larut, teman-teman Aiden makin banyak yang datang. Tak hanya laki-laki, banyak dari mereka yang membawa pasangan. Rata-rata, Naomi tak kenal. Mungkin teman kuliah Aiden, atau teman tongkrongan. Aiden sudah mulai kuliah, tentu sudah makin banyak temannya.
"Hei Bro," Aiden mengangkat tangannya ke arah beberapa orang yang baru datang.
Tubuh Naomi seketika kaku melihat siapa yang datang. Habislah dia. Inikah yang namanya Tuhan tidak tidur? Dia membohongi kedua orang tuanya, tapi seseorang, mungkin sebentar lagi akan mengadukannya.
jadi nom nom
bagus aku suka, ditunggu karya barunya tor👍