Dia yang memberiku kehidupan.. tapi justru dia sendiri yang menghancurkan hidupku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nofi Aprinsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps. 24
Mendengar ucapan Bagas membuat hati Sinta terasa sakit. Namun dirinya harus bisa menahannya, karena ada anak semata wayang mereka yang masih terjaga. Sinta tidak jngin memberikan gambaran buruk kepada sang anak.
“Mas cukup! Tolong jangan membuat keributan. Aku tidak ingin Gabriel melihat pertengkaran kita, ucap Sinta.”
Sinta pun meletakkan makanan yang sebenarnya sedang ia siapkan untuk makan malam. Beranjak sambil berlalu meninggalkan dapur berniat menuju ke kamar. Namun baru beberapa langkah, sang suami kembali berbicara dengan nada mengejek. Hingga memaksa Sinta untuk berhenti.
“Kenapa? Kamu tidak ingin anak kita mendengar pertengkaran kita, tapi kamu secara sadar memperkenalkan lelaki asing kepadanya? Dimana etikamu sebagai ibu! Aaa... atau sebenarnya kamu ingin membuat lelaki bangsat itu dekat dengan anakku dan kemudian menggantikanku? Begitu?!”
“Papa, bangsat itu apa?” Tanya Gabriel polos.
Sinta langsung saja menghampiri sang anak dan membawanya ke kamarnya. Sungguh ia masih nggak habis pikir dengan ucapan sang suami. Dan malam ini, dirinya berniat untuk menyelesaikan permasalahan mereka. Untuk itu Sinta mulai membujuk sang anak agar bersedia menginap di tempat lain.
“Sayang, besok kan hari minggu. Sudah lama sekali sejak Gabi menginap d rumah kakek Teguh. Kira-kira Gabi mau tidak jika menginap di tumah kakek lagi?”
“Menginap di rumah kakek?! Mau….! Gabi happy di rumah kakek Teguh Mom. Disana banyak paman yang badan nya besar-besar kaya hulk. Tapi mereka semua baiiikkkkk banget. Gabi mau tunjukin mainan baru ini. Ayo mom cepet suruh kakek jemput Gabi!”
“Iya sayang, mommy telphone kakek dulu ya.”
Sinta pun segera menghubungi sang Paman untuk menjaga buah hatinya setidaknya malam ini agar dirinya bisa menyelesaikan masalahnya dengan sang suami.
“Halo Sinta, ada yang bisa paman bantu?”
“Halo, maaf Paman jika aku mengganggu. Tapi bisa tidak aku minta tolong? Gabriel bilang dia ingin menginap di rumah kakeknya. Mumpung besok hari minggu. apa paman tidak keberatan?”
“Tentu saja tidak. Paman senang jika Gabriel mau menginap di rumahku. Kalau begitu tunggu sebentar! Paman segera datang untuk menjemput Gabriel.”
“Baik Paman, terima kasih.”
Setelah menutup telphonnya, Sinta bergegas merapikan baju ganti dan beberapa mainan yang anaknya minta untuk di bawa.
“Gabriel sayang, tasnya sudah beres. Sekarang ayo kita tunggu di bawah, sebentar lagi kakek Teguh datang buat jemput Gabi.”
“Yey..! Kakek Teguh. Kakek Teguh. Ayo cepetan mom! Ucap Gabriel sambil berlari mendahului sang ibu.”
Sesampainya di bawah, tidak sengaja Sinta mendengar percakapan sang suami dengan Bibinya melalui sambungan telephone.
“Maaf Bibi, bukannya saya tidak peduli. Tapi seharian ini saya benar-benar di sibukkan dengan banyaknya pekerjaan kantor. Jadi saya tidak sempat membalas pesan Bibi ataupun pesan Sofi, ucap Bagas di sela-sela percakapannya.”
Sinta tidak menghiraukannya. Ia lebih memilih berlalu keluar rumah karena di saat yang bersamaan, Pamannya datang untuk menjemput putra kesayangannya.
“Kakek!” Ucap Gabriel semangat dan langsung membaur kepelukan kakeknya.
“Jagoan kakek. Kesayangan kakek,” balas Pak Teguh sambil memeluk jagoan kecilnya lembut.
“Ayo masuk ke mobil dulu bersama paman hulk, kakek mau pamitan dulu sama mommy kamu.”
Setelah Gabriel masuk ke dalam mobil miliknya, ia pun menghampiri Sinta dan bertanya.
“Paman senang jika Gabriel menginap di rumah Paman. Tapi Paman ingin bertanya, apa terjadi sesuatu antara kau dan pak Bagas?”
“Hmm...Paman, aku tahu Paman sangat peka terhadapku. Memang ada sedikit kesalahpahaman di antara kami, tapi Paman tidak perlu khawatir. Aku bisa menyelesaikannya sendiri.”
“Baiklah, Paman percaya. Kalau begitu Paman pergi dulu, jaga diri baik-baik.”
“Iya Paman. Tolong titip Gabriel. Jika dia nakal, Paman boleh jewer telinganya,” ucap Sinta bercanda.
“Jangan khawatir, Gabriel anak yang manis. Dia sama sepertimu saat kamu masih kecil dulu.”
Dan setelah sang Paman pergi dengan membawa buah hatinya, ia kembali masuk ke dalam rumah. Namun ternyta sang suami baru saja menyelesaikan panggilannya telephonnya.
“Baik Bi, saya segera datang.”
Bagas mulai mengambil jaket dan kunci mobilnya untuk bersiap pergi.
“Mas, tunggu! Mas mau kemana?”
“Ada hal yang harus mas tangani.”
“Tidak! Aku tidak mengijinkan mas pergi malam ini,” ucap Sinta tegas, sambil berdiri menghalangi langkah sang suami.
“Sinta, ada hal penting yang harus mas tangani malam ini. Tolong minggir.”
“Hal penting apa? Apa itu tentang Sofi?”
Bagas terdiam, ia tidak mengiyakan ataupun mengelak.
Hingga Sinta pun kembali bersuara, “Aku tahu mas, Bibi menghubungimu karena Sofi sendirian kan mas di kontrakannya?! Kenapa tidak Bibi saja yang mengurusnya, kenapa harus kamu mas?! Apa artinya Sofi untukmu mas? Jawab! Kamu tahu betapa sakitnya aku melihat suamiku begitu perhatian kepada mantan kekasihnya. Suamiku sendiri begitu mengkhawatirkan wanita lain bahkan sampai melupakan istrinya sendiri. Kenapa mas, jawab kenapa?!”
“Mas hanya ingin melindunginya. Itu saja! Kau tahu dia baru saja mengalami musibah. Sekarang dia sedang ketakutan, bagaimana jika ada orang yang kembali mencelakainya?! Seharusnya sebagai seorang wanita, kamu lebih pengertian terhadap wanita lainnya.”
“Oh! Jadi aku yang harus mengerti jika ada wanita lain yang mencoba merebut suamiku, begitukah?!”
“Cukup Sinta! Dia tidak merebut siapapun. Bahkan dia sangat baik kepada kita, dia selalu mempertimbangkan untuk kebahagiaan kita.”
“Kepada kita? Kepadamu mas! Hanya kepadamu. Jika dia memang baik, dia tidak akan melibatkan suami orang lain kedalam kehidupannya mas!”
“Sudahlah. Mas capek berdebat denganmu,” ucap Bagas sambil melangkah maju mendekati pintu.
“Mas berhenti! Bukankan seorang suami yang pergi meninggalkan istrinya sendiri untuk pergi kerumah wanita lain itu di sebut murahan?!”
Bagas menghentikan langkahnya, ia bahkan sempat berbalik untuk menatap sang istri. Namun lagi-lagi handphonenya berdering, dan sudah pasti dari siapa lagi jika bukan Sofi sang mantan kekasih.
“Mas, cepetan aku takut! Aku takut mas,” ucapnya dalam sambungan telephon.
“Mas segera kesana, ucap Bagas singkat.”
Tanpa kata sedikit pun Bagas kembali berbalik membuka pintu, dan tetap melanjutkan niatnya pergi begitu saja meninggalkan sang istri yang masih syok tak percaya. Sungguh kejadian yang tak pernah Sinta bayangkan sebelumnya. Suaminya tak mempedulikan perasaannya dan lebih memilih wanita lain. Hatinya terasa sangat pedih. Iapun hanya bisa terduduk lemas di lantai sambil menangis pilu. Apakah setelah ini dirinya benar-benar akan kehilangan sang suami. Sungguh ia tak mampu berpikir sekarang. Bayangan-bayangan buruk mulai memenuhi pikirannya. Apa yang akan Sofi lakukan kepada suaminya, serta bagaimana jika suaminya tergoda. Dan apakah sang suami akan memilih mantan kekasihnya kembali dan berniat untuk meninggalkannya seperti apa yang Bibi Salamah katakan.
Sinta mulai panik, tiba-tiba tangannya bergetar di tambah jantungnya berdetak sangat cepat. Nafasnya mulai sesak dan kepalanya berkunang-kunang. Hingga akhirnya Sinta pun pingsan.
———
Hai para pembaca.
Semoga karyaku bisa menghibur kalian semua.
Tolong dukungannya untuk like dan koment tentang kesan dan pesan kalian. Sebelumnya terima kasih. Semoga kita selalu di berikan kesehatan. Aamiin.
Si shinta bloon, si bagas pilnplan
jangan lupa mampir juga di novel aku
" bertahan luka"
Terima kasih