Di dunia di mana kekuatan adalah segalanya, Liu Han hanyalah remaja 14 tahun yang dianggap aib keluarganya. Terlahir dengan bakat yang biasa-biasa saja, dia hidup dalam bayang-bayang kesuksesan para sepupunya di kediaman megah keluarga Liu. Tanpa ayah yang telah terbunuh dan ibu yang terbaring koma, Liu Han harus bertahan dari cacian dan hinaan setiap hari.
Namun takdir berkata lain ketika dia terjebak di dalam gua misterius. Di sana, sebuah buku emas kuno menjanjikan kekuatan yang bahkan melampaui para immortal—peninggalan dari kultivator legendaris yang telah menghilang ratusan ribu tahun lalu. Buku yang sama juga menyimpan rahasia tentang dunia yang jauh lebih luas dan berbahaya dari yang pernah dia bayangkan.
Terusir dari kediamannya sendiri, Liu Han memulai petualangannya. Di tengah perjalanannya menguasai seni bela diri dan kultivasi, dia akan bertemu dengan sahabat yang setia dan musuh yang kejam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YanYan., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Petunjuk Baru dari Buku Emas
Setelah pertarungan berat melawan Ling Bai dan percakapan mengejutkan dengan Li Cao, Liu Han memutuskan untuk kembali fokus pada kultivasinya. Luka-lukanya dari duel perlahan pulih berkat pil pemulihan tingkat tinggi yang dia miliki, tetapi dia tahu bahwa kekuatan yang dia miliki saat ini masih belum cukup untuk menghadapi tantangan yang lebih besar di Sekte Pedang Langit.
Liu Han mengunci dirinya di ruang kultivasi pribadinya, memanfaatkan energi spiritual yang melimpah di lingkungan sekte. Dengan dantiannya yang sudah penuh dari latihan sebelumnya, dia mulai mendorong energinya untuk menerobos ke ranah Qi Condensation.
Energi spiritualnya berputar dengan cepat, seperti pusaran angin yang semakin kuat. Dantiannya terasa seperti lautan energi yang mendidih, bersiap untuk melewati penghalang besar berikutnya. Dengan dorongan terakhir yang kuat, penghalang itu pecah, dan aliran energi baru mengalir dengan lancar di seluruh tubuhnya.
Aura Liu Han berubah drastis. Energi spiritualnya menjadi lebih pekat, lebih terkendali, dan lebih kuat. Tubuhnya terasa ringan, tetapi dipenuhi dengan kekuatan baru yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.
“Qi Condensation,” gumam Liu Han sambil membuka matanya. “Akhirnya aku mencapainya.”
Namun, sebelum dia sempat merayakan, buku emas yang menyatu dengan tubuhnya kembali bereaksi. Cahaya keemasan lembut menyelimuti tubuhnya, menarik kesadarannya ke dalam dunia misterius buku itu.
Liu Han berdiri di hadapan buku emas yang kini terbuka pada halaman ketiga. Tulisan-tulisan bercahaya mulai muncul perlahan, membentuk dua kolom berisi petunjuk teknik baru.
Teknik Pedang Musim Gugur
- Gerakan Pertama: Tarian Senja.
"Teknik pedang yang memadukan kecepatan dan keindahan, menciptakan gelombang energi seperti dedaunan yang berguguran. Setiap gerakan membawa kehancuran yang tenang tetapi mematikan."
Teknik Tinju Cahaya
- "Sebuah teknik serangan jarak dekat yang memanfaatkan kekuatan konsentrasi energi cahaya. Pukulan-pukulannya membawa kekuatan penghancur, cukup untuk menghancurkan musuh dengan satu serangan yang tepat."
Ketika Liu Han membaca deskripsi itu, ingatan pemilik sebelumnya kembali terputar di dalam pikirannya.
Liu Han melihat pemilik buku emas, pria gagah dengan rambut putih panjang dan mata keemasan yang memancarkan aura mengerikan. Dia berdiri di tengah medan perang, dikelilingi oleh musuh-musuh yang tampak seperti prajurit iblis.
Dengan satu gerakan pedangnya, dia meluncurkan Tarian Senja. Gelombang energi berbentuk dedaunan emas berputar di udara, menghancurkan puluhan musuh dalam satu serangan. Setiap gerakan tampak seperti tarian yang anggun tetapi mematikan.
Ketika musuh mendekat, pria itu mengaktifkan Teknik Tinju Cahaya. Dengan satu pukulan, sebuah ledakan energi emas menghancurkan musuh yang mendekat menjadi debu. Medan perang berubah menjadi lautan cahaya, menyisakan hanya sang pemilik buku emas yang berdiri dengan gagah.
Ingatan itu begitu nyata hingga Liu Han merasakan kekuatan yang luar biasa dari teknik-teknik itu. Namun, dia juga merasakan kelelahan mendalam yang dialami pemilik buku emas, seolah-olah kekuatan itu membawa beban yang tidak bisa dijelaskan.
Liu Han membuka matanya, napasnya sedikit terengah. “Jadi setiap kali aku naik satu ranah besar, buku ini akan membuka petunjuk baru.”
Dia mengepalkan tinjunya, merasakan kekuatan baru di tubuhnya. Teknik-teknik itu terasa sangat kompleks, tetapi dia yakin bahwa dengan latihan, dia bisa menguasainya.
“Tarian Senja dan Tinju Cahaya”, gumamnya. “Kekuatan yang luar biasa, tetapi aku harus berhati-hati. Teknik ini mungkin memiliki batasannya sendiri.”
Liu Han berdiri, merasa bahwa kultivasinya kini telah mencapai tahap yang cukup kuat untuk menantang lebih banyak hal di Sekte Pedang Langit.
“Setiap langkah adalah bagian dari perjalanan ini,” pikirnya. “Aku akan menjadi lebih kuat, apa pun yang terjadi.”
Setelah kembali dari dunia misterius buku emas, Liu Han duduk bersila di ruang latihannya. Cahaya malam yang redup masuk melalui celah kecil di dinding, memberikan suasana tenang yang sempurna untuk berkonsentrasi.
Dia tahu bahwa menguasai teknik-teknik baru ini bukanlah hal yang mudah. Namun, semangat dan tekadnya tidak pernah goyah.
Liu Han memutuskan untuk mulai dengan Tarian Senja, teknik pedang yang terkesan elegan tetapi mematikan. Dia mengeluarkan pedangnya, memegangnya dengan kedua tangan, lalu memusatkan energi spiritualnya ke dalam bilah pedang tersebut.
Deskripsi dari buku emas terngiang di benaknya: Gerakan ini harus seperti dedaunan yang jatuh di musim gugur—halus, tetapi tak terhindarkan.
Dia mencoba gerakan pertama, mengayunkan pedangnya dengan kecepatan sedang sambil memutar energi spiritualnya. Namun, hasilnya hanya gelombang energi biasa, jauh dari apa yang dia lihat dalam ingatan pemilik buku emas.
“Tidak cukup fokus,” gumamnya.
Liu Han menutup matanya sejenak, membayangkan dedaunan yang jatuh di angin senja. Dalam pikirannya, setiap gerakan adalah bagian dari harmoni yang mengalir, tidak tergesa-gesa tetapi tak terbendung.
Dia membuka matanya dan mencoba lagi. Kali ini, gerakannya lebih halus, dan aliran energi emas mulai mengikutinya. Gelombang energi berbentuk dedaunan muncul dari bilah pedangnya, bergerak dengan keindahan yang mematikan.
“Ini… lebih baik,” kata Liu Han dengan napas terengah.
Dia terus mengulangi gerakan itu, meningkatkan kontrolnya sedikit demi sedikit. Setelah beberapa jam, dia akhirnya mampu menciptakan gelombang energi yang stabil dan cukup kuat untuk menghancurkan beberapa target latihan yang dia buat dari energi spiritual.
Setelah merasa cukup puas dengan kemajuannya dalam Tarian Senja, Liu Han beralih ke teknik kedua, Teknik Tinju Cahaya.
Teknik ini jauh lebih sulit karena melibatkan konsentrasi energi dalam jumlah besar di satu titik sebelum dilepaskan dalam bentuk pukulan yang meledak.
Dia berdiri, mengepalkan tinjunya, lalu mencoba memusatkan energi emasnya ke dalam tangan kanannya. Namun, energi itu terlalu liar dan sulit dikendalikan. Ketika dia mencoba melayangkan pukulan, energi itu meledak sebelum mengenai target, hanya menciptakan getaran kecil di udara.
“Tidak cukup fokus lagi,” pikir Liu Han. “Energi ini seperti matahari—kuat, tetapi harus diarahkan dengan tepat.”
Dia mengambil napas dalam-dalam, mencoba lagi. Kali ini, dia membayangkan cahaya matahari yang terkonsentrasi menjadi sinar tajam yang menusuk. Perlahan, dia memusatkan energi emasnya ke dalam tinju kanannya.
Pukulan pertama masih gagal, tetapi pada pukulan ketiga, dia berhasil menciptakan ledakan energi yang cukup untuk menghancurkan target kecil.
“Ini membutuhkan lebih banyak waktu,” gumam Liu Han, meskipun senyum tipis muncul di wajahnya.
Dia terus berlatih sepanjang malam, berulang kali mencoba menyeimbangkan energi yang masuk ke tinjunya. Pukulan demi pukulan membuat tubuhnya kelelahan, tetapi dia tidak berhenti sampai dia merasa bahwa kontrolnya semakin membaik.
Ketika fajar mulai menyingsing, Liu Han akhirnya duduk bersila, mengatur napasnya. Tubuhnya basah oleh keringat, tetapi ada kepuasan dalam hatinya.
Dia telah berhasil menguasai dasar-dasar kedua teknik itu. Meskipun dia tahu bahwa butuh waktu lebih lama untuk menggunakannya dengan sempurna dalam pertempuran, dia merasa bahwa ini adalah langkah besar dalam perjalanannya.
“Tarian Senja… Tinju Cahaya…” gumam Liu Han sambil memandangi tangannya. “Kekuatan ini akan menjadi andalanku di masa depan.”
Dengan semangat baru, dia berdiri, meregangkan tubuhnya, lalu menatap ke arah matahari yang terbit.
“Langkah selanjutnya adalah mencari kesempatan untuk menguji ini,” pikirnya. “Aku harus memastikan teknik ini benar-benar berguna di medan perang.”
Namun, di balik senyum kecilnya, ada kesadaran mendalam bahwa semakin kuat dia menjadi, semakin besar tanggung jawab dan tantangan yang akan dia hadapi.
Bersambung...
lanjut lg dong thor!