Awalnya Elodie adalah ibu rumah tangga biasa. Istri yang penurut dan ibu yang penuh kasih. Namun sebuah kecelakaan mengubah segalanya.
Sikap dan Perilaku wanita itu berubah 180 derajat. Melupakan segala cinta untuk sang suami dan putra semata wayangnya. Mulai membangkang, berperilaku sesuka hati seingatnya di saat 19 tahun. Namun justru itu memberi warna baru, membuat Grayson menyadari betapa penting istri yang diremehkannya selama ini.
"Mommy."
"Nak, aku bukan mommy kamu."
"Elodie Estelle."
"Grayson Grassel, ayo kita bercerai!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Joy Jasmine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 ~ Ayo Bercerai!
"Habislah, habislah! Jelas-jelas kemarin aku masih seorang mahasiswi sastra yang berambisi menjadi penulis terkenal. Bagaimana bisa menikah muda?" Elodie ingin menangis kencang rasanya. Semua ini masih terasa sangat tidak mungkin jika dipikirkan.
"Kemarin? Itu sudah enam tahun berlalu! Kamu yang baru semester tiga saat itu memutuskan menikah muda dengan seorang pria kaya raya. Semua orang masih mengejekmu saat itu." Clara membalas dengan wajah jenaka, memandang wajah sang sahabat yang masih tampak tidak terima.
"Eh tunggu, apa ada kemungkinan pria tua itu memaksaku? Dipikirkan bagaimana pun, semuanya terasa tidak masuk akal." Elodie terus mengelak, namun jawaban Clara membuatnya termangu.
Gadis itu menggeleng pelan yang berarti Elodie secara sukarela menikah saat itu. "Kamu bahkan meninggalkan Axel demi dia."
"Bagaimana mungkin?" pekik Elodie kaget. Axel adalah kekasih pertamanya, pria itu sangat baik, juga memperlakukannya dengan penuh kasih. Ia jadi curiga, jangan-jangan saat itu ia mengalami kebutaan hingga bisa menikah dengan seorang pria tua.
Sementara Clara tiba-tiba terdiam, gadis itu jadi ragu. "Apa aku katakan alasan dia menikah, ya?" batinnya resah, namun ia berusaha meyakinkan diri. Sebelum berkata pun ia berdehem keras terlebih dahulu untuk menetralisir rasa gugup.
"Elli, sebenarnya ...."
"Nona Clara Claire, sepertinya Anda punya banyak waktu, ya?" Perkataan Clara terputus saat sebuah suara berat menginterupsi.
Gadis itu menghela napas kasar, merasa kesal karena keberanian yang ia pupuk jadi pupus seketika. Ia menoleh, mendapati Gray berdiri di sana dengan wajah angkuhnya. Melihat itu, Clara memberi pandangan sengit.
"Waktuku apa urusannya denganmu? Eh ... justru tuan CEO Grayson Grassel yang terhormat, ada apa ini? Bukankah waktu Anda adalah uang. Sungguh luar biasa bisa bertemu Anda di sini," balas Clara sarkas, gadis itu berdecih pelan membuat Gray mengeraskan rahang.
"Aku datang untuk menjenguk istriku, apakah ada yang salah?"
"Oh? Sejak kapan Tuan Gray yang terhormat menganggap sahabat baikku ini sebagai seorang istri?"
Gray memejamkan mata, sejak dulu ia memang tidak pernah menyukai Clara. Gadis itu selalu berhasil membuatnya emosi.
"Bawa dia keluar!" titah Grayson pada asisten Al yang segera menerima tugas.
"Heh, kamu mau apa?" pekik Clara saat Al menarik tangannya.
"Menjalankan tugas."
"Apa-apaan? Aku bisa jalan sendiri! Lepaskan!" Gadis itu meronta, menghempas tangan Al dengan kuat.
"Aku pergi! Kalau dia berani menyusahkanmu lagi, ingat hubungi aku!"
"Eh, Ara, kamu." Elodie hendak menuruni tempat tidur. Namun tangannya sudah dicekal seseorang.
"Tunggu apa lagi, antarkan nona Clara keluar!" titah Grayson tapi dengan tatapan yang terus tertuju pada sang istri. Asisten Al menunduk hormat, lalu mengulurkan tangan ke arah pintu.
"Silakan!"
Clara mendengus kesal, berbalik pergi sembari menghentakkan sepatu heelsnya dengan keras.
"Ara ...."
Elodie mengangkat kepalanya untuk melihat pria yang masih memegang erat tangannya itu. Namun baru bertatapan sebentar, ia kembali menunduk.
"A-aku."
"Kata dokter, kau sudah boleh pulang!"
"Lalu?"
"Ya, pulang. Apa lagi? Sudah 10 hari sejak kau sadar. Jangan bilang kau mau tinggal di rumah sakit selamanya."
"Maksud aku. Aku pulang bersama kamu?"
Gray kembali mengeraskan rahang saat mendengar pertanyaan yang begitu bodoh menurutnya. "Kau pikir ada tempat lain yang akan menerimamu?"
Mendengar itu Elodie merasa tidak terima. Kepala yang sebelumnya menunduk kini terangkat dengan tegak. "Apa maksudmu tidak ada yang akan menerimaku? Ada Clara, Glenca, juga yang paling penting aku masih memiliki seorang kakak laki-laki."
Tanpa sadar pegangan tangan pria itu semakin mengerat hingga Elodie menepisnya. "Lepas! Kamu mau mematahkan tanganku, ya?"
Gray menutup matanya, menarik napas dalam lalu kembali memandang istri yang sebelumnya sangat penurut itu. "Dengar baik-baik! Demi menikah denganku, kau sudah putus hubungan dengan kakak laki-laki yang kau katakan itu."
"Apa? Tidak mungkin! Kak Elbert sangat menyayangiku," pekiknya dengan keras, namun wanita itu langsung terdiam ketika Gray tiba-tiba menunduk.
Elodie terus memundurkan tubuhnya saat Gray semakin mendekat. Terus seperti itu hingga ia kembali terbaring dan Gray masih tidak menghentikan gerakannya. Refleks saja ia menutup mata, membuat sang suami yang sadar akan itu tersenyum mengejek.
"Sekarang paham kan betapa kau mencintaiku? Kasih sayang kakakmu itu bahkan tidak ada apa-apanya," bisik Gray tepat di telinga Elodie kemudian mengecupnya pelan. Wanita itu sontak membuka mata, mendorong tubuh Gray dengan kuat.
"Brengsek!"
Gray tersenyum samar, menatap wajah kesal sang istri yang entah kenapa memberikannya pandangan berbeda. "Bersiaplah! Aku hanya punya waktu menunggu selama lima menit. Kalau lebih maka kau cari cara pulang sendiri!"
Elodie mengerutkan alis, menatap sebal pada pria tua yang sialnya ternyata suaminya ini.
.
.
.
"Mommy." Elodie tersentak saat turun dari mobil sudah dipanggil seperti itu. Ia memandang seorang anak kecil di depannya dengan tatapan sulit diartikan.
"Kamu panggil aku apa?" tanya Elodie hati-hati, membuat anak itu kembali mengulang panggilannya itu. "Mommy."
"KYAAAAAAA!" Elodie berteriak kencang sembari mengangkat kedua tangannya. Semua orang di sana sampai harus menutup telinga, tak terkecuali Gray. Pria itu menatap kesal sang istri setelah teriakan itu berhenti.
"Di-dia anakku?" tanya Elodie sembari menoleh pada Gray yang wajahnya semakin datar. Pria itu bergeming sebentar sebelum memijat kepalanya yang terasa berat. Ia menggeleng samar dan pergi dari sana tanpa mengatakan apa pun.
Elodie mengusap dadanya lega. "Ternyata bukan, ya?" gumamnya yang masih bisa didengar beberapa orang di sana.
Dalam sekejap kedua mata Cedric berkaca-kaca. "Mommy tidak menginginkanku lagi?" tanya anak itu kembali membuat Elodie tersentak.
Ia kembali menatap anak itu dengan bingung. Lalu berjongkok untuk menyamai tingginya, kedua tangannya menyentuh bahu Cedric dengan lembut. Menciptakan senyuman manis sang anak lelaki yang mengira Elodie, mommy-nya yang penuh kasih telah kembali.
Namun kata-kata selanjutnya yang diucapkan wanita itu benar-benar seperti menjatuhkannya dengan kejam dari langit. "Hei, Nak. Aku bukan mommy kamu."
"KYAAAAAAA!!!" Kali ini Cedric yang berteriak. Teriakan yang lebih kencang dan berulang-ulang hingga Gray yang sudah berada di dalam rumah itu memejamkan mata sembari menarik napas berat.
"Aku benci kamu!" teriak Cedric sebelum berlari masuk ke dalam rumah. Elodie kembali berdiri, menggaruk tengkuknya dengan bingung.
Wanita itu lalu mengalihkan perhatian pada asisten Al yang masih berdiri di sampingnya. Namun pria itu langsung tertawa canggung.
"Nyonya, saya masih ada pekerjaan yang harus didiskusikan dengan tuan Gray," ujarnya langsung menunduk sedikit sebelum masuk ke rumah.
Bibi Erin yang tersisa memberi senyuman aneh saat Elodie memperhatikannya. "Nyonya, saya Erin. Pengurus rumah tangga di rumah ini."
Elodie mengangguk mengerti, kemudian mendekatkan diri tiba-tiba hingga bibi Erin sedikit terkejut. "Aku bukan mommy anak tadi, benar kan?"
Mendengar itu bibi Erin menggeleng beberapa kali. "Tidak, Nyonya! Tuan muda Cedric adalah putra Anda. Putra yang Sangat Anda sayangi. Bahkan Anda masuk rumah sakit karena menolongnya."
"Hah?" Elodie menganga tidak percaya. Pantas saja anak kecil tadi itu menangis, ia juga akan menangis jika tidak diakui orangtua seperti itu.
...
Gray menyandarkan tubuh lelahnya pada kursi kerja. Akhirnya ia bisa menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda hari ini. Namun di saat baru memejamkan mata, pintu ruang kerjanya terbuka dengan kasar.
Ia menatap dingin seseorang yang berdiri di sana. Namun wanita itu sama sekali tidak menunduk seperti biasanya, justru menghampirinya dengan percaya diri dan menggebu-gebu. Seakan tengah menahan emosi yang akan meledak.
Gray membiarkannya, lelaki itu duduk dengan tenang sembari menunggu wanita di depannya membuka mulut.
"Grayson Grassel! Ayo kita bercerai!"
.
.
.
sbnarnya apa sih alasannya El kawin SM lakik model dajall itu
kyknya ada sngkut pautnya SM tmennya si El deh
trus si mertua ada dendam apa sama El ya smpai benci gitu
ksihan si el
emang siapa lagi yg pkai kekerasan dn TDK pyk pri kemanusiaan 😤🙄😒🤬😡😠🤭🤭
jgn mau d rendahkan muku🙄
punya Daddy g ada pendiriannya
tp buat gray kalang kabut biar nyaho😁🤭