Pembalasan untuk Bibi Licik

Pembalasan untuk Bibi Licik

Eps. 1

Pagi yang sangat sibuk seperti biasa.

Perkenalkan namaku Sinta. Aku seorang pengusaha muda yang memiliki usaha di bidang kecantikan atau yang biasa orang kenal sebagai “CEO” atau “Owner” brand skincare yang cukup populer di negara Indonesia.

Aku tinggal di Jakarta dan sudah menikah. Memiliki suami bernama Bagaskara yang juga seorang pengusaha muda di bidang otomotif dan cukup sukses meskipun secara finansial, penghasilanku 2 kali lipat jauh lebih banyak daripada suamiku.

Kami memiliki seorang anak lelaki yang berumur tujuh tahun yang baru saja memasuki sekolah dasar yang kami beri nama Gabriel.

Kehidupan rumah tangga kami sangat harmonis. meskipun kami sama-sama sibuk, tapi kami saling mendukung satu sama lain. Berbagi tugas untuk mengasuh dan mendidik anak semata wayang kami dengan baik.

Beberapa bulan yang lalu, kami mungkin tidak serepot ini. Dimana ada kedua orang tuaku masih tinggal bersama kami di rumah ini. Dan tentunya membantu kami, menjaga anak kami selama kami berdua sibuk bekerja. Ya, ini adalah rumah orang tuaku sekaligus tempat aku lahir dan tumbuh selama ini. Sejak ayahku menderita penyakit jantung, kakak laki-lakiku sekaligus sodaraku satu-satunya yang kini tinggal di Amerika. Memaksa untuk membawa ayah dan ibuku tinggal bersamanya. Dengan alasan pengobatan di Amerika lebih menjanjikan. Meskipun menurutku, di Indonesia banyak juga rumah sakit atau dokter yang bagus. Aku pun setuju karena memang kakakku orang yang sangat aku hormati keputusannya.

Sementara kedua orang tua mas Bagas, sudah meningal dunia sejak dia masih bayi. Dan berakhir dia di rawat oleh Bibinya yang bernama Bibi Salamah. Alhasil kami hanya tinggal bertiga dan bahkan tanpa pembantu atau asisten rumah tangga. Di rumah yg menurut mas Bagas terlalu besar untuk kami bertiga.

Aku sibuk menyiapkan sarapan, dan mas Bagas sibuk menata Gabriel karena hari ini adalah hari pertama Gabriel masuk sekolah dasar.

“Mas, sarapan sudah siap. Gabriel, ayo sarapan sayang,” panggil Sinta lembut.

“yey! Cereal rasa coklat.”

“Makan dengan tenang, dan habiskan sarapanmu!”

“oke papa.”

“Sinta, setelah kita antar Gabriel ke sekolah, bisakah kamu menemani mas untuk mengunjungi Bibi Salamah? Baru saja dia mengirimiku pesan, katanya dia butuh bantuan.”

“Bantuan? Bantuan apa memangnya mas?”

“Entahlah. Mas khawatir, jadi sebaiknya kita kesana bersama. Apa kamu tidak keberatan?”

“Tentu saja tidak mas. Bibi Salamah kan bibi kamu, yg sudah aku anggap seperti ibu mertua aku sendiri. Jadi sudah sewajarnya aku ikut bersamamu.”

“Terima kasih sayang. Kamu memang istri yang sangat pengertian.”

Kami mengantar Gabriel ke sekolah bersama-sama tetapi dengan mobil yang terpisah. Hingga lanjut pergi kerumah Bibi Salamah yg berjarak lima kilo meter dari kediaman kami. Saling beriringan. Itu karena aku dan mas Bagas, harus pergi ke tempat kerja masing-masing setelah selesai dari kediaman bibi Salamah.

Akhirnya kami pun tiba di kediaman bibi Salamah.

Mas Bagas masuk terlebih dahulu dan aku menyusul di belakang. Karena memang parkiranku di belakang mas Bagas.

Terlihat Bibi Salamah berlari menyambut mas bagas dengan bercucuran air mata. Seolah ada kejadian memilukan yang sedang ia alami.

“Bagas, syukurlah kamu datang. Bibi butuh bantuanmu.”

“Bibi, apa yang terjadi?!” Ucap Bagas.

“Apa kabar Bibi?” Sapaku.

“Sinta, kok kamu ikut ? Bukannya Bu Bos selalu sibuk!”

Begitulah Bibi Salamah. Meskipun aku menganggapnya seperti ibu mertua aku sendiri, tapi sikapnya kepadaku sedikit jutek. Semenjak keinginannya membeli rumah senilai 5 milyar untuk anaknya Bimo dengan meminjam uang mas Bagas gagal. Karena aku lebih menyarankan untuk membeli rumah sesuai kemampuan Bimo yang juga adik sepupu mas Bagas. Bagaimana tidak, Bimo bekerja sebagai salah satu pegawai dari perusahaan mas Bagas tapi sikapnya seolah pemilik dari perusahaan otomotif tersebut. Masuk jam berapa pun yang dia mau, dan pulang kapan pun yang dia inginkan. Setiap hari berfoya-foya dengan para wanita di club malam. Bahkan mobil yang mas Bagas berikan kepada Bimo sebagai hadiah seorang kakak kepada adiknya, telah di jual untuk memenuhi kehidupannya yang bak konglomerat. Lalu bagaimana bisa, dengan keadaannya yang menurutku belum punya tanggung jawab terhadap pekerjaan nya, justru meminjam 5 milyar untuk membeli rumah dengan jaminan pekerjaan. Apalagi akhir-akhir ini pendapatan usaha otomotif mas Bagas mengalami penurunan. Jadi aku menyarankan agar Bimo membeli rumah sesuai kemampuan di banding berhutang.

“Mas Bagas bilang bibi butuh bantuan, jadi saya ikut siapa tahu Bibi membutuhkan bantuanku juga.”

“Membantuku? Kapan kamu membantu bibi atau Bimo? kamu itu pelit. Bahkan aku minta bantuan Bagas yang aku besarkan dari bayi, itupun kamu tolak. Padahal itu perusahaan Bagas uang Bagas. Bukan uang kamu.”

“Bibi, sudahlah. Kita duduk dan ceritakan padaku apa masalah bibi. Dan kamu Sinta, duduklah bersamaku,” ucap Bagas.

Aku pun duduk bersampingan dengan mas Bagas dan mulai mendengarkan cerita dari Bibi Salamah dengan cermat.

“Begini Bagas, kamu kan sudah seperti anak kandung bibi yang bibi besarkan sejak bayi. Bimo juga seperti adik kandung kamu. Jadi bibi minta tolong kepadamu, tolong Bimo nak. Bimo masuk penjara karena di tuduh mencuri uang di club malam nak.”

“Bibi jangan khawatir Bi, saya akan berusaha membebaskan Bimo secepatnya.”

“Bibi, tapi kalau itu cuma tuduhan seharusnya bibi tidak perlu khawatir. Pasti di tempat seperti club ada cctv yang bisa di jadikan barang bukti kalau Bimo tidak bersalah,” ujarku.

“Tapi itu masalahnya, yang terlihat di cctv itu Bimo. Bagas percayalah nak. Bimo anak yang baik, dia pasti terpaksa. Tolong Bimo nak.”

“Jadi, Bimo benar-benar mencuri Bi?” Tanya Sinta polos.

“Kau ini! Bimo itu mabuk. Jadi tidak sadar, dan kau tau tidak mungkin Bimo mencuri. Kalaupun iya pasti terpaksa. Kau tahu Bagas, Bimo terpaksa berbutang untuk hidup dia dan Bibi. Jadi mungking Bimo terpaksa melakukan itu untuk membayar hutang.”

“Bibi, sebenarnya bibi harus tau. Bimo selain suka berfoya-foya dia juga suka berjudi Bi. Itu yang membuat Bimo terjerat hutang. Tapi bibi tidak perlu khawatir, aku akan membebaskan Bimo secepatnya.”

Bagas mencoba memberitahu Bibi Salamah yang sebenarnya. Namun tetap saja sepertinya Bibi Salamah tidak peduli dengan perilaku anak kesayangan nya itu dan justru seolah menyalahkan keadaan pada sang keponakan.

“Bimo yang malang, dia pasti berjudi karena terpaksa. Dia pasti berusaha keras untuk dapat uang lebih agar tidak di hina orang. Kau itu kakaknya, hidupmu enak. Rumah, mobil, perusahaan, semuanya ada. Sementara Bimo adikmu, tidak punya apa-apa. Dia di hina karena tidak sepertimu. Dia tertekan. Kasihan Bimo.”

Tangisan yang menyayat hati menggema seiring celoteh Bibi Salamah tentang kehidupan nya dan Bimo.

—————

Hai para pembaca, terimakasih sebelumnya sudah mampir di karya perdanaku. Mohon dukungan nya untuk like tiap episode. Like anda sangat berarti bagi saya 🥰

Terpopuler

Comments

Nona Egaa

Nona Egaa

Lanjut thor,, akan lebih enak kalau dialognya menggunakan tanda seperti ini "" , selebihnya sangat baguss..

2025-01-20

1

Wanita Aries

Wanita Aries

Awal yg menarik

2025-02-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!