Sekuel off 'Pesona Mama Mertua Muda'
Wajib baca season satu duluan ya ≧∇
"Duniaku ikut mati tanpamu."
Kehidupan Javas hancur saat wanita yang paling dicintainya meninggal. Ia mencoba melarikan diri, menyingkir dari tempat yang menenggelamkan banyak jejak kenangan tentang wanita itu.
Namun, ia tak bertahan lama, Isvara selalu tinggal di kepalanya, sehingga pria itu memutuskan kembali.
Hanya saja, apa jadinya jika Isvara yang mereka pikir telah meninggal—justru masih hidup? Bisakah Javas menggapai dan melanjutkan hidupnya bersama wanita itu lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Donacute, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 13 | Pertanyaan Amara
Persoalan Sheva juga Chilla sudah tahu, ia pun ingin ikut menyayangi bayi tak berdosa itu. Isvara jelas sama sekali tidak keberatan, ia malah senang banyak yang sayang dengan bayinya.
Isvara melirik sinis Chilla. "Kok Kakak? Ante dong? Kamu' kan Tantenya Sheva?"
"Nggak mau, maunya dipanggil Kakak aja kalau sama Sheva." Isvara tidak ada tenaga untuk mendebat Chilla, yang penting nanti saat Sheva sudah bisa bicara ia akan meminta putrinya memanggil Chilla dengan sebutan Ante Chilla.
Tiga bulan berlalu dengan cepat, itu berarti Chilla dan teman-temannya sudah selesai KKN di desa tempat Isvara tinggal. Chilla sangat berat meninggalkan Isvara dan Sheva, karena selama beberapa bulan ini ia begitu bahagia bisa tinggal dengan mereka.
Chilla berjanji jika akan menyempatkan diri mengunjungi Isvara dan Sheva di desa, janji gadis itu benar-benar ditepati. Saat tengah liburan, sebelum pulang ke Jakarta yang sebenarnya ia sangat malas melakukannya. Chilla memilih untuk mengunjungi Isvara dan Sheva dulu.
Chilla dan Isvara juga selalu berusaha bertukar kabar satu sama lain, mereka berdua sangat dekat. Namun, mereka berdua tidak bisa mengantikan hubungan mereka. Karena Isvara tidak menganggap Chilla sebagai sahabatnya, tetapi keluarganya. Walau jika dibandingkan Chilla dengan ketiga sahabatnya, jelas tanpa pikir panjang ketiga sahabatnya-lah yang Isvara pilih.
Flash back off
Friska dan Amara hanya mengangguk-angguk ketika mendengar cerita dari sahabatnya, keduanya saling menatap lalu mereka menatap Isvara dengan bersamaan.
"Lo 'kan udah dua tahun nih ya, pergi dari kehidupan orang-orang. Lo ada nggak gitu kangen sama orang-orang yang ada di masa lalu lo?" Isvara memicingkan matanya, ia terkejut mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Amara secara tiba-tiba. Karena selama ini ketiga sahabatnya tidak pernah bertanya padanya soal itu.
"Contohnya siapa?"
"Orang tua lo barang kali?" tanya Friska menimpali.
"Ada sih rasa kangen sedikit doang, tapi rasa kecewa gue masih sangat besar. Gue tau mereka sekarang menyesal atas perbuatan mereka, tapi itu udah terlambat bagi gue. Kalau gue nggak dikabarkan meninggal, entah mereka bakal nyesel apa nggak," jawab Isvara santai. Isvara jelas mengetahui kabar kedua orang tuanya, karena selama ini ketiga sahabatnya selalu memberitahunya kabar tentang kedua orang tuanya.
"Kalau Ineisha?" Sekarang gantian Amara yang bertanya.
Wajah Isvara langsung berubah ketika mendengar nama itu, kebenciannya pada sang asik masih sangat amat besar bahkan tidak dapat terbendung. Ingin sekali Isvara membalasnya secara langsung, karena menurutnya hukuman penjara walau 15 tahun itu masih belum cukup
Isvara merasa dirinya tidak bisa melupakan begitu saja saat-saat Ineisha menyiksanya tanpa ampun, ditambah lagi menembaknya tanpa rasa bersalah padahal saat itu ia sudah mengadu kesakitan.
"Gue masih benci banget sama dia, gue selalu bertanya sama Tuhan kenapa gue bisa punya Adik sejahat itu, padahal gue selalu berusaha baik sama Ineisha selama ini," jawabnya sambil menangis. Saat mengingat penderitaannya dulu karena Ineisha, tentu saja Isvara bisa langsung menangis. Jika bukan ditolong oleh Dita, Leony dan Dion, ia merasa dirinya sudah tidak ada sejak lama.
"Gue juga sama bencinya sama lo ke Ineisha, bahkan gue mengutuk dia biar dia nggak bahagia selama hidupnya," kata Amara dengan menggebu-gebu.
"Gue juga, Ineisha benar-benar kayak julukan yang Amara kasih yaitu iblis. Kelakuannya juga persis iblis."
Mendengar hal itu, entah kenapa Isvara malah tertawa terbahak-bahak. Sekarang ia tidak peduli jika Ineisha sampai mendengar sahabat-sahabatnya memanggilnya dengan sebutan iblis.
"Udah-udah, sekarang kita lanjutin lagi yang tadi," kata Amara yang disetujui oleh kedua sahabatnya.
"Chio? Apa lo masih ada perasaan buat mantan suami Ineisha itu." Amara sengaja menekankan status bahwa Chio adalah mantan suami Ineisha, agar Isvara semakin tersadar saat memberikan jawabannya.
Isvara tersenyum kecil. "Sejak awal gue masuk dan tinggal di rumah Bimantara, entah kenapa rasa cinta gue sama Chio itu langsung pudar tanpa sisa. Paham gak sih, jadi kayak nggak menarik sama sekali. Jadi gue sama sekali nggak berusaha narik perhatian Chio atau melakukan apapun yang bisa buat Ineisha cemburu. Ya, gue akuin emang berusaha hancurkan rumah mereka. Itu karena gue kesel asal sama Ineisha, dia tau gue Kakaknya saling cinta eh saling suka sama Chio. Eh dia malah jebak Chio biar bisa minta dinikahin, dia kira nikah sama Chio bakal bahagia padahal enggak. Sesuatu yang dipaksakan itu nggak bakal bagus akhirnya. Andai aja gue milih gak ikut rencana Oma Tiana, yang baru gue tahu beliau lakuin itu karena dendam sama Eyang Rieta. Mungkin gue nggak bakal ngerasain disiksa dan ditembak sama Ineisha, tapi takdir siapa yang tau ya," balas Isvara panjang lebar.
"Jadi intinya lo nggak ada perasaan sama Chio sejak dulu? Apalagi sekarang gitu?" tanya Friska memastikan.
"Yap, lo bener Fris. Bahkan gue juga nggak pernah ingat sama Chio, karena Chilla saat datang nemuin gue ataupun saat KKN nggak pernah bahas Chio sama sekali." Ucapan Isvara benar sekali, bahkan bisa ditanyakan langsung pada Chilla yang sedang bermain dengan Sheva.
Chilla memang tidak membahas soal Chio, tetapi Chilla suka sekali menggoda Isvara dengan membahas Papanya yaitu Javas.
"Nah, ini yang terakhir, Nan. Om Javas."
Isvara langsung terdiam, jika tadi dengan mudah menjawabnya. Sekarang mendadak lidah Isvara menjadi kelu.
"Jawab dong, Nan," paksa Amara dan Friska kompak.
Pintu kamar terbuka menampilkan Dion, ya pintu kamar memang tidak dikunci hanya ditutup sedikit saja.
"Ada yang nyariin lo, Kinan," kata Dion memberitahu.
"Hah siapa?" tanya Isvara bingung, seingatnya ia tidak memiliki janji dengan siapa-siapa. Dan yang mengetahui dirinya masih hidup itu hanya beberapa orang saja tidak banyak, lalu siapa orang yang mencarinya? Dibandingkan ia mati karena penasaran, Isvara bangkit untuk melihat siapa orang itu.
Namun, Friska dan Amara memegang tangan sahabatnya itu. Sama sekali tidak membiarkan Isvara pergi sebelum menjawab pertanyaan mereka tadi. "Jawab dulu pertanyaan kita tadi, baru kamu bisa keluar dari sini, Kinandari."
"Yon, tolong bilangin tamunya suruh nunggu bentar. Gue sama Amara lagi bahas sesuatu yang penting sama Kinan, nanti kita bakalan cerita sama lo. Janji!" Mendengar permintaan sang sahabat, Dion hanya bisa mengangguk pasrah sebelum pergi dari lagi dari kamarnya. Kamar yang digunakan ketiga sahabat itu memang kamar Dion' kan apartemen Dion, tetapi untuk sementara di tempati oleh Isvara dan Sheva dulu.
"Jawab Kinan! Apa gue perlu teriak dan manggil lo dengan panggilan Isvara biar lo mau jawab," ancam Amara.
Sebenarnya Isvara tidak takut pada ancaman Amara, tetapi ia kasihan pada kedua sahabatnya yang tengah dilanda rasa penasaran. Jadi ia memutuskan untuk menjawab.
"Buat Om Javas ya, biasa aja nggak kangen kok. Tapi gue kadang masih keinget beliau, ditambah lagi Chilla suka banget godain gue sama Papanya," jawab Isvara akhirnya.
"Kasih jawaban yang jelas, sebenarnya lo ada perasaan nggak sama Om Javas. Menurut gue selama ini Om Javas selalu bersikap baik lo sama lo, urusan usia mah nggak perlu dipikirin, Kinan. Kalau lo ada perasaan sama beliau ya terobos aja, karena gue yakin Om Javas juga punya rasa yang sama ke elo. Om Javas aja hancur banget pas tahu lo meninggal, gimana nggak punya perasaan yang sama."