WARNING : CERITA INI ITU TIPE ADULT ROMANCE DENGAN VERSI ROMANCE SLOWBURN !!!
[ROMACE TIPIS-TIPIS YANG BIKIN JANTUNGAN DAN TAHAN NAPAS]
---
Lima tahun yang lalu, Damien dan Amara menandatangani perjanjian pernikahan demi menunjang keberlangsungan bisnis keluarga mereka. Tidak pernah ada cinta diantara mereka, mereka tinggal bersama tetapi selalu hidup dalam dunia masing-masing.
Semua berjalan dengan lancar hingga Amara yang tiba-tiba menyodorkan sebuah surat cerai kepadanya, disitulah dunia Damien mendadak runtuh. Amara yang selama ini Damien pikir adalah gadis lugu dan penurut, ternyata berbanding terbalik sejak hari itu.
---
“Ayo kita bercerai Damien,” ujar Amara dengan raut seriusnya.
Damien menaikkan alis kanannya sebelum berujar dengan suara beratnya, “Dengan satu syarat baby.”
“Syarat?” tanya Amara masih bersikeras.
Damien mengeluarkan senyum miringnya dan berujar, “Buat aku tergila kepadamu, lalu kita bercerai setelah itu.”
---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon redwinee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 24
Selepas kepergian Damien untuk menyelesaikan pekerjaan pria itu, Amara kembali pada kegiatan kesehariannya. Ia pergi ke kantor dengan diawasi dari jauh oleh para bodyguard Damien.
“Mrs. Amara, ada Mr. Thompson diluar,” ujar Tyne, sekertaris Amara saat menghampiri ruangan Amara.
Amara mengalihkan pandangannya dari laptopnya ke arah Marta, “Oke, suruh dia tunggu di ruang meeting saja. Aku akan ke sana sebentar lagi,” ujar Amara kepada Tyne.
Saat ini Amara sedang duduk di ruangan meetingnya saat pintu terbuka, menampakkan Tyne sekertarisnya diikuti Mr. Thompson yang datang sendirian.
Mata Amara sukses membulat terkejut kala melihat wajah Mr. Thompson yang tampak tidak asing. Pria itu adalah pria yang sama dengan yang Amara temui di rooftop pesta malam itu.
Sepertinya Mr. Thompson juga mengenali wajah Amara, terlihat dari pria itu yang tersenyum kecil ke arah Amara.
“Sepertinya kita sudah pernah bertemu sebelumnya Mr. Thompson,” ujar Amara yang kemudian bangkit dari duduknya untuk menyambut pria itu.
Dua hari yang lalu, Tyne mengatakan bahwa perusahaan mereka mendapat sebuah email ajakan kolaborasi dengan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang model itu. Secara khusus, Mr. Thompson memiliki sebuah perusahaan yang mengelola banyak model didalamnya, jadi mereka menawarkan kerja sama untuk menggunakan desain pakaian pada perusahaan Amara pada model mereka.
“Senang bertemu denganmu lagi Mrs. Amara,” ujar Thompson kemudian mengulurkan tangannya ke arah Amara.
Amara menatap tangan pria itu untuk waktu yang lama sebelum Thompson kembali berujar.
“Kuharap kali ini kau mau menerima uluran tanganku,” ujar Thompson dan menatap lekat ke arah Amara.
Amara memberikan senyum sopannya kemudian dengan segera menjabat tangan Thompson.
“Senang bertemu dengan anda lagi Mr. Thompson.”
Akhirnya meeting berjalan dengan sangat lancar, mulai dari Amara yang mempresentasikan beberapa pakaian yang akan digunakan oleh apra model di perusahaan Thompson dan bagaimana mereka memasarkannya di majalah untuk menjangkau publik yang lebih luas.
Meeting itu berjalan hampir tiga jam lamanya dan tak terasa terik matahari sudah berganti dengan gelapnya malam.
“Presentasi anda luar biasa Mrs. Amara, aku sangat menyukainya,” puji Thomspon dan Amara hanya tersenyum sebagai respon.
“Kalau begitu sebagai penutup pertemuan kita hari ini, izinkan saya untuk mengajak anda makan malam Mrs. Amara,” ujar Thompson yang terkesan tiba-tiba membuat Amara mengerjapkan matanya beberapa kali.
“Jangan salah paham, saya hanya bermaksud untuk menghargai kerja keras anda terhadap proyek kita ini,” tambah Thompson lagi.
“Terima kash atas niat baik anda Mr. Thompson, tetapi saya memiliki janji sehabis ini,” ujar Amara berbohong.
Sebenarnya Amara bisa saja menerima undangan makan pria didepannya itu, tetapi jujur selama pertemuannya dengan Thompson, Amara selalu merasa tidak nyaman. Amara ingin cepat menyudahi pertemuan mereka.
Amara kemudain teringat bagaimana tadi, sepanjang Amara presentasi di depan, Thompson terus-menerus menatapnya lekat. Tidak hanya itu, bahkan ketika mereka duduk secara berseberangan, di bawah meja, beberapa kali kaki Thompson tidak sengaja mengenai kaki Amara. Membuat Amara berakhir harus mendongakkan kepalanya dan bersinggungan mata dengan pria itu namun Thompson hanya tersenyum kecil penuh arti. Dan hal itu terjadi hampir lima kali banyaknya Amara menghitung.
“Kalau begitu aku bisa mengantarmu ke tempat tujuanmu itu,” ujar Thompson lagi terkesan bersikeras.
Amara yang tidak enak menolak akhirnya tidak tahu harus berbuat apa dan tiba-tiba ponselnya bergetar sekali menandakan ada pesan yang masuk.
Amara melihatnya dan itu berasal dari Damien.
‘Bilang kalau kau akan makan malam bersama kedua orang tuamu, pria genit itu pasti tidak akan ikut.”
Begitu isi pesan yang dikirimkan oleh Damien dan Amara mengakui ide pria itu cukup brilian.
Belakangan ini, walaupun Damien tidak berada di sisinya, tetapi pria itu selalu tahu kegiatan Amara. Tidak heran bagaimana Damien menyimpan kontak sekertaris Amara kemudian pengawal Amara, sehingga kemana Amara pergi, bertemu dengan siapa dan sedang melakukan apa di luar apartemen, Damien mengetahui semuanya.
Seperti kemarin, ketika Amara sedang meeting dengan seorang desainer pakaiannya, tiba-tiba Damien menelponnya. Ketika Amara mengangkatnya, Damien mengatakan kalau pria itu terlalu lancang karena sedari tadi sibuk memeluk Amara kemudian mereka berinteraksi dalam jarak yang terlalu dekat. Damien mendapat foto-foto Amara yang dipeluk oleh desainer pria itu dari bodyguard yang Damien kerahkan untuk menjaga Amara.
‘Amara, jauhi desainer itu. Dia seperti pria mesum.’
Amara masih ingat kalimat yang dilontarkan oleh Damien kepadanya di telefon yang hampir membuat Amara menyemburkan tawanya.
Amara segera membalas pria itu dengan berujar, ‘Desainer itu adalah seorang gay Damien. Dan dia berpesan padaku untuk menyampaikan salamnya apdamu, katanya kau sangat tampan,’ ujar Amara kepada Damien dalam panggilan mereka.
Dan selanjutnya Amara dapat mendengar Damien mengumpat keras sebelum mematikan panggilan mereka, saat itu juga tawa Amara meledak. Rasanya ia ingin melihat bagaimana ekspresi Damien saat itu.
Amara akhirnya menatap ke arah Thompson dan berujar, “Maaf, Mr. Thompson, tetapi aku akan makan malam di rumah kedua orang tuaku,” tolak Amara halus.
“Baliklah kalau begitu, kuharap lain kali ada kesempatan bagi kita berdua untuk lebih dekat lagi,” ujar Thompson yang hanya dibalas senyum canggung Amara.
Akhirnya Tyne mengantar Thompson kelaur dari ruangannya, bahkan ke area lantai bawah kantornya sebab Thompson merupakan salahs atu klien penting Amara, jadi mereka harus memperlakukan dia dengan baik.
Sebab meeting yang berjalan lebih lama dari biasanya, tidak terasa kantor sudah tutup dari dua jam yang lalu. Para karyawan sudah pulang, menyisahkan mereka bertiga saja di ruangan meeting tadi. Amara menoleh melalui jendela pada ruangannya, di bawah sana ia melihat Tyne membungkuk sekali ke arah Thompson kemudian pria itu masuk ke dalam mobilnya yang perlahan meninggalkan kawasan kantor Amara.
Amara masih memperhatikan ke bawah sana saat matanya tak sengaja menangkap silut seseorang yang sangat dikenalinya itu.
Amara hendak menajamkan penglihatannya sebelum sebuah ledakan besar terdengar nyaring masuk pada indra pendengarannya. Semuanya terjadi begitu cepat, suara dentuman keras mengguncang gedung kantor Amara, diikuti getaran hebat yang membuat kaca-kaca pada gedung pecah berhamburan kemana-mana. Dalam sekejap, api dan asal tebal menguap ke udara dengan cepat, menjilat kantor itu dengan apinya yang besar.
Suara alarm bergema kuat sepanjang lorong di gedung kantor Amara, semburan air deras dari sistem pemadam kebakaran di atas menyembur turun, membasahi lantai yang kini dipenuhi oleh serpihan kaca dan tampak berantakan karena abrang-barang yang jatuh.
Ledakan asal itu berada tepat di lantai paling atas gedung, tempat ruangan Amara berada.
Seketika keadaan menjadi kacau sebelum kegelapan total menjemput Amara dengan cepat.