Zaky Wijaya diantara dua wanita bernama Zaskia dan Shannon. Kia sudah dikenal sejak lama dan disayangi laksana adik. Shannon resmi menjadi pemilik hati dalam perjumpaan di Bali sebelum berangkat ke Zurich.
Hari terus bergulir seiring cinta yang terus dipupuk oleh Zaky dan Shannon yang sama-sama tinggal di Swiss. Zaky study S2 arsitektur, Shannon bekerja. Masa depan sudah dirancang namun komitmen berubah tak sejalan.
"Siapanya Kia?" Tanya Zaky dengan kening mengkerut. Membalas chat dari Ami, sang adik.
"Katanya....future husband. Minggu depan khitbah."
Zaky menelan ludah. Harusnya ikut bahagia tapi kenapa hati merasa terluka.
Ternyata, butuh waktu bertahun-tahun untuk menyimpulkan rasa sayang yang sebenarnya untuk Kia. Dan kini, apakah sudah terlambat?
The romance story about Kia-Zaky-Shannon.
Follow ig : authormenia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Nia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Internship
"Pergi Besok? Gak mungkin tugas mendadak, kan?" Zaky memandang Shannon dengan tatapan menyelidik. Ekspresi kaget tidak bisa disembunyikan. Usai kesibukannya memulai internship atau magang sejak dua pekan kemarin, baru sekarang bisa bertemu langsung dengan Shannon di Danau Zürich. Tentunya, komunikasi intens setiap hari tetap terjalin meski di waktu random.
"Sudah dari dua minggu kemarin dapat email dari kantor pusat. Aku nunggu ketemu langsung sama kamu buat ceritanya." Shannon merasa bersalah mendapat tatapan berbalut kecewa. Bahkan wajah tampan yang sedari tadi ceria itu berubah muram.
"Berapa lama?"
"Dua bulan."
Zaky mengembuskan napas panjang. Pandangan beralih diluruskan ke depan menatap riak air Danau Zürich. Musim panas belum berakhir. Pengunjung Danau Zürich di akhir pekan ini sangat ramai.
"Ke Washington untuk waktu dua bulan dan berangkatnya besok? Oh, come on, Sha. Kenapa ga discuss dulu. Kita tiap hari komunikasi tapi kamu sembunyikan itu." Zaky berdiri dan meraup wajahnya dengan kasar. Marah? Tentu saja. Namun sebisa mungkin ia tekan.
"Babe, hanya dua bulan. Aku akan kembali." Shannon menyentuh lengan Zaky dengan rasa semakin tak nyaman. Baru kali ini melihat Zaky dalam mode seperti itu. Salahkah dirinya memutuskan sepihak menerima tawaran internship di kantor pusat. Ini kesempatan pengembangan karir baginya yang merupakan lulusan ilmu komunikasi.
"Dalam rangka apa?" Zaky masih diliputi penasaran. Membiarkan tangan Shannon menggelayut di lengannya. Ekspresi kecewa sekaligus tatapan menyelidiknya mampu membuat Shannon gelagapan.
"Ada...ada tawaran internship. Dan bos aku yang recommend buat ambil peluang. Disana kerja sambil belajar. Hanya lima orang perwakilan dari lima negara. Dari perwakilan Swiss ya nama aku yang diajukan."
"Dan kamu terima?"
Shannon mengangguk.
"Tanpa discuss sama aku?"
"Babe, hanya dua bulan. I'll come back."
Zaky memejamkan mata lalu mengatur napas demi bisa meredakan kekesalan dan merendahkan nada bicara. "Sha, aku gak akan menghalangimu dalam berkarir. Tapi apa kamu lupa tujuan kesini kan pengen dekat sama aku. Harusnya cukup kerja disini aja. Jangan lupa juga kita punya relationship goals. Setelah wisuda kita akan lamaran."
"Apa aku cancel aja internship ini?" Shannon baru menyadari kesalahannya dalam membuat keputusan. Tidak berpikir panjang. Hanya berpikir pengembangan karir. Melupakan masa depan yang sudah dirancang. Satu hal yang disembunyikan dari Zaky, bahwa magang ini adalah seleksi untuk bisa masuk menjadi bagian dari karyawan di kantor pusat. Sebuah pencapaian bergengsi.
"Emang bisa? Nggak kan." Zaky bergeser melangkah mendekati air danau. Otomatis pegangan Shannon terlepas dari lengannya. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku sambil menatap perahu yang bersiap melaju membawa wisatawan.
Shannon melangkah menghampiri. Berdiri tepat di samping kiri. Menatap wajah Zaky yang masam. "Babe, so sorry....really sorry. Setelah internship ini, aku akan turuti apa maumu."
Zaky menghadapkan badan ke arah Shannon. Berucap dengan nada rendah. "Sha, bukan harus turuti apa mauku. Kita biasakan discuss, Sha. Biasanya juga begitu kan. Aku bahkan udah minta pendapat kamu tentang negara pilihan berkarir setelah lulus agar kamu bisa ikut aku. Kita tetap bersama. No LDR."
Shannon mengangguk. "Jadi sekarang aku harus apa? Aku menyesal udah bikin keputusan sendiri."
"Profesional. Sudah pasti tiket dan akomodasi udah disiapin perusahaan, kan?"
Shannon mengangguk lesu.
"Besok take off jam berapa?"
"Jam sembilan."
"Jam pagi aku gak bisa anter ke bandara. Kamu tahu aku lagi magang. Maaf gak bisa anter, Sha."
"It's oke, Babe. Aku mengerti. Aku berangkat sendiri gak papa. Maafin aku ya." Shannon menatap Zaky dengan sorot mata penuh penyesalan.
Zaky menghela napas lalu mengangguk. "Aku maafin. Ayo aku antar pulang."
Sepanjang menaiki trem dan berjalan kaki menuju apartemen Shannon, Zaky memilih diam. Malas untuk berbicara. Hanya menanggapi singkat ucapan Shannon yang mengingatkan jangan telat makan, jangan lupa istirahat, jaga stamina saat tugas lapangan. Menjawabnya dengan satu kata, 'iya'.
Pun saat di apartemen hanya duduk sebentar. Zaky melihat satu koper besar sudah berdiri di samping pintu. Setelah itu berucap pamit pulang.
"Babe, ini kunci apartemen kamu pegang ya. Aku juga bawa kok. Kamu bebas tinggal disini mulai besok. Atau kapan-kapan kalau pengen istirahat disini tinggal masuk aja." Shannon menyerahkan access card ke tangan Zaky.
"Gak perlu, Sha. Aku cukup tinggal di asrama aja." Zaky mengulurkan lagi kartu berwarna biru itu.
"Zaky, di kamarmu itu penuh kertas, maket, dan alat-alat apa tuh aku lupa nama-namanya. Ada kalanya otak stuck inspirasi, boring, dan suntuk. Butuh self healing. Kamu bisa menyepi dulu disini, tidur tenang dengan suasana berbeda dengan asrama. Lihat badanmu sekarang kurusan sejak mulai internship. Please, mau ya?" Shannon merayu dengan tatapan memohon. Tangan menangkup telapak tangan Zaky yang tersimpan access card.
"Oke deh. Aku pasti kabarin kamu kalau mau tidur disini." Zaky mengalah. Apa yang dijelaskan Shannon memang benar. Adakalanya otak jenuh dengan terus-menerus diporsir berpikir. Segera memasukkan kartu ke dalam waist bag nya.
Shannon tersenyum lebar. "Nggak bilang dulu juga gak apa-apa. I've faith in you, Babe."
***
Semester ini memang disibukkan dengan praktik kerja di lapangan yang harus ditempuh enam bulan lamanya sebelum nantinya di semester empat menempuh bimbingan, tesis, dan berakhir mendapat gelar master. Zaky menjalaninya dengan semangat yang sama. Masa depan yang sudah dirancang menjadi salah satu mood booster dalam melalui internship ini.
Pukul sebelas lebih, Zaky baru bisa cek ponsel. Ada pesan dari Shannon jika sudah take off. Ia membalas dengan ucapan doa dan emoji hati. Selang semenit kemudian masuk pesan dari Kia yang mengabarkan besok akan wisuda. Perbedaan waktu yang menunjukkan di Bandung saat ini sore hari. Senyumnya merekah. Kabar dari Kia menjadi pelipur kecewanya terhadap kepergian Shannon.
Sebenarnya, kabar tanggal wisuda Kia sudah didapat lebih dulu dari Daffa tiga hari yang lalu. Sengaja diam hanya untuk menguji apakah Kia akan memberitahukannya secara pribadi. Dan pesan barusan yang masuk menjawab harapannya mendapatkan kabar. Ia balas dengan ucapan selamat. Tidak bisa membalas panjang sebab sedang bekerja lapangan bersama rekan lainnya.
Dan esok harinya saat jam istirahat, Zaky menatap akun media sosial Kia dengan mata berbinar. Slide pertama adalah foto wisuda Kia dengan diapit oleh orangtua. Slide kedua adalah foto wisuda Kia dengan diapit Daffa dan Reva. Slide ketiga adalah foto sertifikat Cumlaude. Pandangannya berhenti di slide terakhir dimana Kia yang berpenampilan cantik dan anggun berfoto sendiri mengenakan selendang Cumlaude. Ciri khas wajah cantik dengan ekspresi polos itu berpose tersenyum manis. Membuat Zaky tertular mengulas senyum simpul. Senyum manis andalannya.
"Wow, gorgeous! Your girl?" Chris yang berkebangsaan Inggris sengaja mengintip ponsel yang dipegang Zaky. Sedari tadi mengamati teman makannya itu senyum-senyum sendiri.
Zaky tersenyum sambil menggeleng. "My younger sister." Segera menutup ponselnya yang belum sempat memberi komentar. Nanti saja saat Chris tidak ada di dekatnya. Chris adalah teman sekelas yang selalu rajin menawarkan wine setiap kali kegiatan belajar sampai ke level stres. Tentu saja ia tolak dengan tegas.
Internship arsitekur sudah berjalan 10 pekan. Seharusnya Shannon sudah kembali ke Swiss. Namun baru saja Zaky selesai video call dengan Shannon yang mengabarkan jadwal pulang masih lima hari lagi. Setelah melewati masa pertemuan mengecewakan di Danau Zürich itu, ia bisa bersikap bijaksana. Bisa menerima keputusan Shannon. Toh dirinya pun belum selesai kuliah.
Memang benar. Apartemen Shannon menjadi tempat yang nyaman untuk self healing. Setiap akhir pekan selama dua bulan ini Zaky tidur disana dan tak lupa selalu meminta izin dulu meski Shannon selalu mengomel tak perlu minta izin.
Termasuk hari ini. Saat Zaky merasakan badannya kurang fit usai kerja lembur dua hari berturut-turut, ia memutuskan pergi ke apartemen usai pulang keeja sore. Ditambah asrama malam ini pasti berisik sebab akan ada yang merayakan ulang tahun. Akan ada pesta kecil-kecilan.
Mungkinkah karena masuk peralihan musim panas ke musim gugur menjadi salah satu faktor yang membuat daya tahan tubuhnya menurun, selain kelelahan.
Kali ini Zaky datang ke apartemen tanpa bilang pada pemiliknya. Segera membungkus tubuhnya yang menggigil dengan selimut hangat yang berada di kamar Shannon. Butuh istirahat tanpa ada yang mengganggu. Ponselnya sengaja dalam mode silent.
Entah berapa lama Zaky tertidur dalam posisi miring dan sedikit meringkuk. Badan yang terbungkus selimut menjadi hangat. Lebih teras hangat dirasakan di punggungnya. Perlahan membuka mata dan mengumpulkan nyawa yang masih berserak. Saat hendak menggeliat merasa ada beban berat di belakangnya. Dan ada satu tangan melingkari perutnya.
Zaky melebarkan mata dengan kaget. Namun dari pantulan cermin yang memanjang di tembok di hadapannya. Yang memantulkan keseluruhan ranjang, dapat terlihat dengan jelas siapa sosok yang memeluknya dari belakang itu meski lampu temaram. Apalagi kini saat nyawa sudah terkumpul, bisa mencium aroma parfum yang dikenalnya.
"Sha." Zaky memanggil dengan suara serak. Tenggorokan terasa kering dan sedikit sakit saat menelan ludah. Tak ada sahutan membuatnya menggeser badan dengan perlahan dan beralih terlentang sambil merentangkan kedua tangan. Kini terasa tulang-tulangnya linu.
"Babe." Shannon memanggil dengan nada manja dan serak. Matanya hanya terbuka sedikit sebab masih merasa mengantuk. Tubuhnya beringsut mendekat dan memeluk Zaky.
"Sha, jangan begini!" Zaky berusaha mendorong bahu Shannon yang berada di dadanya. Jantungnya mendadak bertalu kencang.
"Sebentar saja. I miss you. Really miss you, Babe." Shannon mengeratkan pelukannya. Dada yang saling melekat tanpa sekat sehingga bisa saling merasakan debaran jantung yang bertalu kencang.
gass.. tapi jangan ketinggalan sholat Jumat nya