🏆 Juara 3 YAAW 2024 Periode 2🏆
"Permisi Mas, kalau lagi nggak sibuk, mau jadi pacarku?"
———
Daliya Chandana sudah lama memendam rasa pada sahabatnya, Kevin, selama sepuluh tahun. Sayangnya, Kevin tak menyadari itu dan malah berpacaran dengan Silvi, teman semasa kuliah yang juga musuh bebuyutan Daliya. Silvi yang tidak menyukai kedekatan Daliya dengan Kevin mengajaknya taruhan. Jika Daliya bisa membawa pacarnya saat reuni, ia akan mencium kaki Daliya. Sementara kalau tidak bisa, Daliya harus jadian dengan Rio, mantan pacar Silvi yang masih mengejarnya sampai sekarang. Daliya yang merasa harga dirinya tertantang akhirnya setuju, dan secara random meminta seorang laki-laki tampan menjadi pacarnya. Tak disangka, lelaki yang ia pilih ternyata seorang Direktur baru di perusahaan tempatnya bekerja, Narendra Admaja. Bagaimana kelanjutan kisah mereka?Akankah Daliya berhasil memenangkan taruhan dengan Silvi? Atau malah terjebak dalam cinta segitiga yang lebih rumit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16. Ren vs Kevin
"Liya!" Kevin terus mengetuk jendela mobil dengan keras "Keluar, Liya!"
Ren berdecak sebal. Kenapa setiap dirinya sedang dalam suasana bagus bersama Daliya selalu ada yang mengganggu? Sejujurnya, Ren tak masalah untuk melanjutkan kegiatan mereka, lagipula kaca jendela mobilnya sudah didesain untuk tidak bisa terlihat dari luar. Tapi, tentunya Ren tidak bisa mengabaikan Daliya begitu saja. Karena saat ia menatap wanita itu, tampak wajahnya sudah terlihat panik dan pucat.
"Maaf...," Daliya mendorong tubuh Ren agar menjauh darinya, kemudian ia keluar dari mobil dengan terburu-buru.
"Daliya!" Kevin langsung menarik tangan sahabatnya itu. "Kamu sebenarnya kemana saja? aku sudah telepon dan chat dari tadi, tapi kamu nggak bales-bales! Aku pergi ke kantormu, tapi katanya kamu tidak masuk hari ini. Sebenarnya kamu kemana?"
"Vin, tenang dulu," Daliya meringis karena Kevin menarik tangannya begitu kuat, membuat pergelangan tangannya terasa sakit. "Lepasin tangan aku,"
"Kamu tahu nggak sih betapa khawatirnya aku?" Kevin tak peduli, ia masih terus mencengkeram erat tangan gadis itu.
"Hey, bro," Ren muncul dan langsung melepaskan pegangan Kevin pada Daliya. "Lo denger nggak, sih? Lepasin, Daliya kesakitan,"
Kevin langsung memberikan tatapan tajam pada Ren. "Lo lagi?" Kevin menoleh pada Daliya. "Kamu masih berhubungan sama laki-laki brengshek ini?"
"Vin, kalau ngomong yang sopan. Ren nggak seburuk yang kamu pikirin!"
"Kalau nggak brengshek, terus apa? Mana ada cowok baik-baik yang ngajak jalan cewek di jam kerja? Kamu udah dibawa sama dia kemana aja, hah?" Kevin mendengus dan menatap Ren dengan tatapan marah. "Jangan bilang ke hotel?"
"Kevin!" Daliya terbelalak. "Jangan ngomong sembarangan!"
"Daliya, kamu itu jadi cewek jangan bego-bego banget deh. Kamu nggak tahu kan tujuan cowok-cowok mendekati kamu? Mereka semua itu sama! Otaknya kotor! Mereka cuma mau menaklukkan kamu di atas kasur!"
BUGH!
Seketika itu juga, tubuh Kevin ambruk ke tanah. Daliya terbelalak. Ren sudah mendaratkan bogem mentahnya pada Kevin.
"Lo bilang apa tadi? Ulangi!" Ren mencengkeram kerah Kevin, tatapannya berubah menjadi beringas. "Jangan sembarangan bicara! Gue nggak kaya Lo yang pikirannya mesum! Daliya itu cewek baik-baik, jangan samain dia sama cewek-cewek yang Lo kenal!"
"Gue tahu Daliya cewek baik-baik! Tapi Gue nggak yakin sama Lo! Lo itu bahaya buat Daliya! Daliya itu cewek polos yang nggak tahu apa-apa!" Kevin balas berteriak. Ia ingin membalas tinju Ren, tapi kekuatan pria itu sama sekali bukan tandingannya.
"Kalian berdua, STOP!" Daliya berusaha melerai, apalagi saat ini mereka sedang menjadi tontonan para penghuni kos. "Ren, lepasin!"
"Nggak! Orang kaya begini harus dikasih pelajaran biar dia jera! Biar dia nggak ngomong sembarangan lagi!"
"Ren!" Daliya menghadang Ren, dan hal itu berhasil membuat gerakan Ren yang hampir meninju Kevin terhenti. Daliya langsung menarik lelaki itu agar menjauh dari Kevin.
"Ren, lebih baik kamu pulang sekarang," Daliya berkata tegas.
"Tapi—"
"Ren, please!"
Ren menatap Daliya keberatan.
"Dia udah ngomong sembarangan soal kamu,"
"Iya, aku tahu,"
"Dia harus diberi pelajaran!"
"REN!"
Ren tersentak, tak menyangka Daliya akan membentaknya. Daliya lantas menarik tangan Ren dan menyuruh lelaki itu masuk ke mobilnya.
"Terimakasih karena sudah mengantar aku. Hati-hati di jalan, salam untuk mamamu," ujar Daliya kemudian. Ren hanya terdiam sambil memandang Daliya dengan tatapan nanar, lalu ia menghidupkan mesin mobil dan berlalu dari sana.
Sepeninggal Ren, Daliya langsung menghampiri Kevin. Tampak sahabatnya itu sedang meringis kesakitan. Sepertinya tinjuan Ren benar-benar efektif untuk membungkam mulut Kevin. Awalnya Daliya berniat untuk mengajak Kevin ke kamar kost-nya untuk diobati. Tapi, mengingat lagi ucapan buruk Kevin tentang dirinya membuat Daliya mengurungkan niat.
"Liya," Kevin menahan tangan Daliya yang hendak masuk ke gerbang kost-kostan. "Aku minta maaf. Aku bicara begitu karena—"
"Sudahlah," Daliya menghela napas panjang. "Lebih baik sekarang kamu juga pulang,"
"Liya, aku ke sini karena kamu nggak bisa dihubungi sama sekali. Kamu kenapa sih? Kenapa kamu jadi berubah?"
"Berubah kenapa sih, Vin?" Daliya melipat tangannya di depan dadda. "Aku nggak berubah. Aku masih Daliya yang sama. Tadi aku memang agak sibuk, jadi belum sempat membalas pesanmu. Ayolah Vin, sekarang kita sudah punya pasangan masing-masing. Bukankah wajar kalau prioritas kita berubah? Aku fokus dengan pacarku, kamu fokuslah dengan pacarmu,"
"Kamu sama cowok itu beneran pacaran? Liya, aku kan sudah bilang jangan—"
"Kalau kamu kesini cuma untuk ngomelin aku, lebih baik kamu pulang deh, aku capek," potong Daliya. "Vin, kita berdua itu sudah besar. Sudah punya keputusan sendiri. Kalau aku bilang ke kamu jangan pacaran sama Silvi, apa kamu akan terima?"
"Silvi itu cewek yang baik,"
"Begitu juga dengan Ren,"
"Kamu belum terlalu mengenal cowok itu, Liya. Bisa jadi kan dia bukan cowok baik-baik?"
"Memangnya kamu sudah kenal Silvi dengan baik? Apa perlu aku sebutkan semua kelakuan dia selama ini?" Daliya jadi terpancing emosinya setiap kali mendengar nama Silvi disebut. "Udah, Vin, udah. Aku capek. Mending sekarang kamu pulang,"
"Kamu nggak lupa sama ulang tahun Bunda kan?" Ucapan Kevin membuat Daliya seketika terbelalak. "Nanti malem Bunda mau ngajak makan malam, dan kata Bunda kamu harus ikut,"
Daliya menatap Kevin lamat-lamat. Ah, gawat, dia lupa. Bunda adalah ibu Kevin yang sudah Daliya kenal sejak masa SMA dulu. Biasanya mereka memang selalu merayakan ulang tahun Bunda setiap tahun, dan biasanya juga, Daliya adalah orang yang paling antusias menyiapkan segala sesuatu. Tapi, akhir-akhir ini Daliya memang berusaha menyibukkan diri agar tidak terus kepikiran soal Kevin yang pacaran dengan Silvi, jadilah dia lupa.
"Tapi, seharusnya aku nggak usah hadir nggak apa-apa kan? Kan sekarang sudah ada Silvi," ucap Daliya setelah beberapa saat berpikir. "Bunda pasti senang kalau calon menantunya hadir di acara ulang tahunnya,"
"Aku belum bicara soal Silvi sama Bunda," ujar Kevin lirih. "Malam ini aku berniat mengenalkan Silvi di acara makan malam. Makanya, Aku butuh bantuan kamu,"
Daliya memutar bola matanya kesal. Seperti yang dia duga, Kevin pasti datang untuk meminta bantuan atau semacamnya. Apa di mata Kevin dirinya ini seperti petugas damkar yang selalu siap sedia menyelesaikan masalahnya? Daliya hendak menolak, tapi melihat wajah Kevin yang lebam karena terkena bogem mentah dari Ren membuatnya tak tega.
"Ya sudah," Daliya mengalah. "Kamu kirim saja lokasinya padaku,"
"Serius?" mata Kevin berbinar. "Makasih, Daliya. Kamu memang sahabatku yang paling baik,"
Daliya menelan ludahnya kasar. Sahabat? Cih! Entah kenapa dia jadi kesal mendengar kalimat itu.
"Kalau begitu, aku akan kabari Silvi. Sampai ketemu nanti malam," ujar Kevin sembari masuk ke dalam mobilnya. Daliya tidak menjawab dan hanya memandangi mobil Kevin yang sudah meluncur pergi.
Setelah mobil Kevin menghilang dari pandangan, Daliya jadi kepikiran soal Ren. Apa lelaki itu sudah sampai apartemen dengan selamat? Apa tangan Ren yang tadi digunakan untuk meninju Kevin baik-baik saja? Daliya meraih ponsel dan berniat untuk menghubungi Ren. Tapi, gerakannya terhenti setelah ia berpikir cukup lama.
"Gengsi nggak sih, kalau aku yang chat duluan? Lebih baik aku tanya langsung saja besok di kantor,"
tulisannya juga rapi dan enak dibaca..
semangat terus dlm berkarya, ya! 😘
ujian menjelang pernikahan itu..
jadi, gausah geer ya anda, Pak Direktur..