Payung Hitam

Hening nyaris tak terdengar. Bang Ribas melihat Bang Rilo dan Bang Riga saling diam dan tidak ada kata sapa.

Beliau membuang nafas panjang berat kemudian menghampiri dua juniornya. Beliau yang sudah lebih dulu menelan asam garam kehidupan pasti sudah jauh lebih paham akan segala tindakan yang terjadi.

"Sebenarnya kalian ini kenapa? Saling peduli tapi saling gengsi. Kalian sudah cukup tua untuk 'berebut bola'." Kata Bang Ribas.

"Saya tidak tahu apa masalah dia, Bang. Tidak sedikit pun Bang Rilo percaya sama saya." Jawab Bang Riga.

"Bagaimana bisa percaya kalau tingkah Riga selalu brutal. Buat kepikiran, apalagi sekarang Lira sedang dalam kondisi kosong. Apa saya tidak semakin buyar????" Ucap geram Bang Rilo.

Bang Riga menghisap rokoknya dalam-dalam lalu membuangnya ke segala arah. "Matamu nggak lihat??? Saya bukan anak-anak yang harus Abang awasi setiap saat. Saya laki-laki yang sudah paham arah bahkan sejak saya memilih jalan. Saya sudah bisa hamili perempuan..!!"

"Rigaaaaa..!!!!!!!" Bentak Bang Rilo mendengar ocehan adiknya yang tidak berarah.

Nafas panjang kembali terlepas dari Bang Ribas. "Cukuupp..!!!!!"

Bang Rilo dan Bang Riga terdiam. Bang Riga duduk tenang sembari menghisap batang rokoknya sedangkan Bang Rilo masih mengatur nafas yang tidak beraturan.

"Rilo.. kamu ini laki-laki, kan?? Kenapa sensitif dengan sikap adikmu padahal kamu sendiri juga begitu. Dan kamu Riga.. cepat nikah kalau sudah ada jodohnya, meskipun perkataanmu adalah candaan tapi kita tidak akan bisa sepenuhnya menahan diri kalau semua sudah menyangkut perempuan." Nasihat Bang Ribas.

"Belum ada jodoh. Semua wanita merepotkan, manja, buat susah, penipu, b*****t."

"Itu Anriya nganggur, Rig. Yatim piatu, anak panti yang mandiri. Kamu mau saya lamarkan Anriya??" Tanya Bang Ribas.

"Nggak, Bang. Apalah perempuan, hanya bisa buat sakit hati saja. Taunya hanya uang, lalu selingkuh. Kita sudah sayang, malah hamil anak laki-laki lain. Itu ada contohnya..!!" Jawab Bang Riga sambil memonyongkan bibirnya menunjuk ke arah Abangnya.

Bang Rilo berniat menjawabnya tapi Bang Ribas melarang. "Manusia hanya bisa berlakon, berusaha, selebihnya kehendak Allah. Rilo pernah merasakan kepahitan itu, pacarmu pernah hamil dengan pria lain.. lantas karena rasa sakit hatimu, kamu memukul rata sifat wanita. Jangan begitu, Le..!! Anriya juga pernah mengalami hal buruk dalam hidupnya hingga tidak bisa sepenuhnya percaya dengan laki-laki."

Bang Riga terdiam, bagaimana mau melamar seorang wanita jika hatinya sama sekali tidak ada rasa untuk wanita. "Sa_ya.. seperti tidak bisa jatuh cinta pada wanita." Jawab Bang Riga.

"Astaghfirullah hal adzim..!!!!" Serentak Bang Ribas, Bang Rilo dan Bang Bayu beristighfar.

"Kawin saja kau, Rig..!! Pangkatmu sudah Lettu senior, periode mendatang kau naik Kapten. Nanti Abang yang bilang sama Bang Rudha. Pokoknya kau harus nikah sama perempuan" Kata Bang Ribas khawatir jika juniornya itu tidak 'berselera' dengan wanita.

"Apalah Abang ini. Aku suka normal, masih suka perempuan tapi aku tidak bisa jatuh cinta. Kalau aku menikah tanpa cinta, aku hanya akan menyakiti istriku saja..!!" Tolak Bang Riga.

Bang Rilo, Bang Bayu dan Bang Ribas akhirnya saling melempar pandangan. Mereka menelan ludah dengan perasaan cemas dan pikiran melanglang buana.

"Sudahlah, kawin saja..!!" Imbuh Bang Rilo dengan nada rendah dan pastinya penuh kekhawatiran sebagai seorang kakak.

"Halal lebih baik, broo..!!" Bang Bayu pun akhirnya turut membujuk.

...

Anriya menunduk, ada perasaan tidak biasa dalam hatinya sebab jika dirinya menerima pinangan Bang Riga pasti ia akan kehilangan setengah kehidupannya seperti Lira.

Yang Anriya tau saat ini Lira saja sedang tidak bahagia karena pernikahan 'paksaan', ia tau meskipun Lira sudah berpisah dengan Bang Priyadi tapi sahabatnya itu tidak pernah bisa lupa akan sosok pria tersebut.

"Anriya tidak bisa menerima pinangan Om Riga karena Anriya masih ingin berkarir. Anriya membayar pendidikan ini sendirian, dengan hasil kerja keras serta bantuan beasiswa dari kampus." Jawab Anriya.

Bang Riga sudah mendengarnya, tapi tatapan para Abang terus menekannya.

"Kalau kamu menjadi bagian dari hidup saya, saya janji akan menanggung semuanya. Kamu tidak perlu bersusah payah lagi untuk bekerja." Kata Bang Riga.

"Tidak, Om. Anriya ingin berdiri di atas kaki sendiri. Tidak di remehkan orang lain. Om tidak pernah tau rasanya tidak punya ayah dan ibu, ingin apapun harus menunggu belas kasih orang. Anriya hanya ingin sukses, setidaknya tidak merepotkan orang lain." Ujar Anriya.

Kini terasa sisi hati Bang Riga tersentuh oleh perkataan gadis cantik itu. Senyumnya mengembang mengukir wajah tampannya.

"Tidak sedikit pun niat saya meremehkan perjuanganmu. Kamu dan saya sama saja, kita tidak besar dalam didikan orang tua, hanya saja kamu berada dalam didikan yang tepat meskipun penuh kesederhanaan. Niat saya meminang mu adalah sungguh ingin menyelesaikan 'ibadah' terpanjang. Saya ingin kamu bisa bersanding, menemani dan menghabiskan hidup ini bersama saya." Ajak Bang Riga mengutarakan niat baiknya.

"Bolehkah saya berpikir dulu?" Tanya Anriya.

"Silakan..!!" Jawab Bang Riga.

.

.

.

.