NovelToon NovelToon
Aku Yang Kau Buang

Aku Yang Kau Buang

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Cintapertama / Patahhati / Balas Dendam / Konflik Rumah Tangga-Konflik Etika
Popularitas:16.5M
Nilai: 4.9
Nama Author: aisy hilyah

Seira, 25 tahun, istri dari seorang saudagar beras harus menerima kenyataan pahit. Dikhianati suami disaat ia membawa kabar baik tentang kehamilannya. Zafran, sang suami berselingkuh dengan temannya yang ia beri pekerjaan sebagai sekretaris di gudang beras milik mereka.

Bagaimana Seira mampu menghadapi semua ujian itu? Akankah dia bertahan, ataukah memilih pergi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Restu Ibu

Akhir pekan yang tak sesuai dengan rencana, jauh-jauh hari mempersiapkan segala sesuatu untuk memberikan keindahan pada wanita yang entah mengapa semenjak pertemuan pertama mereka selalu mengganggu pikirannya.

Fatih tak dapat makan dan tidur dengan tenang, senyum Seira dan masalah yang ditanggungnya menjadi beban pikiran laki-laki lajang itu. Tingkahnya yang seperti remaja sedang jatuh cinta membuat sang Ibu mengernyitkan dahi heran.

Terkadang senyum sendiri, tak jarang juga terlihat murung. Kadang memandangi ponsel seharian penuh, menatap sederet angka yang diberikan Mang Udin padanya. Hanya saja, tak ada keberanian untuk menghubunginya terlebih dahulu.

"Tumben, mau ke mana udah gagah begini?" selidik Ibu di Sabtu pagi sebelum kepergian Fatih ke desa di mana Seira tinggal.

Pemuda itu berdehem, menetralkan hatinya yang tiba-tiba berbunga. Padahal, Ibu hanya mengatakan dia gagah. Ia membayangkan jika kalimat itu terlontar dari bibir manis Seira. Duduk dengan tenang, senyum tersemat tipis, tapi Ibu masih dapat melihatnya.

"Hei! Ditanya, kok, diem aja. Malah senyum-senyum sendiri kayak gitu, bikin merinding aja," tegur wanita hampir tua itu sambil menggebrak meja pelan.

Fatih mendongak, tak lama tertawa dengan semu merah di kedua pipinya. Kulit keriput itu semakin menumpuk ketika terlipat, menatap sang putra yang akhir-akhir ini bertingkah aneh.

"Kenapa kamu jadi aneh gini sejak dari desa? Ada sesuatu di sana? Kenapa nggak bilang sama Ibu?" Ia mendaratkan bokong di kursi berhadapan dengan putranya.

Belum ada sahutan, pemuda itu sedang memakan sarapannya berupa roti isi dan segelas susu, sedangkan Ibu menyendok nasi dan lauk juga sayur sesuai porsinya.

"Ada aja." Dua kata itu menyimpan seribu misteri.

Tangan Ibu berhenti di atas mangkuk sayur, memicingkan mata pada pemuda di hadapan yang penuh dengan misteri.

"Ya udah, kalo kamu nggak mau kasih tahu, Ibu mau cari tahu lewat Udin. Dia pasti tahu ngapain aja kamu di desa," ucap Ibu sambil melanjutkan kegiatannya menyendok sayur.

Mulut Fatih berhenti mengunyah, memutar mata pelan pada sang Ibu yang tersenyum senang. Memperhatikan cara makan wanita yang melahirkannya itu dengan tatapan ngeri. Itu tak hanya sekedar ujaran semata, tapi sebuah ancaman yang pastinya mengandung kesalahpahaman seperti biasa.

"Makan, makan! Ibu nggak sabar pengen nelepon Udin," ucapnya lagi membuat Fatih tertekan.

Pemuda itu meletakkan roti isi di tangan ke atas piring, menyeruput susu hangat sebelum kembali memandang Ibunya yang tengah asik menyantap sarapan. Ia lupa bekerjasama dengan laki-laki itu agar tidak memberitahu apapun soal yang terjadi di desa.

"Ibu!" Dia merajuk.

"Hmm ... abisin sarapannya. Nanti nggak enak," sahut Ibu tak acuh.

Tangannya dengan lihai mengambil sambal menggunakan potongan tempe dan melahapnya.

"Ssstt ... pedes, panas," sindir Ibu.

Fatih memerah, memang ada rasa hangat yang menjalar di seluruh tubuhnya. Itu semua karena sikap Ibu.

"Iya, deh, Fatih ...."

"Mmm?"

Ibu menyudahi makannya, menatap antusias pada pemuda yang seketika berubah gugup. Tubuhnya condong ke depan membuat Fatih berpaling wajah, terlalu malu jika wanita itu melihat rona merah di pipinya.

"Tapi kalo aku cerita, Ibu jangan marah. Jangan juga salah faham, dengerin dulu."

Ibu mengangguk cepat, dalam hati menebak pasti soal perempuan. Apapun dia, yang penting tidak bermasalah, maka akan diterima dengan baik di rumah itu. Sudah lama ia menginginkan menantu dan cucu, tapi sulungnya itu tak terlihat dekat dengan perempuan.

Jikapun ditanya, jawabnya 'belum ada yang pas di hati.'

"Kemarin aku hampir nabrak orang-"

"Hah?!"

"Ih, Ibu ... dengerin dulu!"

"Iya, iya. Terus?"

"Terus ...."

Fatih menceritakan kronologis pertemuannya dengan Seira, sampai mengantarnya ke desa. Awalnya Ibu bersikap antusias, senyum terus terpasang di bibir sepanjang mendengar cerita pertemuan mereka. Namun, lambat laun, senyumnya memudar ketika cerita itu sampai pada siapa Seira dan apa statusnya.

"Jadi, kamu suka sama istri orang? Lagi hamil? Nggak, nggak, Fatih! Ibu nggak mau kamu punya masalah," tolak Ibu dengan cepat sembari menjauhkan tubuhnya.

"Bu, dengerin dulu. Fatih belum selesai cerita," pintanya sambil memegang tangan Ibu dengan hangat.

"Apalagi? Perempuan itu istri orang, lagi hamil, terus dia pergi dari rumah gitu aja. Apalagi namanya kalo bukan perempuan nggak baik. Nggak, Ibu nggak mau kamu deket-deket sama dia. Ibu nggak mau anak Ibu yang ganteng dan mapan ini jadi perebut istri orang. Ibu nggak mau!" cerocos Ibu sambil menarik tangannya yang digenggam Fatih.

Pemuda itu menghela napas, menyandarkan punggung pada sandaran sambil menatap Ibu dengan malas. Ia sudah dapat menerka akan begini jadinya. Ibu langsung salah faham dan mengambil kesimpulan dengan mudah.

"Bu, dia bukannya kabur, tapi diusir sama suami dan mertuanya. Dia ikut Bi Sari karena udah nggak punya siapa-siapa, rumah nggak ada, keluarga nggak ada. Satu-satunya keluarga adalah suaminya itu, tapi dia selingkuh karena udah lima tahun mereka nikah Sei nggak hamil-hamil. Dia disangka mandul terus diusir gitu aja," jelas Fatih merasa gemas dengan tingkah wanita itu.

Ibu tak langsung mempercayainya, justru memicingkan mata curiga pada anak sulungnya.

"Tetep aja dia itu masih istri orang, mereka belum cerai, Fatih."

Benar. Fatih tercenung mendengar kalimat ibunya.

"Kata Mang Udin, hari di mana Sei diusir suaminya udah jatuhin talak. Cuma belum diurus di pengadilan karena Sei nggak punya berkas-berkasnya. Dia nggak bawa apa-apa selain baju yang dia pake. Kalo Ibu nggak percaya tanya aja sama Mang Udin," ucap Fatih dengan yakin.

Mata wanita tua itu semakin menyipit, ia mengeluarkan ponsel yang tak pernah jauh dari sakunya. Mencari nama Udin dan gegas menelponnya, tak peduli pada nasi dan sayur yang minta dihabiskan. Konfirmasi cerita anaknya dulu, itu yang lebih penting.

"Hallo, Din. Kamu lagi di mana?" Ibu diam mendengarkan.

"Di desa?" Ibu memicing lagi pada Fatih.

"Din, aku mau tanya tadi Fatih cerita soal perempuan yang bernama Seira. Dia majikan kamu?"

Ibu diam lagi mendengarkan. Raut tegang di wajahnya perlahan mengendur, serius sekali mendengarkan Mang Udin di seberang sana.

"Ya udah, Din, makasih." Ibu menutup sambungan, memasukkan benda tersebut ke dalam saku sembari melihat putranya dengan aneh.

Fatih mengernyit dan menunggu apa yang akan dikatakan wanita itu selanjutnya.

"Kalo kamu ngerasa kasihan sama dia, bantu urus semuanya. Jangan cuma diem aja. Kamu, kan, punya pengacara minta bantuan sama dia buat urus semua. Dia pasti bisa, 'kan?" saran Ibu tiba-tiba sambil melanjutkan makannya.

Wanita itu bahkan terlihat lebih tenang setelah berbicara dengan Mang Udin. Entah apa yang dikatakan laki-laki itu hingga Ibu bisa berubah dengan cepat seperti sekarang ini.

"Mang Udin bilang apa?" Akhirnya lolos juga pertanyaan itu.

"Ada aja." Balasan yang setimpal membuat hati Fatih tercubit. Gemas dan geram jadi satu jika sudah berhadapan dengan sikap aneh wanita di hadapannya itu.

"Klo Ibu nggak mau ngomong, aku mau tanya Mang Udin."

"Tanya aja, Ibu nggak takut. Emang kamu suka maen rahasia-rahasiaan."

Fatih menjatuhkan rahangnya, sungguh ia tak pernah menduga akan mendengar kalimat sarkas itu. Ia cemberut dan melanjutkan makannya.

"Dengerin saran Ibu. Lebih cepat lebih baik. Kalo lambat nanti keduluan orang, terus nangis-nangis di pojokan kamar. Terserah kamu."

Ibu beranjak setelah menenggak segelas air. Fatih memandang punggung wanita yang semakin menjauh itu, ada ribuan pertanyaan yang berdenging di kepalanya.

Apa artinya Ibu ....

Kedua matanya membelalak.

*****

Fatih mendesah, duduk di samping ranjang Seira yang masih tak sadarkan diri. Kedatangannya ke desa karena ingin membahas soal itu dengannya, tapi tak sesuai dengan harapan karena kondisi wanita itu yang tiba-tiba sakit.

Sabar ....

1
AYU TIME KARTIKA
Lita jelas shock dung😀
AYU TIME KARTIKA
hukum tabur tuai 😀
AYU TIME KARTIKA
hayo pertandingan......
AYU TIME KARTIKA
semua merindukan masakanmu sei
Betty Susilorini
Luar biasa
AYU TIME KARTIKA
mang rasa tak pernah bohong ya fan .... 🤣🤣🤣
AYU TIME KARTIKA
sat set yuk😅😅😅
AYU TIME KARTIKA
rasain kamu Lita......😁😁😁
AYU TIME KARTIKA
pacarnya mungkin yg nelpon😁😁😅
aksari
Lumayan
AYU TIME KARTIKA
takut seperti dia mungkin....jadi pelakor🤭🤭🤭🤭
AYU TIME KARTIKA
takut seperti dia mungkin....jadi pelakor🤭🤭🤭🤭
AYU TIME KARTIKA
ooooooo gitu ya ceritanya....taruhan
AYU TIME KARTIKA
tuhhh kaaannn jadi keingetan sm sie terussds
AYU TIME KARTIKA
dulu kedatangan wanita bisa hamil saja bangga buuuu....sekarang..😁😁😁
AYU TIME KARTIKA
cita cita kok jadi ratu.....ga ada kelessss😁😁😁
Ratnasihite
kpn ketemunya thor, jd kaya artis aja thor😁
AYU TIME KARTIKA
lanjut mas dokter😀
AYU TIME KARTIKA
kenapa harus berbohong bu?
AYU TIME KARTIKA
kenyataan tak seindah impian ya Lita😁😁😁😅
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!