Aisha berjalan perlahan mendekati suaminya yang terlihat sedang menelepon di balkon, pakaian syar'i yang sehari-hari menjadi penutup tubuhnya telah dia lepaskan, kini hanya dengan memakai baju tidur yang tipis menerawang Aisha memberanikan diri terus berjalan mendekati sang suami yang kini sudah ada di depannya.
"Aku tidak akan menyentuhnya, tidak akan pernah karena aku hanya mencintaimu.."
Aisha langsung menghentikan langkahnya.
Dia lalu mundur perlahan dengan air mata yang berderai di pipinya, hingga ia kembali masuk ke dalam kamar mandi, Alvin tidak tahu jika Aisha mendengar percakapan antara dirinya dengan seseorang di ujung telepon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Almaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kak Ahmad
Alvian benar-benar tak bisa fokus bekerja, kejadian tadi pagi terus terbayang di ingatannya.
Sebagai laki-laki yang normal, wajar rasanya jika dia begitu tergoda, melihat untuk pertama kalinya, wanita secantik istrinya dalam balutan handuk yang mengekspos sebagian tubuhnya.
Lagi-lagi dirinya bersyukur, busana dan cadar telah menutupi keindahan tubuh dan wajah istrinya selama ini, lagi-lagi dia juga merasa beruntung, karena semua keindahan itu adalah miliknya. Hanya untuknya.
Dia menarik kembali seluruh ucapannya, menyesali semua perkataannya yang berkoar tak akan tergoda dan menyentuh istrinya.
Karena nyatanya sekarang, dia sangat menginginkan Aisha.
***
"Besok Abah sudah boleh pulang," ujar Aisha dengan senang.
Ummi dan Zainab juga tampak bahagia.
"Aku ingin Abah tinggal dan beristirahat di rumahku dulu," ucap Aisha penuh harap.
"Maafkan Abah Nak. Sebaiknya Abah langsung pulang saja ke Pondok. Abah tidak ingin merepotkanmu dan suamimu."
"Kenapa Abah bicara seperti itu?" Aisha terlihat sedih.
"Lain kali saja kami menginap nak. Kami harus secepatnya pulang ke Pondok karena tidak bisa meninggalkannya lebih lama lagi." ucap Ummi sambil mengelus kepala putrinya.
Aisha mengangguk mengerti.
Mereka semua melanjutkan perbincangan dengan hangat
Tak lama terdengar suara pintu diketuk dan dibuka, lalu terlihat beberapa orang dengan setelan jas masuk ke dalam ruangan menghampiri mereka semua setelah mengucapkan salam.
Aisha dan kedua kakaknya juga orang tuanya terlihat heran.
Namun kemudian Aisha tampak mengenali salah seorang dari mereka, seorang ibu-ibu yang kemudian dia ingat jika itu adalah ibu dokter Anita.
"Maksud kedatangan kami kesini ingin meminta maaf," seorang lelaki paruh baya, melihat Aisha dan seluruh keluarganya dengan penuh hormat.
"Minta maaf?" ucap Kak Ahmad heran.
Aisha yang sedari tadi berpikir tampak sedikit mengerti.
"Maaf. Lebih baik kita bicara diluar saja," ucap Aisha cepat sambil membuka pintu meminta semua orang untuk keluar.
Semuanya saling berpandangan namun mereka menurut akhirnya keluar ruangan.
"Ada apa ini dek?" tanya Zainab mewakili rasa penasaran kedua orang tuanya.
"Bukan apa-apa. Hanya salah paham saja." Aisha tersenyum, dia akan keluar dengan diikuti oleh kak Ahmad.
"Kakak tunggu saja disini." Aisha menahan Kakaknya.
"Tidak. Kakak mau tahu apa yang terjadi." Ahmad memaksa keluar.
___
Di ruangan Direktur.
Aisha melihat dokter Anita duduk sambil menundukkan kepalanya diapit oleh kedua orang tuanya.
"Saya ayah dari dokter Anita," ucap pria paruh baya itu mengenalkan diri pada Aisha dan kakaknya.
"Dan ini ibunya." pria itu menunjuk seorang wanita disampingnya, dimana sebenarnya Aisha pernah bertemu dengannya.
"Kami kesini ingin meminta maaf atas kesalahan anak kami."
"Tolong maafkan kesalahan anak kami. Kami tahu jika perbuatannya sudah sangat keterlaluan." Pria paruh baya itu meminta maaf dengan bersungguh-sungguh pada Aisha.
Ahmad yang tidak mengerti melirik Aisha yang duduk di sampingnya.
"Saya sudah memaafkan dokter Anita. Insya Allah saya sudah melupakan semua perbuatannya pada saya," jawab Aisha sambil melihat Anita tepat di depannya.
Desi dan suaminya tampak senang. Mereka langsung melihat Direktur Rumah Sakit.
"Sebenarnya Dokter Anita sudah kami pecat, mengingat attitudenya yang sangat buruk dan tidak profesional. Mencoreng nama baik profesi dan lembaga Rumah Sakit. Tidak bisa membedakan mana urusan pribadi dan pekerjaan." Direktur itu melihat Aisha dan kakaknya bergantian.
"Tapi atas permohonannya dan kedua orang tuanya juga mempertimbangkan kinerja dan loyalitasnya selama ini pada pekerjaan dan Rumah Sakit ini, kami mempertimbangkan untuk kembali mempekerjakannya dengan syarat anda sudah memaafkannya dan berjanji tak akan lagi mengulangi perbuatannya."
Aisha mengangguk mengerti.
"Insya Allah saya sudah memaafkannya."
"Syukurlah kalau begitu." Semua orang tampak senang.
"Tunggu dulu, memangnya apa yang sudah dia lakukan padamu?" Ahmad tidak bisa lagi menahan rasa penasarannya.
Dia melihat adiknya yang terdiam tidak mau menjawab.
"Maaf. Saya tidak tahu-menahu. Tolong ada yang mau menjelaskannya?" Ahmad melihat semua orang.
Akhirnya Direktur Rumah Sakit yang memberi tahu Ahmad apa yang sebenarnya terjadi.
"Dia sudah menghinamu dan menarik cadarmu di depan banyak orang?" Ahmad melihat adiknya tak percaya.
Aisha terdiam.
Ahmad tampak sangat marah.
"Dia sudah menghina bukan hanya adik saya tapi juga agamanya," ucap Ahmad dengan geram.
"Menarik paksa cadar seorang muslimah apalagi di depan umum, sama halnya seperti menelanjanginya bulat-bulat."
"Apa putri anda tahu jika kelakuannya itu bisa membuatnya masuk penjara? Kami bisa melaporkannya atas dugaan pelecehan dan penistaan agama." Ahmad melihat ayah Anita. Tidak sanggup untuk melihat Anita langsung karena dia yang selalu menurunkan pandangannya pada wanita bukan mahramnya.
"Kalian pasti juga tahu jika menyangkut tentang urusan agama, baik itu pelecehan atau penistaan, hukum di negara kita tidak main-main."
Anita terlihat kaget, dia menjadi sedikit ketakutan.
Sementara yang lainnya hanya terdiam, karena apa yang dikatakan Ahmad memang benar adanya. Anita bisa terkena kasus hukum jika Aisha berniat melaporkannya, apalagi banyak saksi yang melihat sewaktu kejadian.
Mereka tahu jika ini masalah serius, penistaan agama sangat berat hukumannya.
"Sudah kakak. Kita tidak usah memperpanjangnya lagi."
"Memangnya apa masalahmu dengannya? Kenapa bisa dia menarik cadarmu?"
"Semuanya ini terjadi karena permasalahan diantara mereka. Anak saya sudah lama menjalin hubungan dengan Dokter Alvian." Desi yang sedari tadi membisu melihat Ahmad.
Ahmad tampak lebih kaget lagi. Kini dia mulai mengerti.
Tiba-tiba pintu terbuka, Alvian terburu-buru masuk dengan masih mengenakan baju operasinya.
***
Karena permintaan Ahmad, semua orang keluar sebentar karena dia ingin berbicara dengan Anita juga Aisha dan suaminya.
"Dia berjanji akan menceraikan istrinya setelah setahun pernikahan mereka. Dia juga bahkan berjanji tidak akan pernah menyentuh istrinya demi aku." Anita melihat Ahmad yang sedari tadi mendengarkan perkataannya sambil menunduk.
Aisha dan Alvian hanya saling berpandangan ketika Anita terus mengatakan semuanya.
"Kami saling mencintai, tapi perjodohan itu membuatnya terpaksa menikahi Aisha." Anita terlihat sedih, bahkan tampak menahan tangisnya.
Ahmad melihat Alvian dengan marah.
"Awalnya aku memang terpaksa, tapi sekarang tidak."
"Cukup." Ahmad melihat Alvian.
"Aku sudah mengerti semuanya." Ahmad memegang tangan Aisha. Menariknya untuk ikut bersamanya.
Aisha mengikuti kakaknya yang membawanya keluar ruangan.
Sementara Alvian terlihat frustasi sambil melihat Anita dengan marah.
"Kakak, jangan katakan pada Abah." Aisha menghentikan langkah kakaknya.
Ahmad menatap wajah adiknya.
"Kenapa kamu memendam sendiri penderitaanmu selama ini?"
"Kakak, Apa yang dikatakannya memang benar. Tapi sekarang tidak lagi, suamiku sudah berubah."
"Itu menurutmu. Kakak tidak mempercayainya."
"Lalu apa yang akan kakak lakukan? Kakak tidak mungkin mengatakannya pada Ummi dan Abah kan? Kakak tahu jika Abah akan kembali sakit jika mendengar semua ini."
"Kakak mengerti kamu memilih untuk diam selama ini demi Abah dan Ummi, tapi sekarang kamu tidak perlu lagi menyembunyikan semuanya. Kita akan memberitahu semuanya setelah Abah sehat nanti. Sementara itu, kamu akan ikut kami pulang ke pondok besok "
"Kakak..." Aisha kaget.
"Dengar perkataan kakak, atau kalau Abah tidak boleh tahu sekarang, paling tidak Ummi yang harus tahu."
Aisha terlihat lebih kaget lagi.
"Suamimu bukan laki-laki yang baik. Lelaki macam apa yang masih menjalin hubungan dengan wanita lain padahal dia sudah menikah, suami macam apa juga yang berjanji tidak akan menyentuh istrinya sendiri."
"Kakak awalnya memang seperti itu, tapi sekarang tidak."
"Baik. Sekarang kakak nanya. Apa dia sudah memberimu nafkah batin?" tanya Ahmad ingin memastikan.
Aisha tak menjawab.
"Belum kan?"
Aisha menundukkan kepalanya. Bingung. Tak mungkin baginya untuk berbohong.
"Tidak usah menunggu satu tahun, tinggalkan suamimu sekarang." Ahmad pergi meninggalkannya dengan marah.
Aisha terlihat bingung karena kemarahan kakaknya.
Dia bertekad akan meluruskan kesalahpahaman ini. Tak mungkin baginya harus berpisah dengan sang suami.