Sungguh teganya Hans ayah Tania Kanahaya, demi melunasi hutangnya kepada renternir, dia menjual anaknya sendiri kepada pria yang tak di kenal.
Dibeli dan dinikahi oleh Albert Elvaro Yusuf bukan karena kasihan atau cinta, tapi demi memiliki keturunan, Tania dijadikan mesin pencetak anak tanpa perasaan.
"Saya sudah membelimu dari ayahmu. Saya mengingatkan tugasmu adalah mengandung dan melahirkan anak saya. Kedudukan kamu di mansion bukanlah sebagai Nyonya dan istri saya, tapi kedudukanmu sama dengan pelayan di sini!" ucap tegas Albert.
"Semoga anak bapak tidak pernah hadir di rahim saya!" jawab Tania ketus.
Mampukah Tania menghadapi Bos sekaligus suaminya yang diam-diam dia kagumi? Mampukah Tania menghadapi Marsha istri pertama suaminya? Akankah Albert jatuh cinta dengan Tania?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertengkaran
Dari tempatnya menunggu, Arkana melihat Tania dan Kia di cegat oleh salah satu pria yang memiliki tubuh besar. Pria itu bergegas menghampiri kedua temannya.
“Ada apa ini?” tanya Arkana, dengan tatapan menyelidik ke pria tersebut.
“Ini Mas Arkana, bapak ini meminta Tania mengikutinya, sedangkan Tania tidak mengenalinya,” jawab Kia terlebih dahulu.
“Bapak ada keperluan apa ya dengan teman saya?” tanya Arkana dengan kesopanan.
Wah bisa berabeh kalau bodyguard Pak Albert bilang dia utusan Pak Albert. Jangan sampai Kia dan Mas Arkana tahu kalau gue ada hubungan dengan Pak Albert.
“Saya kebetulan teman ayahnya Non Tania, kebetulan ketemu di sini, jadi mau mengajaknya ke bawah karena ada ayahnya,” kata dusta sang bodyguard, dan wajahnya terlihat sangat menyakinkan.
Tania salut mendengar jawaban bodyguard Albert, ternyata bisa mengantisipasi keadaan juga dengan mengucapkan kebohongan.
“Oh...bapak teman kerja ayah, kenapa tidak bilang dari tadi. Soalnya saya sempat bingung, kayak kenal tapi agak lupa,” balas dusta Tania, walau batinnya sudah mendesah pasrah.
“Syukurlah ternyata loe kenal,” sambung Kia.
Tidak banyak berargumen lagi, akhirnya Tania berpamitan dan berpisah di depan XXI dengan Arkana dan Kia, lalu terpaksa mengikuti bodyguard Albert.
Namun sorot mata Arkana mencurigai gelagat Tania berserta pria yang jalan di depan Tania.
...----------------...
Restoran
Wanita itu dengan terpaksa mengikuti langkah kaki bodyguard Albert, entah mau di bawa ke mana. Namun setelah turun ke lantai tiga menggunakan lift, baru tahu jika dirinya dibawa ke salah satu restoran jepang yang mewah dan sudah tentunya tidak ramah di kantong buat kaum jelata seperti Tania.
Bodyguard Albert mengiring Tania ke salah satu ruang vip. “Silakan masuk, Non Tania,” ucap bodyguard mempersilahkan, sembari membukakan pintu.
Tania melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan, kemudian berdiri dekat meja, lalu melihat siapa yang berada di dalam ruangan.
Albert menatapnya dari tempat duduknya, dengan melipatkan kedua tangannya di dada bidangnya. Tania sudah mulai memutar malas bola matanya, ingin rasanya tidak memandang wajah pria itu.
“Duduk!” Suara Albert terdengar tak ramah, dan agak meninggi.
Tania menarik bangku kosong yang ada di hadapan Albert, kemudian mendaratkan bokongnya, lalu memangku tasnya di atas kedua pahanya.
Hening seketika, wajah mereka berdua tidak ada yang ramah. Tidak ada senyuman yang terbit di bibir mereka berdua, dan juga tidak ada tatapan hangat layaknya pasangan suami istri.
Dalam keheningan mereka berdua, tiba-tiba pelayan restoran masuk mengantarkan dan menyajikan beberapa menu makanan, terlihat enak jika dilihat dari penampilannya, namun sayang selera makan malam Tania sudah menghilang.
“Makan!” kembali lagi Albert berkata dengan satu kata saja, yang terkesan memaksa.
“Tidak lapar,” jawab Tania ketus.
Oh andaikan Albert bersikap baik dari awal menikahi Tania, mungkin wanita itu sudah terharu di ajak makan malam oleh Albert, jantungnya pun masih berdebar-debar di kala ditatap oleh Albert, pria yang dikaguminya.
Para pelayan restoran sudah meninggalkan mereka berdua, hingga Albert bisa menghentakkan sendok yang sudah di genggamannya di atas piring kosongnya.
Tania bergeming mendengarnya.
“Saya menyuruhmu makan!” seru Albert.
“Masih banyak wani—,”
“Wanita yang ingin sekali makan malam dengan Pak Albert!” sela Tania, sebelum Albert melanjutkan omongannya.
Albert terdiam.
“Tapi saya bukan wanita itu!” sambung Tania. Wanita itu berangsur dari duduknya.
“Selamat menikmati makan malamnya, Pak Albert.”
Kobaran api kecil mulai tersirat di kedua netra pria itu, melihat wanita itu sudah berjalan dan memegang kenop pintu, pria itu langsung beranjak dari duduknya, lalu bergegas menghampirinya, kemudian mencengkeram salah satu tangan Tania.
“Akh...sakit,” ringis kesakitan Tania, tangan Albert mencengkeramnya begitu kuat, menekannya seolah-olah lengannya benda mati.
Tatapan Albert begitu tajam, raut wajah tampan itu semakin terlihat garang, pembuluh darah yang berada di bagian rahang bawahnya terlihat berdenyut, menahan gejolak emosinya.
“Apakah kamu sadar, saya siapanya kamu! Dan berani tidak patuh dengan saya...hem!” Dengan rasa geramnya Albert berkata-kata.
Tidak perlu Tania menajamkan kedua netranya, wanita itu malah menyunggingkan salah satu sudut bibirnya dan memutar malas kedua bola mata indahnya.
“Siapa! Atasan saya di kantor, lalu pria yang membeli saya ... Betulkan!” jawab Tania lantang.
Kata suami tidak diucapkan oleh Tania, walau bibirnya ingin mengucapkan.
“Aakh...” rupanya jawaban Tania, semakin membuat cengkeraman Albert menyakiti lengannya.
“Lepaskan tangan saya, Pak Albert. Bukannya bapak jijik memegang saya!” seru Tania sembari berusaha menepis tangan besar pria itu dengan salah satu tangannya.
“Kenapa bapak harus marah dengan saya karena menolak makan! Kenapa bapak tidak makan dengan Nyonya Marsha, istri Pak Albert sendiri, bukan dengan saya!” lanjut kata Tania.
Pria itu semakin erat cengkeramannya, dan kedua netranya menatap lekat wajah Tania, lalu menatap dalam kedua iris mata berwarna abu-abu wanita itu.
“Harusnya kamu sadar diri jika kamu wanita yang saya beli, dan tak perlu mendekati pria siapa pun!” balas Albert, ucapannya penuh emosi. Namun pria itu juga bingung kenapa dirinya jadi naik pitam, ketika Tania menolak untuk makan bersamanya.
Hah....tidak perlu mendekati pria siapa pun!
“Tidak perlu mengingatkan saya, tentang hal itu. Tapi sungguh lucu tidak boleh dekat dengan pria lain!” jawab Tania, sedikit melawan.
Tania kembali berdecak kesal. “Ya saya memang di beli oleh Bapak dan hanya di anggap pelayan! Tapi sepertinya sebentar lagi akan ada orang yang akan menggantikan saya, lebih muda dan cantik tidak seperti saya yang jelek seperti pemulung. Dan dia juga seorang model pendatang baru, bukankah Pak Albert menyukai wanita cantik, siapa tahu saja dia bisa mengandung anak Pak Albert!” tukas Tania.
Pria itu mendorong tubuh Tania ke dinding dan menghimpitnya dengan tubuhnya hingga tak ada jarak lagi di antara mereka. Napas mereka berdua sudah membaur menjadi satu, irama detak jantung mereka pun terdengar walau samar-samar, aroma tubuh mereka pun menyeruak dan menjadi satu, wangi yang menenangkan.
“Sepertinya kamu senang ingin di gantikan...hem!” bentak Albert.
Tania memberanikan menatap wajah tampan pria itu. “Ya ... saya senang sekali! Saya tidak akan lagi berhubungan dengan pria yang tak punya hati. Dan anggap saja keperawanan saya bonus untuk bapak!” jawab Tania dengan ketusnya.
Posisi wajah mereka berdua sangat dekat, mungkin hidung mancung mereka sedikit lagi akan saling bersentuhan, begitu pula dengan bibir Albert dan Tania. Namun sayangnya mereka berdua sedang menaikkan bendera merah, pertengkaran suami istri sedang terjadi.
“Wow hebat sekali kamu bilang keperawananmu bonus untuk saya!” cemooh Albert.
“Saya tidak butuh bonus perawan kamu! Ck ... Jangan-jangan setelah bebas dari saya, kamu ingin menjual diri dengan pria lain!” lanjut kata pria itu, sinis.
Tania kembali memutar bola matanya malas, walau sebenarnya hati sakit dengan tuduhan Albert. “Kalau iya memangnya kenapa! Itu bukan urusan bapak!” balas Tania penuh emosi karena ucapan Albert.
Albert mulai mengeram, tampak wajah putihnya mulai memerah seperti orang yang terbakar emosi. “KAMU BENAR-BENAR KETERLALUAN, TANIA!!” teriak Albert pas si wajah wanita itu, membuat tubuh Tania menegang seketika, lalu seketika memalingkan wajahnya.
Entah kenapa hati pria itu sangat marah, emosi atas jawaban Tania. Seharusnya dia tak perlu emosi, karena hak wanita itu untuk memutuskan jalan hidupnya.
Selama berumah tangga dengan Marsha, Albert tidak pernah se-emosi ini dengan istrinya. Dan baru kali ini hatinya memanas dan berkobar api, entah kenapa.
“KAMU INGIN MENJADI PELACURR DILUAR SANA...HUH!” kembali membentak Albert.
Tania menarik napasnya dalam-dalam sebelum menghadapi Albert yang terlihat emosi. “Bukankah saya memang pelacurr untuk Pak Albert, istri Bapak juga mengatai saya seorang pelacurr untuk suaminya! Jadi kenapa tidak sekalian saya nyemplung saja, sudah terlanjur basah! Dan Pak Albert tidak perlu memarahi saya! Saya hanya pelayan, dan budak sekss bapak, tidak lebih kan!” jawab Tania, dengan mengulas senyum sinisnya.
Istri dan suami saja saja, buat apa kaya tapi mulut tidak seperti orang yang berpendidikan! Menyesal gue pernah kagum denganmu, Pak Albert.
Pria itu mengepalkan kedua tangannya hingga buku-buku kukunya memutih, yang masih menempel di di dinding, karena masih menghimpit tubuh Tania.
Sebenarnya Tania sudah risih dengan posisi mereka berdua, terlalu intim, apalagi ditatap oleh wajah tampan Albert, hati tidak bisa di bohongi, masih ada rasa suka walau sedikit.
“Minggirlah Pak Albert, tidak pantas rasanya seorang pelayan berdekatan dengan tuannya,” tegur Tania, sembari mendorong dada Albert. Ya untuk pertama kalinya Tania menyentuh dada Albert, terserah kalau pria itu kembali membentaknya karena sudah berani menyentuh bagian tubuh pria itu.
bersambung......
Kakak reader yang ganteng dan cantik, jangan lupa tinggalin jejaknya ya....please 🙏🏻🤗
Lope-lope sekebon 🍊🍊🍊🌹🌹🌹🌹🌻🌻🌻🌻