Lanjutan Cerita Harumi, harap membaca cerita tersebut, agar bisa nyambung dengan cerita berikut.
Mia tak menyangka, jika selama ini, sekertaris CEO yang terkenal dingin dan irit bicara, menaruh hati padanya.
Mia menerima cinta Jaka, sayangnya belum sampai satu bulan menjalani hubungan, Mia harus menghadapi kenyataan pahit.
Akankah keduanya bisa tetap bersama, dan hubungan mereka berakhir dengan bahagia?
Yuk baca ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hermawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kantin
"Lo nginep, Ka? Kayaknya baru mandi nih?" tanya Aryan, asisten CEO pengganti Fero, baru saja datang ke ruang istirahat, khusus keduanya.
Tak mungkin Jaka mengaku, usai menuntaskan hasratnya, bisa-bisa rekan barunya itu, meledeknya habis-habisan. "Kesiangan gue, jadi numpang mandi sekalian." Dustanya.
"Oh ya, ka! Mister Han minta kita datang ke tempatnya, tolong buat ulang jadwalnya bos, pekan depan." Aryan duduk di sofa ruang istirahat.
Jaka mulai memakai kemeja, dan mengancingkannya. "Kenapa mendadak banget? Apa ada masalah?" Tanyanya. Jika dia mendampingi Dimas ke luar negeri, itu artinya dia tak bisa menghabiskan akhir pekan bersama gadisnya.
"Kalau kata Fero, kayaknya mau nawarin teknologi baru, makanya kita suruh datang ke sana langsung. Fero juga entar ke sana, kok! Katanya sekalian liburan sama keluarganya."
Jaka terdiam, dia tengah berpikir. Padahal dirinya baru saja menjalin kasih dengan gadis pujaan hatinya, bagaimana bisa harus berpisah beberapa hari tanpa bertatap muka secara langsung?
"Ry, kan Lo yang bisa bahasa Mandarin, gue nol besar loh! Jadi kenapa nggak Lo sendiri yang dampingi Pak Dimas?" Alasannya cukup masuk akal.
Andai dirinya pandai berbahasa selain Inggris, maka dirinyalah yang akan ditunjuk menggantikan Fero, menjadi asisten Dimas, tapi nyatanya Jaka tidak menguasai bahasa dengan penduduk terbanyak di dunia. Bukannya tidak bisa, dia tidak mau belajar, karena jika seperti itu. Pasti Jaka akan lebih sibuk dari sekarang, dan waktu untuk mencuri pandang dengan gadis pujaannya akan berkurang.
Dia peraih bea siswa selama kuliah, dengan IPK nyaris sempurna, dan menjadi lulus dengan nilai terbaik di kampusnya.
Jaka bukan orang ambisius dalam karirnya, baginya apa yang didapatkan sekarang, sudah cukup baginya.
"Ya nggak bisa gitulah, Lo kan sekretarisnya. Itu udah kewajiban Elo!"
Jaka mulai memasang dasinya, "Berapa lama perginya?"
"Kata Fero sekitar seminggu lah, sekalian datang ke pabrik."
Jaka jelas tau, bagaimana keadaan di tempat klien perusahaan, jarak antara kantor dan pabrik. Karena sudah berkali-kali dia mendampingi Dimas berkunjung.
Tapi demi menjujung profesionalitas, akhirnya Jaka menyanggupi. Semoga saja kekasih hatinya tak merajuk. "Ya udah kalau gitu, entar gue atur ulang jadwal." Dia mengambil jas, dan keluar dari ruangan itu.
***
Di sisi lain Mia baru saja tiba di ruang divisinya. Sudah ada Indah dan Ringgo, duduk di kubikel masing-masing.
"Dari mana, Mi? Kayak orang abis olahraga." Tanya pria yang menjabat sebagai asisten manajer itu, melihat rekannya seperti kelelahan.
Mia mendaratkan bokongnya di kursi kerjanya, "Abis dari bawah." Ujarnya gelisah, dia berharap dua rekannya tak curiga.
"Lo pacaran sama Jaka, ya?" Terka Indah tiba-tiba. "Jangan bilang Lo abis kencan pagi-pagi."
"Apaan sih Mbak? Nggak gitu kok!" Mia berdalih, dia menggoyangkan tangannya.
"Bener juga, lihat aja tuh, bibirnya agak bengkak," Ringgo bahkan menggeser kursinya, untuk memastikan kebenaran prasangka nya.
Mia menutupi wajahnya dengan map berwarna hitam yang ada di mejanya, rasanya dia malu sekali. Kedua rekannya sudah berkeluarga, jelas lebih paham soal begini.
"Dasar, Lo! Ikut-ikutan Bunga sama Gita." Lontar Indah. "Wah ... Siap-siap ganti staf nih sebentar lagi."
"Bener juga! Yah Mi, jangan dong! kalau dapat yang nggak kompeten, gue males banget sumpah." Keluh Ringgo. "Ujung-ujungnya gue yang kena semprot sama pak Lukman."
Mia menaruh map di mejanya, dia menatap bergantian dua rekan kubikel-nya. "Kalian mikir kejauhan, baru jadian kemarin, ya kali udah mikir nikah! untuk saat ini, gue nggak kepikiran nikah, ya kalian tau lah, cicilan rumah belum lunas, Nia masih kuliah."
"Keburu bangkotan kalau nunggu cicilan lunas mah." Seru Ringgo. "Emang Jaka bisa sesabar itu? Nggak yakin gue mah."
Logika Mia mulai mencerna, apa yang dikatakan Ringgo benar adanya. Dengan kata lain, sebuah hubungan manusia dewasa akan bermuara di satu titik yang bernama pernikahan. Jika sudah menjadi istri, maka harus mengikuti semua kemauan suaminya, termasuk berhenti bekerja.
"Saran gue, kalau emang dia serius sama Lo, mending Lo pastiin ke dia, kalau Lo tetap bisa berkarir, meski kalian sudah menikah. Kayak gue aja, Mi! Gue paham banget sebagai tulang punggung keluarga, apalagi keluarga benar-benar tergantung sepenuhnya sama Lo!"
Mia merasa dirinya terlalu terlena dengan hubungan asmara, setelah sekian lamanya tak merajut kasih. Harusnya dia berpikir masak-masak, agar bisa menjaga hatinya. Lantas harus bagaimana dirinya sekarang?
"Nggak apa-apa kalau mau pacaran mah, tapi ya elo mesti jaga hati, dengan kemungkinan terburuk. Jangan samain Lo sama Gita yang cuman punya satu tanggungan." Indah kembali mengingatkan.
Obrolan mereka terhenti ketika Haris datang, diikuti Raisa dibelakangnya.
***
Senyum mengembang menghiasi dua rekan kerja beda divisi, Monica dan Lala memeluk toples berisi pesanannya, mereka juga kompak mengucapkan terima kasih.
Ketiganya berencana makan siang di kantin perusahaan, maklum saja ujung bulan, membuat mereka harus berhemat, untuk urusan perut, toh makanan di sana enak-enak.
"Abis gajian kita jalan-jalan yuk!" seru Lala usai menelan terlebih dahulu makanannya.
Mia duduk sendiri, sementara Monica dan Lala duduk bersebrangan dengannya. "Kemana? Yang minim budget pokoknya." sahut Mia, dia sedang mengaduk kuah di mangkuknya.
"Jangan ke Mall, adanya kita laper mata." Tambah Monica.
Ketiganya kompak menghentikan makannya, lalu menopang dagunya. Mereka berpikir keras, untuk merencanakan liburan bersama dengan biaya murah.
"Bandung aja, nggak sih? Nginep semalam di tempat saudara gue. Kita bisa belanja blus di factory outlet." Usul Monica.
"Ujung-ujungnya belanja, ngabisin duit itu, Monica!" bantah Lala.
"Ya terus kemana? Mau ke Jogja, berat di ongkos, waktunya juga nggak cukup." Kata Monica.
"Motoran ke Curug aja, gimana?" usul Mia.
Monica dan Lala saling pandang, lalu mengangguk setuju. "Boleh tuh, tapi kalau bisa ajak satu orang lagi, biar bisa boncengan." sahut Lala.
Belum sempat Mia menjawab, ada seseorang yang tiba-tiba duduk di sebelahnya. Ketiga kompak memusatkan perhatiannya pada pria berkemeja putih itu.
"Elah ... Kenapa gabung sama cewek-cewek sih, Ka?" Protes pria berkemeja hitam, yang duduk di meja sebelah.
"Kursinya kosong, ya udah duduk sini." Sahut Jaka, lalu menatap ketiga gadis itu. "Nggak apa-apa kan, kalau saya gabung?" tanyanya.
Ketiganya kompak mengangguk, dengan senyum malu-malu. Mungkin ini kali pertama, bagi Monica dan Lala disapa di luar urusan pekerjaan, oleh pria dingin itu.
Aryan mengangkat kursi dan memindahnya tepat di meja yang sama dengan rekannya. Dia juga memindahkan nampan berisi makan siang miliknya.
"Sempit Aryan! Sana di sebelah aja." Usir Jaka.
"Nggak apa-apa kok Pak, muat kok!" seru Monica yang duduk tepat di depan Jaka, dia menggeser nampan miliknya.
Kelimanya mulai fokus pada nampan masing-masing, hingga Jaka menghentikan makannya. "Yang, aku minta minumnya." Katanya seraya mengambil Tumbler milik kekasihnya.
Mia mendelik, lalu memberikan tatapan peringatan pada pria yang menjabat sebagai sekertaris CEO itu.
Jaka tersenyum, terlihat lesung pipi di pipi kirinya, "Mereka sahabat kamu, bukan? Jadi mereka wajib tau. Biar bisa jagain kamu, kalau besok jalan-jalan." bisiknya.
Mia menginjak kaki pacarnya dengan sengaja, agar pria itu menjaga jarak dari nya. Tapi sepertinya tak berpengaruh pada Jaka, karena pria itu justru meminta mencoba kuah racikannya.
"Jadi buat Lala dan Monica, tolong titip Mia, ya! soalnya weekend besok, saya ada perjalanan bisnis." Jaka berbicara pada kedua staf personalia di depannya.
"Grecep ya, Bro!" Kata Aryan, "Hati-hati, Mi! Diam-diam Jaka garang Loh!"
Jaka mendesis, sambil melirik kesal pada rekannya. "Habiskan makannya Aryan."
Mia tau jika kedua sahabatnya, tengah menatapnya, seolah meminta penjelasan. "entar gue jelasin, sekarang abisin makanan kalian dulu."
Mia rasanya kesal sekali, dengan kelakuan seenaknya kekasihnya, yang tanpa konfirmasi, bermaksud mengumumkan kedekatan mereka.
jangan sampai di unboxing sebelum dimutasi y bang....
sisan belum up disini rajin banget up nya....
terimakasih Thor....
semangat 💪🏻