Ceritanya berkisar pada dua sahabat, Amara dan Diana, yang sudah lama bersahabat sejak masa sekolah. Mereka berbagi segala hal, mulai dari kebahagiaan hingga kesedihan. Namun, semuanya berubah ketika Amara menikah dengan seorang pria kaya dan tampan bernama Rafael. Diana yang semula sangat mendukung pernikahan sahabatnya, diam-diam mulai merasa cemburu terhadap kebahagiaan Amara. Ia merasa hidupnya mulai terlambat, tidak ada pria yang menarik, dan banyak keinginannya yang belum tercapai.
Tanpa diketahui Amara, Diana mulai mendekati Rafael secara diam-diam, mencari celah untuk memanfaatkan kedekatannya dengan suami sahabatnya. Seiring berjalannya waktu, persahabatan mereka mulai retak. Amara, yang semula tidak pernah merasa khawatir dengan Diana, mulai merasakan ada yang aneh dengan tingkah sahabatnya. Ternyata, di balik kebaikan dan dukungan Diana, ada keinginan untuk merebut Rafael dari Amara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24
Pagi itu, Diana bangun dengan tekad baru. Setelah semua yang terjadi, ia merasa harus mencoba memperbaiki hubungannya dengan Rafael. Ia mulai membersihkan rumah, memasak sarapan kesukaan Rafael, dan berusaha menyiapkan segalanya dengan sempurna.
Namun, ketika Rafael turun dari kamar, tatapannya dingin. Ia hanya mengangguk singkat sebelum duduk di meja makan tanpa berkata apa-apa. Diana mencoba tersenyum, meskipun dalam hatinya, ia tahu respons suaminya adalah tanda bahwa semuanya tidak akan mudah.
"Rafa, aku membuat sarapan favoritmu," kata Diana lembut.
Rafael hanya mengangguk lagi, menyendok makanan ke piringnya tanpa menatap istrinya.
"Aku tahu aku sudah banyak salah," lanjut Diana, suaranya mulai bergetar. "Tapi aku ingin kita mulai dari awal lagi. Aku ingin memperbaiki semuanya."
Rafael mendongak, matanya memandang Diana dengan tajam. "Diana, aku sudah lelah. Aku sudah memberimu kesempatan berkali-kali, tapi yang aku dapatkan selalu sama. Aku tidak yakin kita bisa memperbaiki ini."
Diana merasa hatinya hancur mendengar kata-kata itu. "Jadi... kamu mau menyerah begitu saja?" tanyanya, matanya mulai memerah.
"Aku tidak menyerah," jawab Rafael tegas. "Aku hanya memilih untuk berhenti bertahan di hubungan yang hanya membuatku semakin jauh dari diriku sendiri."
Diana merasa tidak terima dengan sikap Rafael. Ia tidak bisa memahami mengapa suaminya berubah sejauh ini. Dalam pikirannya, semua ini pasti ada hubungannya dengan Amara.
Saat Rafael pergi bekerja, Diana langsung menghubungi Amara. Dengan nada sinis, ia berkata, "Amara, kamu punya waktu? Aku ingin bicara."
Amara, yang tidak menyadari konflik di balik undangan itu, setuju untuk bertemu. Mereka memilih kafe kecil di dekat rumah Diana.
Begitu Amara tiba, Diana langsung menunjukkan wajah seriusnya. "Amara, aku ingin kamu berhenti ikut campur dalam rumah tangga kami," katanya langsung, tanpa basa-basi.
Amara terkejut. "Ikut campur? Diana, aku bahkan tidak tahu apa yang sedang terjadi antara kamu dan Rafael."
Diana tersenyum sinis. "Oh, jangan berpura-pura polos, Amara. Kamu selalu satu langkah di depanku. Rafael selalu menganggapmu lebih baik dariku. Aku tahu itu."
Amara mencoba tetap tenang, meskipun ucapan Diana mulai membuatnya kesal. "Diana, aku tidak pernah mencoba mengganggu pernikahan kalian. Jika aku memberi saran pada Rafael, itu karena aku peduli pada kalian berdua."
"Peduli?" Diana menatap Amara dengan mata berkilat marah. "Kamu peduli? Jangan bercanda, Amara. Kamu hanya ingin menunjukkan bahwa kamu selalu lebih baik dariku. Kamu sudah menang di segalanya, sekarang kamu ingin merebut Rafael dariku?"
Amara menarik napas panjang, mencoba menjaga suaranya tetap tenang. "Diana, masalahmu bukan denganku. Masalahmu ada pada dirimu sendiri. Kamu harus belajar melihat dirimu dan menerima bahwa tidak semua hal bisa kamu kendalikan."
Ucapan itu menusuk Diana. Ia merasa harga dirinya diinjak-injak, tapi dalam hati kecilnya, ia tahu Amara benar. Namun, egonya terlalu besar untuk mengakuinya.
Setelah pertemuan itu, Diana pulang dengan amarah yang membara. Ia merasa terhina karena Amara, yang selalu tampak sempurna, berani mengkritiknya.
Ketika Rafael pulang malam itu, Diana langsung meluapkan emosinya. "Aku tahu ini semua karena Amara!" teriaknya. "Dia selalu ikut campur dalam urusan kita!"
Rafael menatap Diana dengan dingin. "Berhenti menyalahkan orang lain, Diana. Amara tidak ada hubungannya dengan masalah kita."
"Dia selalu ada hubungannya!" balas Diana dengan penuh emosi. "Kamu lebih percaya padanya daripada aku, istrimu sendiri!"
"Karena dia lebih masuk akal darimu, Diana!" Rafael membalas, suaranya naik. "Kamu tidak pernah mau melihat kesalahanmu sendiri. Kamu selalu ingin menang, selalu ingin menjadi yang benar, tanpa peduli bagaimana aku merasa!"
Ucapan itu membuat Diana terdiam. Air matanya kembali mengalir, tapi kali ini bukan karena rasa sedih, melainkan karena perasaan kalah yang begitu menghancurkan.
Malam itu, Diana kembali menangis sendirian. Ia mulai menyadari bahwa semuanya tidak lagi seperti dulu. Ia tidak bisa menerima kenyataan bahwa Rafael semakin menjauh darinya, dan bahwa ia sendiri adalah penyebab keretakan itu. Namun, egonya masih terlalu besar untuk memintanya berhenti menyalahkan orang lain.
Di sisi lain, Rafael mulai mempertimbangkan langkah berikutnya. Ia tahu ia tidak bisa terus seperti ini. Ia harus memutuskan, apakah ia akan bertahan dan mencoba lagi, atau akhirnya melepaskan semuanya, termasuk Diana
Amara sangat bingung sebenarnya diana kenapa,bahkan saat sekarang dia tidak pernah muncul di depan dirinya namun bagi diana amara yang selalu menjadi alasan rasa sakit untuk dirinya,
"diana...kenapa kamu berubah?dulu kita selalu bersama senang dan susah kita jalani berdua,bahkan saat orang tuamu terpuruk aku membujuk mama papa ku untuk membantu perekonomian kalian...."lirih amara yang merindukan persahabatan mereka
amara berdiri di kamar nya dengan tatapan kosong mengarah jendela,memorinya berputar mengenang masa lalu indah bersama sahabat baik nya diana,hingga suatu hari amara membawa rafael dan mengenalkan nya kepada diana.
waktu itu diana sangat senang dan mendukung keras hubungan mereka bahkan diana selalu meluruskan masalah setiap kali amara dan rafael bertengkar,di saat amara dan rafael menikah pun diana rela menginap selama seminggu membantu menyiapkan pernikahan mereka,hari itu diana dan amara begitu senang,
namun setelah amara menikah semuanya berubah,entah apa yang membuat diana nekat merebut rafael amara sama sekali tidak mengerti.
"diana...jika waktu berputar mungkin aku akan memiliih tidak menikah dengan rafael,supaya hubungan kita tidak memburuk seperti ini."lirih nya pelan,dengan air mata yang sudah menetes,
"aku kehilangan dua orang tersayang ku..diana sahabat ku dan rafael cinta pertama ku!jika aku memilih diana aku akan memilih mu dan akan memilih tidak mengenal rafael..."lirih nya lagi dengan menghapus air matanya nya,
Pintu kamar amara di ketuk dari luar,dengan berjalan lunglai amara mendekat ke arah pintu,
Liana terkejut saat melihat wajah amara yang kusut dan mata memerah,liana langsung masuk dan segera menutup pintu dengan rapat.
"amara...kamu kenapa?"ucap liana panik dengan tangan yang sibuk menghapus air mata sang adik,
"kak...aku rindu...rindu persahabatan ku dengan diana..hiks..."pecah sudah tangis amara,dia menangis sesenggukan di pelukan sang kakak,
"sabar ya sayang...kakak paham sekali kalian dekat sudah lama,pasti kamu akan merindukan setiap momen bersama diana,"jawab liana dengan mengelus pelan rambut amara,
"tenang saja ,kamu kan mempunyai ferdi yang begitu tulus dan selalu melindungi mu!"ucap liana dengan senyuman tulus,meskipun hati liana sakit namun dia tidak mungkin memaksa ferdi untuk bersama diri nya.
Amara menghentikan tangis nya,dia langsung melepaskan pelukan nya,matanya nanar menatap sang kakak,dia menggeleng pelan,"maksud kakak apa?maaf ya kak,aku...aku..benar benar tidak bisa memerintah ferdi untuk tidak mencintai ku."