seorang wanita cantik yang bertemu dengan Laki-Laki tampan membuat diri nya jatuh hati, Namun sangat di sayangkan mereka memiliki perbedaan yang sulit untuk mereka bersatu selama nya. apakah cinta mereka akan bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fallenzio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 9
Beberapa menit kemudian, Delvin sudah selesai terapi. Nabillah membantu merapikan perlengkapan terapi yang digunakan.
Nabillah tersenyum lalu memandang sekeliling untuk memastikan tidak ada orang di sekitar nya, kemudian menghampiri Delvin yang sedang duduk di ujung alat terapi.
"Gimana badanmu, sudah enakan?" tanya Nabillah, mengingat semalam Delvin bilang bahwa tubuhnya pegal-pegal. Nabillah pun sedikit memijat kedua pundak Delvin.
Delvin yang merasakan pijatan Nabillah memejamkan matanya, menikmati sensasi itu. "Lumayan, sayang. Nggak kayak semalam," jawab Delvinn.
Nabillah mengangguk kepala dan berhenti memijat pundak Delvin.
"Aku keluar duluan nya, kak. Bapak/Ibu-nya sudah mau keluar," ucap Nabillah, mengingat ia masih bekerja.
Delvin mengangguk sambil tersenyum, dan Nabillah membalas senyuman itu. Nabillah keluar dari ruangan terapi, sementara Delvin menunggu ibunya untuk keluar bersama.
Setelah keluar bersama, Delvin menunggu Mama Ey yang sedang mengobrol dengan Nabillah di sana.
Setelah mengobrol, Nabillah mengantarkan Mama Ey menuju parkiran dan melihat Delvin sudah naik motor.
Namun, saat hendak menghampiri Delvin, Mama Ey tidak sengaja terjatuh karena terpeleset, membuat semua orang yang ada di sana terkejut. Delvin dan Nabillah langsung menghampiri Mama Ey dengan wajah panik.
"Ya ampun, mama!" ucap Nabillah yang melihat Mama Ey meringis kesakitan. Orang-orang yang ada di dalam pun mendengar kegaduhan dan keluar untuk melihat.
"Kak, bawa mama ke dalam dulu, itu kaki mama terluka," ujar Nabillah sambil memperhatikan kaki Mama Ey yang terluka.
Delvin yang juga panik pun mengangguk, lalu membantu Mama Ey bangun dan dibantu oleh Nabillah untuk masuk ke dalam ruangan.
Nabillah menyuruh Mama Ey untuk berbaring di alat terapi. Sang manajer memberikan minuman kepada Nabillah untuk diberikan kepada Mama Ey.
Nabillah menerima minuman tersebut dan membantu Mama Ey untuk meminumnya, agar ia tidak kaget.
"Bill, kasih bubuk ini ke luka Mama Ey," ucap manajer sambil menyerahkan bubuk seperti bubuk masker wajah.
Nabillah mengoleskan bubuk itu ke luka Mama Ey dengan hati-hati, khawatir akan menyakiti Mama Ey.
Mama Ey tidak bereaksi banyak, ia hanya terharu karena masih ada orang baik di dunia ini.
Delvin yang melihatnya juga merasa senang, karena Nabillah begitu perhatian pada ibunya.
Setelah selesai mengobati luka Mama Ey, Nabillah meletakkan bubuk itu kembali ke tempatnya.
"Terima kasih, Nabillah," ucap Mama Ey.
Nabillah tersenyum dan mengangguk menjawab.
Setelah luka Mama Ey tidak terasa perih lagi, Mama Ey dan Delvin berpamitan pulang, tak lupa mengucapkan terima kasih.
Akhirnya, Nabillah membantu Mama Ey menuju parkiran sambil membawa tas Mama Ey.
Sesampainya di parkiran, Nabillah membantu Mama Ey untuk naik ke motor.
"Terima kasih sekali lagi, Nabillah," ucap Mama Ey.
"Sama-sama, mama. Kak, hati-hati ya bawa motornya," jawab Nabillah sambil menatap Delvin
Delvin tersenyum dan mengangguk, kemudian mengedipkan satu matanya, membuat Nabillah salah tingkah. Ia langsung mengalihkan pandangannya.
Delvin terkekeh melihat tingkah Nabillah, kemudian ia melajukan motornya. Nabillah berteriak agar Delvin berhati-hati, lalu tersenyum.
Di sepanjang jalan, Delvin fokus pada jalanan dan mengendarai motornya dengan normal.
"Nak, kenapa kamu nggak sama Nabillah aja? Dia gadis yang baik, mama suka sama dia," celetuk Mama Ey, membuat Delvin melirik ke arah ibunya sekilas. Ia hanya tersenyum senang, ternyata ibunya juga menyukai Nabillah. Terlebih lagi, setelah tahu kalau ia dan Nabillah sudah berpacaran. Rasanya tak bisa dibayangkan.
Tapi tidak untuk sekarang. Delvin juga membutuhkan waktu untuk jujur pada ibunya tentang hubungannya dengan Nabillah. Bukan karena ia ragu atau tidak mengakui Nabillah sebagai kekasihnya, tetapi Delvin ingin mengenal Nabillah lebih dalam lagi. Jika waktunya sudah tepat, ia akan memperkenalkan Nabillah kepada keluarganya. Toh, mungkin Nabillah juga belum siap, karena semuanya terasa terlalu cepat.
Sementara itu, di sisi lain, Nabillah merasa jengah dengan Pita yang terus menempel padanya. Pita terus meminta Nabillah untuk bercerita.
Akhirnya, Nabillah memutuskan untuk menceritakan tentang hubungannya dengan Delvin. Sebenarnya, ia belum ingin memberitahukan semua orang tentang hubungan mereka.
Pita yang mendengarkan cerita Nabillah merasa senang, namun ada sedikit kesedihan karena mereka berdua berbeda agama.
"Bill, kamu tahu kan kalau Bang Delvin itu beda agama sama kita?" tanya Pita. Nabillah menunduk, lalu mengangguk menjawabnya.
"Jujur, Bill, gue senang kalau perasaan lo dibalas sama Bang Delvin, tapi kalian itu punya tembok yang tinggi. Hubungan kalian salah, Bill," ujar Pita.
Nabillah menghela napas. Ia tahu hubungan dengan Delvin itu salah dan mungkin tidak akan ada akhir yang bahagia. Namun, ia mencintai Delvin dan tidak ingin kehilangan dia.
"Gue tahu soal itu, Pit, tapi gue nggak bisa bohong tentang perasaan gue sekarang. Gue nggak tahu kenapa gue suka sama dia, padahal gue tipe orang yang sulit untuk jatuh cinta," jawab Nabillah.
"Jujur, sih, memang Bang Delvin itu di mata gue sempurna, cuma minusnya dia beda agama," ucap Pita, membuat Nabillah menatapnya curiga.
Pita yang merasa ditatap dengan penuh curiga menggelengkan kepalanya dan berkata, "Gue nggak suka sama dia. Lagian dia lebih suka sama lo, dan tipe gue bukan yang beda agama." Pita meyakinkan Nabillah, meskipun ia terlihat sedikit takut.
"Apaan sih, gue percaya sama lo, Pit," ucap Nabillah sambil terkekeh, dan Pita merasakan lega dengan jawaban Nabillah.
"Jalanin aja dulu, Bill. Entah sampai kapan. Semoga aja ada keajaiban dalam hubungan kalian," ujar Pita.
Nabillah menghela napas dan mengangguk. Ia memang tidak yakin apakah hubungan dengan Delvin akan bertahan lama. Semakin lama, Delvin pasti akan menyadari bahwa hubungan ini penuh dengan tantangan. Namun, untuk saat ini, mereka masih bertahan dengan ego masing-masing, berusaha mempertahankan hubungan ini.
Nabillah juga merasa kesal, kenapa saat ia ingin membuka hati, hatinya malah terbuka untuk seseorang yang punya "tembok tinggi" yang tak bisa dimiliki selamanya. Padahal Tuhan tahu bahwa mereka berbeda, tapi kenapa mereka dipertemukan dalam hal perasaan? Mereka ke masjid, sedangkan dia ke gereja. Kita mengucapkan "Assalamualaikum," sementara dia mengucapkan "Shalom." Tapi seperti prinsip yang sudah Nabillah pegang sejak awal, "Jalanin dulu, entah sampai kapan."
- FORBIDDEN LOVE -
TBC.....