Ini kisah cinta Sinaga, pria beristri yang jatuh cinta pada wanita yang mengandung anaknya. Mereka bukan kekasih, bukan musuh. Mereka hanya orang asing yang terjebak oleh keadaan. Karena satu malam, Moza hamil. Bagaimana Moza menjalani hidupnya? Apa Naga tahu, bahwa wanita asing itu mengandung benih yang tak sengaja ia tanam.
Follow akun Instagram Sept
Sept_September2020
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sept, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membunuh Yang Belum Lahir
Malam yang sangat berat, seperti malam yang sudah-sudah. Moza mulai beranjak, ia akan pulang. Hari ini sangat berat bagi wanita tersebut.
"Akan aku kembalikan jas ini, nanti!" ucapnya seraya berbalik setelah melangkah jauh dari Naga yang termanggu.
"Ambillah! Tidak usah dikembalikan."
"Terima kasih." Moza tersenyum, sebuah senyum yang tak pernah ia munculkan sepanjang hidupnya. Sebuah senyum tulus, karena pria asing itu mau menolongnya.
Hari terus berganti, baik Moza dan Naga tak pernah lagi bertemu. Hinga minggu berganti minggu.
Hampir dua bulan lamanya mereka tak pernah bertemu. Namun, suatu hari di sebuah rumah sakit. Mereka kembali dipertemukan oleh takdir.
Rumah sakit Rosalie
Di sebuah rumah sakit tengah Kota, Moza sedang terbaring dengan Madam Antony di sebelahnya.
"Apa kamu tidak hati-hati? Bagaimana bisa terjadi?"
Madam sangat marah, kenyataan bahwa saat ini Moza hamil dua bulan membuatnya shock.
"Kalau begini lalu bagaimana? Siapa ayahnya pasti kamu tidak tahu." Madam terus saja membuat wanita dua puluh lima tahun itu tertekan.
Hanya isak tangis yang tertahan, Moza tak tahu harus ia apakan janin dalam perutnya.
Ia ingat betul, setelah melakukan bersama pria asing itu. Selama ini ia membuat tidur para pelangarannya.
Sebelum melakukan apa-apa, Moza membuat mereka semua tumbang. Entah dengan minum atau obat. Ia bahkan sengaja mengambil kelas hipnotis. Sengaja untuk mengerjai para pelangarannya.
Seolah mereka sudah melakukan apa-apa. Padahal, Moza hanya membuat mereka terbang dalam imajinasi mereka sendiri.
Moza sudah merasa jijik dan kotor, namun ia tak bisa berbuat apa-apa. Mungkin inilah garis hidupnya.
"Moza .... katakan, apa kau tak ingat? Dua bulan lalu kau tidur dengan siapa?" sentak Madam Antony sekali lagi. Itu karena ia kesal, Moza hanya diam dalam tangisnya.
Andaikan, Ayah si jabang bayi adalah pengusaha kaya raya. Maka Madam akan mengeruk hartanya. Menjual bayi itu pada si Ayah.
Saat Madam keluar kamar, Moza ingin kabur saja dari sana. Pikirannya bagai terpenjara karena harus mendekam dalam ruangan serba putih itu.
Ketika tidak ada orang, Moza mencoba keluar. Ingin kabur tapi tubuhnya terasa lemah. Alhasil ia hanya berakhir duduk di sebuah taman.
Tak jauh di sana, Naga sedang menelpon seseorang.
"Iya, Ma. Sierra sedang di dalam, lagi periksa sama dokter kandungan!" ucapnya pada sang Mama.
Nyonya Taka memang ingin sekali agar Naga dan istrinya cepat memberikan anak. Padahal pernikahan keduanya baru seumur jagung.
Lagian bagaimana mau punya anak? Hubungan pernikahan bisnis yang keduanya sepakati, berdasar saling menghormati. Ya, bukan perasaan cinta dan saling memiliki.
Saat menutup ponselnya, tanpa sengaja Naga melihat Moza yang tengah melamun sendirian di bangku taman rumah sakit.
Semula ia ingin menyapa wanita itu, tapi ia urungkan saat seorang wanita menghampiri Moza.
Madam Antony duduk di sebelah Moza.
"Kamu tidak tahu Ayah bayi itu?" tanya Madam Antony kembali.
Moza hanya memejamkan mata, rasanya perih seperti ada debu masuk di dalam matanya.
"Oke ... kalau kamu tidak mau bicara yang sebenarnya. Minum ini!" Madam mengulurkan sebuah botol, entah apa isinya. Namun sepertinya itu tidak bagus untuk Moza. Ada kilat licik dari lirikan Madam Antony.
Ini karena ia tak ingin mutiaranya hilang, tidak mau Moza hamil dan hilang sudah pundi-pundi rupiah nantinya.
"Apa ini, Madam?" Moza mulai curiga, ketika mengamati botol kecil itu.
"Ini akan menyelamatkanmu dari segala masalah."
Deg
Moza sudah memikirkan hal yang paling buruk, apa mungkin ini untuk membuat janinnya hilang? pikirnya.
"Cepat minumlah!" titah Madam Antony.
Moza beringsut, sembari memegangi perutnya. Dari jauh Naga terus saja memperhatikan kedua wanita itu.
"Nggak ... Moza ngak mau minum ini!" Moza langsung melempar botol itu jauh darinya.
PLAKKKK
Madam Antony gusar. Ia menampar pipi Moza, dan Naga yang memperhatikan keduanya ikut tersentak. Hampir saja ia akan berjalan ke arah Moza. Namun keburu istrinya datang.
"Ada apa, Mas?" tanya Sierra saat mendapati sang suami menatap serius ke arah taman.
"Ah ... tidak, tidak ada apa-apa."
Saat akan berjalan kembali, tiba-tiba Naga kembali terusik. Ketika mendengar jeritan Moza yang cukup kencang.
"Moza ... hentikan!" sentak Madam Antony yang dengan paksa ingin meminumkan obat dalam botol yang sudah ia pungut kembali.
Moza meronta, namun Madam Antony terus saja memaksa. Membuat Moza tak berkutik. Dengan paksa Madam ingin memasukkan obat itu ke dalam mulut Moza.
Tidak tahan melihat hal itu, Naga kini kembali melibatkan diri terhadap urusan orang lain.
"Kamu ke mobil dulu!" ucapnya pada sang istri.
Sierra pun mematuhi apa kata Naga, sang suami. Ia terlebih dahulu ke tempat parkir. Sedangkan Naga, pria itu bergegas menghampiri Moza yang sedang dalam masalah.
Setttt
Naga merebut botol obat dari tangan Madam Antony dengan paksa.
"Apa yang kamu lakukan?" sentak Madam marah. Ia tak suka ada yang ikut campur dalam masalahnya.
"Apa ini?" Naga mengamati obat yang ia pegang.
"Kembalikan!" pinta Madam Antony dengan gusar.
"Nanti, setelah barang ini diperiksa." Naga menatap tajam pada Madam Antony, kemudian beralih ke arah Moza.
"Kurang ajar, siapa kamu? Berani sekali ikut campur." Madam sangat marah sekali. Rahang miliknya sudah mengerat. Gigi-giginya juga, seolah sedang menahan amarah.
Sementara itu, Naga tidak peduli. Pria itu malah menarik tangan Moza. Membawanya pergi dari sisi Madam Antony.
"Hei! Siapa kamu? Mau kamu bawa kemana Moza?" teriak Madam Antony.
"Moza?" batin Naga. "Nama yang bagus, tapi mengapa takdirmu tak sebagus namamu?" gumam Naga sambil terus berjalan mengandeng tangan Moza.
"Kita akan ke mana?" Moza menarik tangannya, ia merasa tidak nyaman karena pria asing itu menarik tangannya.
"Obat apa ini?" bukannya menjawab, Naga malah bertanya balik.
"Tidak penting!" ketus Moza yang marah pada pria asing itu. Entah mengapa, Moza sekarang sangat membencinya.
"Hey! Aku bahkan menolongmu ... tidakkah mengucapkan rasa terima kasih?" protes Naga.
"Terima kasih?" batin Moza merasa miris. Akibat malam itu, mungkin ini adalah anak pria asing tersebut. Tapi, Moza memilih diam. Biar ini jadi rahasia dirinya seorang.
Di depan sebuah ruang lab. Mereka berhenti di depan sana.
"Tinggalkan aku sendiri!" ucap Moza yang tak ingin Naga ikut campur.
"Aku ingin tidak ikut campur, tapi kamu selalu muncul di depanku dengan banyak masalahmu!" ucap Naga dengan dingin.
Moza tersenyum hambar, nasib buruk sedang mempermainkan dirinya. Pertemuan tak sengaja dengan pria itu hanya membuat takdir buruknya di mulai.
"Bila bertemu lagi, mohon acuhkan aku!" ucap Moza kemudian pergi meninggalkan Naga yang tertegun.
Ingin mengejar, tapi untuk apa? Naga terlihat dilema.
Dilihatnya Moza yang semakin menjauh, dan ketika sampai di ujung lorong. Wanita asing itu malah jatuh ambruk. Moza pingsan di ujung lorong panjang.
Bersambung.