Kalista Aldara,gadis cuek yang senang bela diri sejak kecil.Tapi sejak ia ditolak oleh cinta pertamanya,ia berubah menjadi gadis dingin.Hingga suatu ketika, takdir mempertemukannya dengan laki-laki berandalan bernama Albara. "Gue akan lepasin Lo, asalkan Lo mau jadi pacar pura-pura gue."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jaena19, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua puluh empat
Setelah acara makan malam itu,aldara melarikan diri dan pergi keluar malam-malam. Ia pergi bukan ke mall atau tempat elit yang bisa dipamerkan di status. Aldera malah pergi ke dekat pasar, di mana para pedagang kaki lima sedang membara-baranya mencari rupiah.
"Stress banget gue," gumannya seraya berjongkok dan menundukkan wajah di dekat tiang lampu jalan. Dia hanya memakai celana seperti dengan atasan lengan pendek, tentu saja pakaiannya ini kurang cocok untuk suasana malam yang dingin seperti ini.
"Kenapa sih nggak ada yang ngertiin gue?" Aldara meremas-remas celana yang ia kenakan.
"Gue cuma pengen jalani hidup gue yang sekarang. Emangnya itu salah ya? Apa gue nggak bisa ya punya kehidupan yang normal kayak orang-orang?"
Aldara menggigit bibirnya, menahan dada terasa sesak. Suasana bising kendaraan dan ramainya orang yang berbincang ternyata tidak mampu menghiburnya.
Aldara mendesis kecil kemudian mengetuk kepalanya."Kenapa si gue?"
Gadis itu pun mengangkat wajahnya, mana bis cairan bening di sekitar matanya. Roda-roda kendaraan berlalu lalang di depannya, Ia berpikir bagaimana jika dirinya berada di tengah sana.
"Orang yang mati aja masih didoain semoga tenang. Nggak ada opsi banget ini hidup."
Aldara menghela napasnya dan berakhir menatap kosong objek di depannya.
"Bang jangan,bang,itu buat makan."
Salah satu percakapan di sana masuk ke dalam pendengaran Aldara.
"Lepasin gak?! Lo belum ngasih setoran!"
"Bang jangan bang,hari ini cuma dapat ini aja,itu juga buat makan."
Aldara menggeleng kecil."Gue gak peduli,biarin aja," gumamnya mencoba menuliskan pendengarannya.
"Lepasin b*go! Lo mau gue pukul?"
"Bang,jangan!"
Tangan Aldara mulai mengepal begitu kuat ketika mendengar suara tangisan.
"Gue gak peduli," gumamnya lagi."Gue gak peduli- ah sialan!"
Aldara bangkit lalu menghampiri preman dan anak kecil itu.
Tanpa kata dia meraih tangan preman itu ke arah belakang,lalu ia meremas tangan preman itu hingga bunyi tulang yang bergemeletuk.
Preman itu menjerit kesakitan apalagi ketika Aldara semakin menekan tangannya.
"Pergi Lo! Jangan liat kebelakang!"
"Siapa Lo?"
Aldara semakin mencengkram kuat tangan preman itu.
"Pergi!"
"Iya ampun!"
Aldara melepaskan tangan preman itu,dan preman itu lari terbirit-birit tanpa menoleh sesuai dengan yang ia perintahkan.Setelah preman itu pergi,ia berjongkok,menyamai tinggi anak kecil yang kira-kira berusia sepuluh atau sebelas tahun itu.
"Makasih,kak," ujar anak itu sambil menghapus air matanya.
"Sama-sama,rumah kamu dimana?",tanya Aldara pelan namun dengan nada datar.
"Aku gak punya rumah."
Kening Aldara berkerut."Terus kamu tinggal dimana?"
"Panti,aku kabur dari sana."
"Kenapa? Orang di sana jahat-jahat?",tanya Aldara.
Anak kecil itu menggeleng."Kita kekurangan makanan,banyak banget anak kecil disana.Aku kabur biar ngurangi beban ibu," ujarnya.
Aldara menatap anak itu baik-baik."Kabur bukan pilihan yang bagus,yang ada kamu malah menderita."
Anak itu menyunggingkan senyumnya seolah apa yang dikatakan Aldara adalah benar,ia sangat menderita.Meski begitu ada hal yang perlu di syukuri."Setidaknya adik-adik di panti bisa dapat jatah makan lebih banyak setelah aku kabur."
"Naif," guman Aldara,bukan berarti hilang satu piring yang lain akan menjadi sejahtera.
Tapi setidaknya dia berani mengambil resiko demi orang lain.Meski dia kesusahan,tapi dia tetap bersyukur,beda banget sama Lo yang egois Aldara.
"Sekali lagi makasih ya,kak"
Anak kecil itu berlalu dari hadapannya,menghampiri salah satu gerobak makanan dan memesan makanan dengan menu yang paling sederhana di sana.Setelah itu ia segera menyantap makanannya dengan lahap.
Terlihat penampilannya begitu lusuh dengan tangan yang kotor yang menyantap makanannya,terlihat orang-orang di samping menatap anak kecil itu dengan sangsi,bahkan ada yang terang-terangan menjauh sambil menggerutu.
Anak perempuan,sekecil itu,sudah merasakan kejamnya dunia.Demi sesuap nasi dia sampai harus berhadapan dengan preman yang tidak punya hati.Meski lusuh,ia bisa melihat wajah cantik dari anak kecil itu,jelas jika terus hidup dijalanan akan semakin bahaya untuknya.
Aldara memang dingin,tapi dalam dirinya penuh dengan rasa simpati.Melihat hal seperti ini tak ayal membuat hatinya terenyuh,tadi ia tak mau menolong gadis itu bukan karena tega,melainkan ia tak mau preman itu tau keberadaannya.Tanpa bisa dipungkiri,pasti masih ada preman-preman yang mengenalinya sebagai Kalista.
Aldara menghela napasnya,ia lalu menghampiri gerobak itu dan meminjam kertas dan juga pena, untungnya penjual itu bersedia meminjamkannya.Ia menulis sesuatu di sana, setelahnya ia menghampiri anak kecil itu dan menyerahkan selembar kertas berisi alamat itu padanya.
"Kenapa kak?", tanya anak itu bingung,melihat dirinya yang memberikan selembar kertas padanya.
"Setelah makan,kamu datangin alamat ini,ya."
Anak itu mengangguk."Iya kak,tapi aku harus ngapain? Ambilin barang buat kakak?", tanya anak itu yang cukup paham dengan konsep balas Budi.
"Enggak kamu datangin aja alamat ini terus bilang..."
Kening anak itu berkerut."Bilang apa kak?"
"Bilang kalau kamu anaknya Kalista dan kamu di suruh ke sana sama Kalista," ujarnya lalu setalah itu Aldara segera pergi meninggalkan anak itu,tidak peduli jika anak perempuan itu memanggilnya untuk meminta penjelasan.
Aldara beejakan tanpa arah,seolah ia memikirkan lagi baik-baik keputusannya tadi.Ia sudah berjanji untuk tidak berurusan lagi dengan mereka.
"Apa gue larang aja anak kecilnya,gue kasih uang aja kali ya.Daripada dia kesana.", gumamnya.
Aldara berbalik hendak menghampiri anak kecil itu lagi,namun seseorang di belakang menghalangi sehingga ia hampir menabraknya.
Tubuhnya oleh dan hampir terjatuh kalau saja orang itu tidak menahan tubuhnya.
"Lo ngapain di sini?", tanya Aldara memekik ketika melihat ternyata orang yang berada di belakangnya adalah Albara.Ia segera menegakkan tubuhnya,takdir yang aneh.Dari sekian banyak orang di dunia,kenapa ia harus bertemu dengan laki-laki ini?
"Lagi liatin cewek linglung,tadinya cuma nebak aja,eh beneran."
Kening Aldara berkerut."Beneran apa?"
"Beberan kalau cewek itu Lo.Lo ngapain si sini? Cewek yang katanya mau jadi model kok keluyuran malam-malam di sini."
"Lo ngikutin gue ya? Ngaku!"
Kening laki-laki itu mengkerut lalu ia mencebik tidak terima."Buat apa gue ngikutin Lo?"
"Lo takut gue gak mau jadi pacar pura-pura Lo,makanya Lo ngikutin gue kan?"
Albara menyentil kening gadis itu."Ngaco!"
Aldara meringis dan mengusap keningnya.Ia sangat bersyukur karena laki-laki itu tidak melihat kejadian dirinya bersama preman tadi.Bisa-bisa dia curiga padanya.
"Lo habis nangis ya?", tanya laki-laki itu.Ia mengangkat dagu Aldara dan ia sedikit menunduk untuk melihat dengan jelas wajah gadis itu.
"Apa si?" Aldara mendorong wajah laki-laki itu agar menjauh.
"Waktu pertama ketemu Lo,Lo juga gak baik-baik aja.Lo itu aneh ya.Mana ada orang yang sedih pelariannya ke tempat kayak gini?", ujarnya diakhiri dengan tawa.
Aldara mendelik."Kok ada ya orang yang ketawa waktu liat orang lain sedih."
Tawa Albara semakin kencang." Mau makan mie ayam lagi gak?"
"Gak!", ujar Aldara dengan ketus.
"Tolong,tangan Lo singkirin dari pinggang gue," ujar Aldara lagi,padahal dirinya sudah berdiri dengan benar rapi sedari tadi tangan laki-laki itu masih bertengger di pinggangnya.
"Eh? Maaf," ujarnya seraya menjauhkan tangannya.
"Di sini gak ada Siska, jadi yang tadi itu kehitung modus."
"Gue gak sengaja elah."
"Jelas-jelas itu modus."
"Gak,Lo mau mie ayam gak?"
"Gue bilang tadi enggak! Lagian niat hibur kok pake mie ayam?"
"Terus Lo mau apa? Martabak? Pecel lele? Nasi goreng? Ketoprak? Sate? Pilih yang mana? Kalau aku es krim atau makanan yang semacam itu gak ada di sini.Lagian Lo ngapain di sini sendirian,kalau ada preman yang jahatin Lo gimana?"
Aldara berdecih."Buktinya gue gak kenapa-kenapa tuh."
Albara menghela napas,memang ngeyel perempuan yang satu ini." Ya kan kita gak tau kedepannya gimana.Tadi aja gue ketemu preman yang tangannya salah urat karena di hajar sama orang, preman aja si gituin,gimana sama Lo yang kecil begini?"
Jadi dia ke sini nyariin siapa yang bikin tangan preman itu salah urat? Payah banget tu preman,badan doang gede tapi ngadu ke orang lain.
"Mana? Dari tadi gue gak nemuin orang aneh itu."
Albara mengetuk-ngetuk kepala gadis itu."Lo itu pikirannya lagi kacau,makanya gak mikir kemungkinan buruk yang lain.Kalau Lo mau keluar apalagi malem-malem,Lo bisa hubungi gue.Gue gak bermaksud buat modus tapi anggap aja ini timbal balik,Lo bisa manfaatin gue."
"Gak usah."
"Ngeyel banget si jadi cewek."
Albara lalu melepas jaket yang ia kenakan."Kalau mau keluar tuh pake pakaian yang tertutup,udah tau mau pergi ke tempat kaya gini mana udaranya dingin pula."
Laki-laki itu memakaikan tudung jaketnya pada kepala Aldara,lalu ia meresletingnya.
"Lo kalau di tempat kaya gini,jangan pasang wajah manis atau mencolok,apalagi pasang wajah bingung kaya tadi.Kalai ada gerak-gerik aneh dari orang Lo cepet-cepet masuk ke stand pedagang."
Kalau saja matanya setidaknya tertutup tudung jaket,mungkin laki-laki itu akan melihat tatapan datar darinya.
"Lo tuh cewek jadi harus hati-hati,terus-"
"Udah cukup!"
"Dengerin dulu,jangan ngeyel deh."
"Siapa yang ngeyel si,Lo kalau ngomong liat sambil liat juga apa yang Lo lakuin.Lo masangin gue jaket atau sleeping bag si? Main asal resletingin aja,ini tangan gue gak bisa gerak.Lo mau nyulik gue?"
Albara tersadar,ia lalu menatap tubuh Aldara,rupanya baru sadar jika dirinya tidak memasangkan dengan benar jaket itu pada Dengan tubuh Aldara yang kecil membuat jaketnya terlihat kebesaran.
Albara tertawa kecil."Ide bagus,lumayan juga kalau gue culik Lo."
Aldara melotot."Heh!"
Tanpa membenarkan jaket yang di pakai Aldara,ia membalikkan tubuh gadis itu dan mendorong bahunya agar melangkah.
"Bara!"teriak gadis itu namun dia akan oleh Albara yang tengah tertawa kecil.