NovelToon NovelToon
Istri Rahasia Dosen Killer

Istri Rahasia Dosen Killer

Status: tamat
Genre:Tamat / dosen / nikahmuda / Aliansi Pernikahan / Pernikahan Kilat / Beda Usia
Popularitas:22.5M
Nilai: 4.8
Nama Author: Desy Puspita

Niat hati mengejar nilai A, Nadine Halwatunissa nekat mendatangi kediaman dosennya. Sama sekali tidak dia duga jika malam itu akan menjadi awal dari segala malapetaka dalam hidupnya.

Cita-cita yang telah dia tata dan janjikan pada orang tuanya terancam patah. Alih-alih mendapatkan nilai A, Nadin harus menjadi menjadi istri rahasia dosen killer yang telah merenggut kesuciannya secara paksa, Zain Abraham.

......

"Hamil atau tidak hamil, kamu tetap tanggung jawabku, Nadin." - Zain Abraham

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 35 - Lagi Lagi Umi

"Maaf, Mas ... aku tidak tahu kalau artinya itu."

Nadin tertunduk malu, perkara jalanan becek itu ternyata membawa petaka. Tanpa sadar sang suami dibuat malu karena ulahnya. Nadin tidak berbohong, memang sama sekali tidak mengerti apa maknanya.

Setelah dijelaskan sampai ke akarnya, barulah dia paham dan mengerti kenapa Zain sampai semalu itu. Bahkan, dirinya juga ikut-ikutan malu bahkan menatap sang suami juga tidak berdaya.

Sejak tadi masih fokus dengan luka di jemari Zain. Sebenarnya tidak terlalu parah, hanya saja Nadin agak sedikit berlebihan dan khawatir infeksi nantinya. Mendapati perlakuan sang istri jelas Zain terima-terima saja. Tidak mungkin dia menolak walau lukanya biasa saja. Kapan lagi dipegang-pegang seperti itu, pikir Zain dalam hati.

Hanya luka kecil, tapi Nadin sampai heboh sekali dan mencari obat ke tetangganya karena di rumah tidak terlalu lengkap. Keduanya sepakat untuk masuk ke kamar, selain karena hendak mengobati lukanya, Zain juga butuh ruang untuk menjelaskan hal penting itu pada Nadin.

"Kamu tahunya apa?" Setelah cukup lama diam dan memandangi sang istri yang sejak tadi terdiam, Zain balik bertanya karena memang penasaran.

"Banyak, tapi kalau yang begitu mana aku tahu," ucapnya membela diri, percayalah untuk anak seusia Nadin dan hidupnya lurus-lurus saja memang ucapan Zain tidak akan sampai oleh logikanya.

Zain tahu itu, dan juga sengaja menggunakan istilah yang sekiranya tidak pernah terpikirkan oleh sang istri. Melihatnya bingung dan berusaha berpikir keras agaknya bukan hanya menjadi kebahagiaan di kelas, tapi di rumah.

Sialnya, kurangnya pengetahuan sang istri ke arah sana justru jadi bencana bagi Zain. Mertuanya jadi tahu, dan bisa dipastikan setelah ini mungkin citra Zain sebagai menantu soleh akan tercoreng seketika.

Mengingat hal itu, sungguh Zain ingin segera melarikan diri. Entah itu pulang atau pergi kemana terserah, yang jelas dia angkat kaki dari rumah ini karena malunya Zain sungguh luar biasa, bahkan lebih besar dari tubuhnya sendiri.

"Belajar lagi, biar tahu nanti."

"Apa perlu hal semacam itu dipelajari, Mas?"

"Tentu saja, hukumnya wajib khusus untukmu," ucap Zain tak terbantahkan, seenteng itu dia bicara hingga Nadin yang sudah banyak beban seketika mengeluh tentu saja.

"Kenapa juga jadi wajib? Bukannya hal-hal seperti itu bakal tahu sendiri?"

"Tidak ada ilmu yang murni bisa sendiri, semua yang ada di dunia ini harus dipelajari ... kenapa aku bilang wajib bagimu? Karena mulut kamu ini berbisa dan bisa jadi di masa depan ucapan-ucapanku yang seperti itu justru kamu sampaikan ke pihak lain dan akunya dibuat malu, paham?"

"Kalau soal itu, harusnya mas yang hati-hati dalam bicara ... atau kalau tidak minimal jangan pakai kata-kata kiasan biar aku tahu." Nadin masih merasa dirinya tidak salah, jelas saja dia berjuang di atas kebenaran menurutnya.

Zain yang kini dibuat terkejut akan ucapan sang istri hanya meneguk salivanya pahit. Agaknya, julukan *beo syar'i* yang melekat pada Nadin bukanlah isapan jempol belaka.

Beberapa kali Zain mendengar julukan itu, mahasiswi yang tak hanya pintar secara akademik ini memang terkenal pandai berdebat dan juga aktif organisasi. Hanya saja, di kelas Zain memang diam karena dosennya sendiri tidak mengizinkan siapapun bicara sejak kelas dimulai hingga selesai.

Kini, dengan sendirinya dia membuktikan bahwa mental berdebat dan adu argumentasi yang dimiliki sang istri tidak dapat disepelekan. Selalu saja ada jawaban dikala dia merasa posisinya tidak salah.

Tentang topik permasalahan mereka, memang benar adanya Zain lah yang perlu berhati-hati dalam bicara. Bukan dirinya harus mengorbankan waktu demi memperlajari ribuan kalimat konyol yang berkaitan dengan kegiatan di ranjang seperti tadi malam.

Walaupun sadar kesalahan bukan hanya ada pada Nadin, pria itu tetap merasa sebagai korban yang telah dipermalukan oleh sang istri dihadapan mertuanya. Lagi dan lagi, dia memakai jurus balik marah seperti kemarin.

Begitu dalam Zain menarik napas sebelum kemudian dia embuskan begitu perlahan. Nadin sadar akan hal itu, tapi kali ini dia tidak mau membujuk seperti kemarin. Karena kenapa? Dia sudah tahu cara untuk menghadapi pria itu bagaimana.

Tanpa menunggu perintah, tanpa menunggu kode atau semacamnya, Nadin berjinjit dan mengecup pipi Zain begitu singkat. Cara minta maaf paling mujarab karena detik itu juga Zain tersenyum tipis, padahal kecupannya teramat singkat lantaran kaki Nadin tak begitu kuat untuk berjinjit lebih lama.

"*I'm sorry, Mr Zain*," ucap Nadin begitu lembut seraya mendongak, matanya yang bening membuat suaminya tak berdaya, pria itu tersenyum simpul sebelum kemudian menunduk demi menyesuaikan tinggi Nadin.

"*That's okay, but don't do it again, my beautiful wife*." Nadin hanya meminta maaf dengan kalimat formal, tapi Zain justru membalas dengan kata-kata manis yang membuat detak jantung Nadin seolah tak normal.

Tak lama usai melontarkan kata itu, Zain juga ingin membalas ciumannya. Namun, satu centi lagi menuju tersentuh, teriakan Umi Fatimah dari luar seketika menyadarkan keduanya.

"Halwa ...."

Kedua kalinya suara umi terdengar, Zain menghela napas kasar seraya melihat ke arah pintu yang tadi sempat Zain tutup. "Bentar, Mas."

Zain mengangguk, menjauhkan wajahnya dan mempersilahkan sang istri untuk menemui uminya. Seketika itu juga Zain menggigit bibir seraya menggerutu dalam hati. "*Sebenarnya umi ada di pihakku atau tidak*?"

.

.

Cukup lama Zain menunggu, istrinya keluar entah untuk apa. Baru saja hendak kembali merebahkan tubuhnya di atas tempar tidur, sang istri kembali tiba-tiba masuk dengan wajah sumringah seolah baru saja menang lotre.

"Kenapa kamu?"

"Jalan-jalan yuk, Mas."

Zain mengerutkan dahi, kebetulan dia sangat bosan menunggu malam di kamar, mendengar ajakan Nadin jiwanya seolah bangkit. "Jalan-jalan?" tanya Zain memastikan, jujur dia tidak ingin berekspetasi tinggi karena khawatir diajak jalan kaki ke depan gang sana.

"Heum, umi minta beliin payet ... yang kemarin kurang katanya."

"Jalan kaki?"

Khawatir sekali jika kakinya itu digunakan untuk berpergian jauh, dia pikir Nadin akan setega itu. "Tengkurap, Mas," balas Nadin sebal sendiri yang membuat Zain tergelak saat itu juga.

"Kan nanya, Sayang apa salahnya?"

"Sudah jelas-jelas aku bawa helm dua, ya naik motorlah."

Boddoh memang Zain, dia kembali terbahak menertawakan dirinya. Musnah sudah rasa malu yang tadi bahkan membuatnya tidak berani keluar, begitu mendengar ajakan Nadin pria itu segera beranjak tentu saja.

Ada gerangan apa uminya sampai meminta beli payet ke tempat yang Zain ketahui cukup jauh dari sini. Padahal toko di depan sana juga pasti ada, hanya saja sebagai menantu Zain menurut saja.

"Aku saja yang bawa," ucap Nadin yang kini naik lebih dulu ke atas motornya.

"Aku saja, sejak kapan suami dibonceng?"

"Sejak hari ini, tangan mas luka ... jadi biar aku saja, buruan naik." Nadin juga bisa keras kepala, kemungkinan besar hal itu terjadi karena dia sudah merindukan motornya hingga luka Zain yang sekecil itu dia jadikan alasan. "Bisa?" tanya Zain ragu sekali, sama sekali tidak ada yakinnya.

"Bisa, aku dulu pas SMA jago balap, Mas," celotehnya seraya mulai menghidupkan motor yang agaknya sudah lama tidak digunakan itu.

"Oh iya? Balap apa?"

"Balap karung," jawab Nadin santai tanpa menatap Zain yang kini terdiam dan lidahnya mendadak kelu. "*Menyesal aku bertanya*."

.

.

- **To Be Continued** -

1
Ucik Bundanya Fi - Ra
Luar biasa
Aira Ramadhani
Lumayan
Olla Second
Buruk
Juney Likin
/Drool//Drool/
Diana diana
buahahahahahaha . . ya Allah , sungguh ini adalah hiburan buat emak emak yg keseharianY tongkrongin kompor
Diana diana
dosen cab*l . . hahahaha
Diana diana
allahhu Akbar , bapak satu ini
Diana diana
ah , yang bener aja Jesika hamil
Diana diana
cieeeee , ternyata masih terngiang ngaing dengan ucapan Nadin
Diana diana
bapak bapak manja . .
Diana diana
syakil , Mikhail . . kok aku kayak gak asing sama nama nama ini . .
Diana diana
Nadinku . . hahahaha
Diana diana
wadidawwww . .
Diana diana
bolu stunting . . hahahahaha
gak pernah cek k posyandu sech
Siti Ria Ningrum
aku balik lagi di mari.
setiap baca keluarga megantara ujung2nya balik ke couple Zain Nadin
.🥰🥰
Diana diana
sokooooorrrr . .
nova vaw
serebu?mau bikin gempor nadun
Diana diana
hahahaha . . edukasi
Diana diana
dia gak sadar klo dia sendiri mesyum dan membawa pengaruh buruk buat Nadin . . hahahaha
Diana diana
mulut emak emak bigos ach Anggara mah . .
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!