Di saat membutuhkan uang tambahan, Roro yang bekerja sebagai perawat mendapat tawaran pekerjaan untuk mengasuh anak yang menderita kanker darah.
Tidak disangka anak itu adalah anak direktur rumah sakit tempat Roro bekerja.
"Ternyata pak direktur adalah duda!" seru Roro.
Direktur sekaligus dokter bedah itu tidak pernah dikabarkan sudah menikah, lantas bagaimana sudah menjadi seorang duda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DHEVIS JUWITA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pinjam dan Bayar Pundak
Roro menunggu kepulangan Armon karena tidak sabar memberitahu kalau Chila setuju untuk pergi ke rumah sakit.
Sudah lewat tengah malam tapi pak duda tak kunjung pulang.
"Sebenarnya tuan Armon ada di mana?" gumam Roro seraya mondar-mandir.
Di kediaman keluarga Brisek sudah sepi karena penghuninya sudah beristirahat. Hanya ada Vincent yang setia menunggu kepulangan Armon.
"Lebih baik suster juga istirahat," tegur Vincent.
"Tidak mau, aku harus memberitahu tuan Armon dengan mulutku sendiri," Roro menolak dengan tegas. Karena dia yang bertanggung jawab pada Chila.
Sampai beberapa menit kemudian, Armon kembali dengan wajah yang kusut.
"Kenapa aura ketampanan pak duda jadi memudar?" gumam Roro seraya mendekati lelaki itu.
Namun, gadis itu tidak menyangka kalau Armon akan memeluknya ketika dia sudah mendekat.
"Tu... tuan!" Roro kaget setengah mati mendapat perlakuan seperti itu.
Pasti ada sesuatu yang tidak beres.
"Aku pinjam pundakmu sebentar saja," ucap Armon kemudian.
"Dengan senang hati, Tuan," balas Roro secara spontan.
"Apa kita perlu pergi ke taman supaya lebih nyaman?"
Roro tidak keberatan hanya saja saat ini mereka jadi pusat perhatian Vincent yang masih terkejut.
Kepala pelayan itu tidak menyangka kalau Armon akan melakukan physical touch pada Roro, dari sini Vincent bisa menilai kalau Armon pasti merasa nyaman pada gadis perawat itu.
Ingin keduanya mempunyai privasi, Vincent akan beristirahat lebih cepat malam ini.
Sepertinya Roro mampu menjadi obat penenang Armon.
Dan benar saja keduanya berpindah tempat ke bangku taman dengan kepala Armon yang masih menyender di pundak Roro.
Roro tidak berani bergerak dan bernafas dengan keras karena takut Armon akan terganggu.
"Jadi begini rasanya jadi sandaran duda tampan," batin Roro dengan perasaan campur aduk.
Beberapa menit kemudian Armon langsung sadar akan tindakannya yang sembarangan, dia berusaha menegakkan badan seraya berdehem dengan keras.
"Pasti kepalaku berat dan pundak suster terasa sakit," ucap Armon.
"Tidak apa-apa, Tuan. Lebih lama lagi juga boleh," tanggap Roro dengan menepuk pundaknya. "Anda bisa meminjamnya kapan saja!"
Armon menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia pikir kalau Roro akan merasa terganggu akan tindakan impulsifnya tapi ternyata gadis itu memberikan pundaknya secara suka rela.
"Aku akan menambahkan bonus nanti karena sudah meminjamiku pundak," ucap Armon.
"Bayar saja dengan cara lain, Tuan," balas Roro seraya mengulurkan satu tangannya. "Coba pegang tangan saya!"
"Pegang?" Armon tidak mengerti.
Namun, lelaki itu tetap menuruti permintaan Roro.
Ketika Armon memegang tangannya, Roro mencoba memejamkan mata. Dia ingin merasakan debaran jantungnya yang terkena komplikasi.
Hal itu membuat Armon semakin bingung dengan apa yang dilakukan oleh gadis itu.
"Apa penyakit langkamu kambuh lagi?" tanya Armon.
Roro menggelengkan kepalanya. "Sepertinya mulai berkurang saat Tuan memegang tangan saya!"
"Sebenarnya penyakit apa itu? Lebih baik suster periksa secara menyeluruh di rumah sakit," Armon merasa penyakit Roro sangat aneh.
"Aku tidak pernah menangani penyakit seperti itu selama menjadi dokter!"
Seketika Roro langsung membuka matanya.
"Penyakit ini memang tidak sembarangan orang bisa kena, Tuan," balas Roro. Dia segera melepas tangan Armon, sepertinya dia harus mengalihkan pembicaraan pada hal lebih penting.
"Nona Chila ingin menjadi ikan mola-mola!"
"Ikan mola-mola?" tanya Armon.
"Maksud saya, Nona Chila sudah mau berobat ke rumah sakit," jelas Roro.