"Pergilah sejauh mungkin dan lupakan bahwa kau pernah melahirkan anak untuk suamiku!"
Arumi tidak pernah menyangka bahwa saudara kembarnya sendiri tega menjebaknya. Dia dipaksa menggantikan Yuna di malam pertama pernikahan dan menjalani perannya selama satu tahun demi memberi pewaris untuk keluarga Alvaro.
Malang, setelah melahirkan seorang pewaris, dia malah diusir dan diasingkan begitu saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Maafkan Daddy, Nak!
Lagi, bentakan Rafli menggema di udara, membuat Yuna mematung di tempatnya berdiri. Wanita itu masih merasakan ngilu akibat tubuhnya berbenturan dengan dinding kamar, sebab Rafli mendorongnya dengan sangat keras.
Rasa takut pun perlahan menjalar ke hati setelah melihat tatapan penuh amarah yang dilayangkan laki-laki itu kepadanya. Setelah perbuatan buruknya tertangkap basah oleh Rafli, Yuna yakin kali ini akan diusir dari rumah itu.
Dan Entah pembelaan seperti apa yang mampu menyelamatkannya dari kemarahan Rafli.
"Alesha, tolong bawa Aika ke kamarku! Aku harus bicara dengan wanita ini!" perintah Rafli, setelah melihat putrinya tampak begitu ketakutan. Ia tidak ingin semakin menambah traumanya jika Aika terus berada di ruangan yang sama dengan Yuna.
"Baik, Tuan." Arumi yang masih berdiri di ambang pintu lantas melangkah masuk dan menggendong Aika, lalu membawanya menuju kamar Rafli yang terletak tak begitu jauh dari kamar Aika.
Begitu memasuki kamar, pandangan Arumi menyapu ke sekitar. Tanpa dapat dikendalikan bayangan masa lalu kembali menghantui pikirannya. Di kamar itu lah ia pernah menghabiskan masa-masa indah bersama Rafli.
Arumi lantas mendudukkan Aika di tepi tempat tidur dan memeluknya erat. Aika masih sangat ketakutan dengan tubuh yang gemetar. Jangan lupakan wajahnya yang pucat pasi dan berkeringat.
"Takut! Mommy jahat." Untuk pertama kali Aika bersuara setelah lama terdiam. Suaranya yang gemetar mendorong Arumi untuk memeluk putrinya itu.
"Jangan takut, Sayang. Tidak apa-apa. Semuanya akan baik-baik saja. Daddy pasti akan melindungimu," bisik Arumi. Tangannya membelai puncak kepala dengan lembut.
Arumi merasakan hatinya seperti tersayat melihat betapa putrinya itu trauma dan ketakutan. Apa lagi setelah melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana perlakuan kasar Yuna terhadap Aika.
"Dia bukan mommy-mu, Nak. Maafkan mommy yang membutuhkan waktu sangat lama untuk kembali. Mulai sekarang tidak akan ada yang bisa menyakitimu lagi."
*
*
*
Sementara Rafli kembali menghujamkan tatapan tajam setelah Arumi membawa Aika keluar dari kamar itu. Tidak pernah terlintas dalam pikirannya bahwa Yuna akan memperlakukan putrinya dengan begitu kejam.
"Jadi seperti ini perlakuanmu kepada Aika selama ini?"
Yuna tersentak mendengar bentakan Rafli. Wanita itu memutar otak demi mencari sebuah alasan masuk akal.
"Ra-Rafli, aku bisa jelaskan semua ini," ucapnya terbata-bata lalu melangkah maju. "Ini tidak seperti yang kau pikirkan, aku tadi hanya bercanda dengan Aika."
"Bercanda?" Rafli berdecak sambil menggelengkan kepala. "Dan kau pikir aku akan percaya?"
Rafli mencengkram kedua lengan Yuna, seperti yang dilakukan Yuna tadi kepada Aika, dan hal itu membuat Yuna meringis kesakitan. Akan tetapi Rafli seolah tak peduli. Perlakuan Yuna terhadap Aika telah berhasil menghidupkan sisi iblis dalam diri lelaki itu.
"Aku mohon maafkan aku, Rafli. Ayo, kita bicara baik-baik. Tolong dengarkan aku!"
"Aku tidak ingin mendengar penjelasan apapun lagi darimu!"
Rafli mendorong wanita itu hingga terhuyung ke lantai. Ia bahkan tak peduli jika Yuna terluka atau tidak. Yang ingin ia lakukan sekarang hanyalah melupakan amarahnya.
"Selama ini aku mempercayakan Aika di tanganmu. Tapi apa yang sudah kau lakukan di belakangku? Kau malah menyiksa anakku sampai dia mengalami trauma seperti ini!"
Yuna melelehkan air mata. Tangannya bergerak mengusap bagian kakinya yang terasa ngilu. Lalu segera berlutut di hadapan Rafli.
"Aku tidak bermaksud menyakiti Aika. Aku menyayanginya seperti anakku sendiri!" kilah wanita itu.
"Cukup!" potong Rafli berteriak. "Aku tidak akan pernah memaafkan perbuatanmu terhadap Aika. Sekarang juga kemasi barang-barangmu dan keluar dari rumahku!"
"Tidak! Aku tidak akan ke mana-mana. Aku akan tetap di sini. Tolong jangan usir aku! Rafli, aku sudah lama tinggal di rumah ini dan kau tahu bagaimana aku merawat Aika selama ini!"
Jika Yuna pikir dengan berlutut, menangis dan memohon maaf Rafli akan luluh, maka salah besar. Karena Rafli sudah tidak peduli lagi.
Hanya dalam hitungan menit dua petugas keamanan rumah sudah berada di ambang pintu setelah mendapat perintah dari tuannya melalui telepon.
"Bawa wanita jahat ini keluar dari rumahku dan jangan sampai dia menginjakkan kaki lagi di rumah ini!" perintah Rafli.
"Baik, Tuan."
Dua lelaki berbadan besar itu langsung meraih lengan Yuna dan menyeretnya keluar dari kamar. Tanpa mengindahkan tangisan, rintihan dan permohonannya.
"Lepaskan aku! Lepaskan!" teriak Yuna, seraya memberontak dan berusaha melepaskan diri.
"Silahkan kemasi barang-barang Anda, Nyonya! Kami akan menunggu 30 menit untuk itu." ucap salah satu di antara mereka.
Tak tahu harus berkata apa, Yuna hanya terdiam di tempat. Berusaha untuk keluar kamar untuk memohon kepada Rafli sekali lagi, tetapi dua laki-laki itu kembali menghalangi dengan berdiri kokoh di ambang pintu.
"Jangan halangi aku! Apa kalian tidak tahu siapa aku? Aku perlu bicara dengan Rafli! Dia hanya salah paham padaku!"
"Tolong kerjasamanya, Nyonya. Atau kami akan menyeret Anda keluar tanpa barang-barang Anda."
Bak telur di ujung tanduk, seperti itulah hidup Yuna sekarang. Keluar dari rumah itu sama saja dengan kehilangan seluruh fasilitas dan kenyamanan yang selama ini didapatkannya.
Akhirnya, Yuna menyerah. Ia membuka lemari pakaian dan mengeluarkan beberapa lembar pakaian untuk dimasukkan ke dalam koper.
*
*
*
Rafli menarik napas dalam demi mengurai amarah yang terasa menembus ke ubun-ubun. Menyesali ketidaktahuannya selama bertahun-tahun putrinya berada di tangan orang yang salah.
Butuh beberapa menit baginya untuk terdiam di kamar Aika. Setelah mampu meredam sedikit rasa panas dalam dirinya, ia beranjak menuju kamar. Baru membuka pintu, ia sudah terbelenggu oleh rasa bersalah tatkala melihat putrinya masih ketakutan berada di pelukan pengasuhnya.
Perlahan Rafli mendekat.
"Kemari, Nak!" Ia duduk di tepi tempat tidur. Arumi segera melepas pelukan, sehingga Aika berpindah ke pangkuan daddy-nya.
Rafli memeluk putrinya seerat-eratnya. Ia hujani wajah polos yang masih pucat itu dengan ciuman. Perlahan ia melepas pakaian Aika dan memeriksa dengan teliti. Rasa sakit dan amarah menyatu di hati melihat banyaknya bekas penganiayaan pada tubuh putrinya itu.
"Apa Mommy Yuna yang melakukan ini?" tanyanya.
Aika terdiam dan tidak menjawab. Membuat Rafli kembali memeluknya. Ia tahu Aika mungkin sudah diancam Yuna sehingga tidak memiliki keberanian untuk sekedar mengadu.
"Jangan takut, Sayang. Daddy tidak akan membiarkan wanita itu menyakitimu lagi. Ayo beritahu daddy, apa dia yang melakukan ini?"
Dalam keadaan masih ketakutan, Aika menganggukkan kepala perlahan. Tak tahan rasanya, Rafli menjatuhkan air mata. Seolah akan tenggelam dalam lautan rasa bersalah.
"Maafkan daddy, Nak. Semua ini salah daddy yang tidak mengawasimu dengan benar sampai iblis sepertinya menyakitimu seperti ini."
***