Dijodohkan sejak bayi, Zean Andreatama terpaksa menjalani pernikahan bersama aktris seni peran yang kini masih di puncak karirnya, Nathalia Velova. Memiliki istri yang terlalu sibuk dengan dunianya, Zean lama-lama merasa jengah.
Hingga, semua berubah usai pertemuan Zean bersama sekretaris pribadinya di sebuah club malam yang kala itu terjebak keadaan, Ayyana Nasyila. Dia yang biasanya tidak suka ikut campur urusan orang lain, mendadak murka kala wanita itu hendak menjadi pelampiasan hasrat teman dekatnya
--------- ** ---------
"Gajimu kurang sampai harus jual diri?"
"Di luar jam kerja, Bapak tidak punya hak atas diri saya!!"
"Kalau begitu saya akan membuat kamu jadi hak saya seutuhnya."
-------
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 07 - Kesempatan Dalam Kesempitan
Setelah cekcok di mobil, ketika tiba di kediamannya juga sama. Zean menghela napas kasar menatap punggung sang istri yang berjalan mendahuluinya. Akan tetapi, kali ini tidak peduli sekalipun Nathalia bersikap seperti itu, lagipula sudah biasa.
Apalagi, di rumah ini hanya ada mereka berdua dan para pelayan yang tidak pernah berani ikut campur urusan mereka. Lebih menyedihkannya lagi, Nathalia bersandiwara di hadapan semua orang hingga siapapun akan percaya betapa indahnya rumah tangga Zean.
"Zean, aku harus pergi malam in_ huft, aku lupa Mama ulang tahun ya."
Wajah Nathalia tampak bingung, dia baru ingat jika mertuanya ulang tahun malam ini. Jika sampai dia tidak datang, maka pandangan keluarga besar Zean akan berbeda padanya. Sementara di sisi lain, dia sangat tertarik dengan undangan sebuah salah satu program televisi itu.
"Jam berapa?" tanya Nathalia menatap sang suami yang sejak tadi memasang wajah datar di sana. Sama sekali dia tidak mengerti situasi hati Zean, entah lelah atau kenapa.
"Sembilan," jawab Zean singkat, tanpa menatap ke arah lawan bicaranya.
"Ck, gimana ya? Kalau aku tidak datang, nanti Mama kecewa sama aku."
Lihatlah, betapa pedulinya dia pada perasaan Zia. Padahal, sejak dahulu seharusnya kekecewaan Zean yang dia khawatirkan, sang suami. Melihat manik Nathalia yang tampak meminta solusi, Zean mendadak terpikirkan satu cara yang tampaknya menguntungkan satu sama lain.
"Lakukan semaumu saja, aku rasa Mama tidak masalah walau kamu tidak hadir ... dia paham kesibukan kamu," ucap Zean baik-baik karena dia juga berharap bisa terhindar dari acara itu. Bukan karena sengaja menghindari perayaan ulang tahun mamanya, akan tetapi dia muak jika harus bersandiwara di hadapan dua keluarga itu.
"Kalau cuma aku yang tidak datang, pasti mereka curiga. Aku tidak mau ya sampai Papa berpikir macam-macam dan penyakitnya kambuh nanti," ungkap Nathalia tidak segera menyetujui ucapan Zean.
"Aku juga tidak akan datang, aku akan bilang sama Mama kalau kita pergi berdua ... bagaimana?"
Senyum Nathalia terbit kala Zean mengutarakan ide briliannya. Padahal tidak biasanya pria itu sejalan dengan pikiran Nathalia, ini adalah kali pertama Zean berinisiatif sendiri untuk mengajaknya bersandiwara.
"Hm, ide yang bagus ... tumben kamu begini."
"Sedang ingin saja, aku lelah jadi butuh istirahat nanti malam," ungkap Zean yang kemudian dipercayai sang istri begitu saja. Sama sekali dia tidak curiga dengan perubahan Zean, sejak dahulu pria itu selalu mengutamakan sang mama sekalipun dia harus bersandiwara.
"Tapi kamu jangan diam di rumah, aku khawatir nanti Mama tiba-tiba datang dan sadar kalau kita berdua bohong, Zean."
"Tentu saja, aku juga paham ... sejak dahulu sandiwara kita selalu totalitas bukan?" tanya Zean menatap lekat istrinya. Sama sekali bukan tatapan penuh cinta, melainkan kemarahan terpendam dalam diri Zean.
"Ya sudah, aku mandi dulu ... gerah sekali," ungkapnya kemudian hendak berlalu ke kamar mandi, Zean tidak lekas menjawab dan memilih fokus dengan ponselnya.
Hingga, beberapa saat kemudian Nathalia memangilnya. Pemandangan di hadapan Zean tampak membosankan, dia sudah biasa melihat potret tubuh Nathalia dengan bikini seperti itu di berbagai majalah.
"Apa?"
"Thanks, kamu benar-benar memahamiku," ucapnya kemudian benar-benar menghilang dari hadapan Zean, ucapan terima kasih yang sama sekali tidak Zean gubris.
"Terima kasih? Cih, aku melakukannya bukan untukmu ... tapi diriku sendiri, bodoh."
Zean tersenyum tipis, nanti malam dia bebas dan memiliki alasan meninggalkan rumah tanpa khawatir diterpa berbagai dugaan padanya. Dia terpaksa berbohong pada Zia, untuk kali pertama dia tidak bisa datang dengan alasan yang dibuat-buat. Zean tersenyum melihat balasan pesan singkat sang mama, dia paham betapa bangga Zia pada dirinya yang dianggap sebagai suami sempurna.
"Maafkan, Zean, Ma."
Kalimat itu dia ketik tentu saja, kali ini Zean hanya mampu menyampaikan doa baik lewat ketikan saja. Alasannya untuk menemani Nathalia malam ini dimaklumi sang mama, bahkan wanita itu mendoakan kebahagiaan untuk putranya.
.
.
Sesuai kesepakatan, mereka berdua keluar dengan mobil yang sama sebelum jam enam. Dimana hari sudah mulai gelap lantaran kekuasaan matahari sebentar lagi berganti. Mereka benar-benar totalitas, di rumah tersebut ada security dan juga pelayan yang harus tetap dibohongi.
Hingga, ketika tiba di depan perumahan Nathalia dan Zean terpisah kala Jack menjeput istrinya. Mereka pergi dengan arah yang berlawanan dan sama sekali tidak peduli urusan masing-masing.
Zean bebas, dia tersenyum simpul dan mengetukkan jemarinya di setir kala lampu merah menghentikan laju kendaraannya. Bak pria yang baru mengenal asmara, Zean sebahagia itu menelusuri jalan menuju rumah Nasyila, istrinya.
Tadi sore Zean sudah memberitahukan maksud dan tujuannya. Sempat ragu dan mengira Syila menolak kehadirannya, akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Dia seakan tengah menelan ludah sendiri, padahal dia sudah mengatakan tidak bisa pulang dan Nasyila juga demikian.
Akan tetapi, semua berubah lantaran Nathalia memiliki rencana lain. Kesempatan yang tidak mungkin Zean sia-siakan, dilarang tetap di rumah jelas saja Zean mencari tempat pulang yang lain.
"Syila ... kamu di dalam? Buka pintunya," ujar Zean usai mengetuk pelan pintu rumah Nasyila. Pria itu melihat sekeliling untuk memastikan keadaan dan lingkungan di sini tampak sepi, asri dan memang cukup menenangkan.
"Syila ... Ayana Nasy_"
Ceklek
Mata Zean tak berkedip menatap istrinya yang kini sudah terlihat segar dengan piyama satin lengan pendek itu. Zean berdesir, celana yang berada di atas lutut itu membuat hati Zean bergemuruh. Padahal sebenarnya di kantor rok Syila sedikit pendek, akan tetapi sore ini mata Zean benar-benar berbeda menatapnya.
"Lama nunggunya?"
"Iya ... cocok," jawabnya masih tak berkedip, Syila yang mendengar jawaban ngawur Zean jelas saja bingung sendiri apa maksudnya.
"Apanya yang cocok?"
"Hah? Ka-kamu tanya apa tadi?"
.
.
- To Be Continue -