Alisa, harusnya kita tidak bertemu lagi. Sudah seharusnya kau senang dengan hidupmu sekarang. Sudah seharusnya pula aku menikmati apa saja yang telah kuperjuangkan sendiri. Namun, takdir berkata lain. Aku juga tidak mengerti apa mau Tuhan kembali mempertemukan aku denganmu. Tiba-tiba saja, seolah semua sudah menjadi jalan dari Tuhan. Kau datang ke kota tempat aku melarikan diri dua tahun lalu. Katamu,
ini hanya urusan pekerjaan. Setelah kau tamat, kau tidak betah bekerja di kotamu. Menurutmu, orang-orang di kotamu masih belum bisa terbuka dengan perubahan. Dan seperti dahulu, kau benci akan prinsip itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gregorius Tono Handoyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencintai adalah usaha menahan ketakutan
Mencintai kau melahirkan ketakutan yang teramat dalam untukku. Semakin hari aku semakin takut, jikalau hanya aku yang semakin nyaman kepadamu. Sedangkan bagimu, aku tidak lebih dari sebatas teman. Perasaanku yang semakin menggunung ini, seolah tidak pernah kau sadari. Dan, itu membuatku serba salah.
Bagiku, sekali jatuh cinta, begitu sulit untuk melepaskan diri begitu saja. Saat aku menyadari aku sedang jatuh hati kepadamu. Sungguh, tidak ada keinginan lain selain memilikimu. Menjaga hatimu. Melengkapi segala hal yang kita punya bersama-sama. Perasaan itu terus terasa. Semakin hari, aku semakin tidak bisa jika tidak bersamamu. Semakin aku nyaman, semakin aku tidak ingin kehilanganmu.
Namun, kemarin, ada yang membuat hatiku sedih. Kau katakan kepada temanku, bahwa kau tidak bisa mencintaiku. Kau hanya ingin aku sebatas teman saja. Tidak lebih. Sementara, setiap malam aku selalu menanam harapan dalam doa-doaku. Semoga kelak, hanya denganmu aku hidup. Denganmu, aku bahagia. Tidak pernah terpikirkan olehku untuk pergi dan menjauh darimu. Sebab, sekali aku jatuh cinta, aku tetap bisa cinta kau selamanya.
Perasaan itu, Aisyah. Tidak pernah bisa kubunuh, tidak pernah bisa hilang. Meski sekuat hati aku mencoba tidak menghubungimu. Aku menahan rinduku. Biarlah mati badan ini. Asal kau tetap bahagia dengan pilihanmu tanpa aku. Sungguh, bagiku kau adalah cinta yang tidak biasa. Aku juga tidak mengerti, kenapa sekeras ini aku jatuh hati.
Berhari-hari aku mengasingkan diri ke tempat- tempat sepi. Membaca berlembar-lembar buku. Menulis beberapa puisi. Namun, aku tidak pernah bisa menghapuskan rasa itu untukmu. Aku semakin terjerat dalam angan-anganku sendiri. Semakin ingin memilikimu. Pada saat yang sama, aku sadar, sangat menyadari, tidak mungkin aku memaksakan hatiku. Tidak akan kulakukan itu kepadamu. Secinta apa pun aku, sekuat hati, aku akan mencoba tidak pernah mengemis perasaan kepadamu.
Bagiku, mencintaimu adalah kemuliaan. Hal yang ingin kujaga dan kunikmati dalam ketabahan. Bagian dari caraku mengabdikan diri kepada Tuhan. Bertahun-tahun aku bertahan, Aisyah. Tidak mungkin bisa kuhapuskan begitu saja. Selama itu aku memendam perasaan. Kau juga tidak akan mengerti, kenapa perasaanku masih saja sama kepadamu. Masih ingin kau saja, tidak ada cinta lain yang kuinginkan.
Dengan sedih, kurawat rinduku padamu. Semakin hari aku merasa semakin tidak bisa lepas dari ingatan tentangmu. Harusnya, kau tahu, tidak ada cinta segila dan sedalam ini yang kupunya, selain untukmu.
Namun, apa dayaku. Kau malah betah dengan keraguanmu. Kau hanya menjadikan aku seseorang yang kau butuh saat sepi. Kau tidak pernah peduli bahwa aku adalah lelaki yang sangat inginkan dirimu. Kau tidak menyediakan tempat untukku di hatimu. Aku terombang ambing. Tidak tahu harus ke mana pergi. Tidak tahu harus melakukan apa. Selain berdoa. semoga suatu saat kau bisa membuka matamu. Menyadari, akulah lelaki yang dengan tabah bertahan mencintaimu.
Tidak peduli, Aisyah. Berkali-kali kau mengabaikan aku. Namun, semakin lama, semakin aku paham. Kau benar-benar tidak inginkan aku sebagai kekasihmu. Kau membuat aku semakin takut dengan perasaanku sendiri. Sebab, semakin kita cinta kepada seseorang semakin banyak ketakutan yang lahir dari perasaan itu.
Aku terlalu mencintaimu, sedangkan kau tidak butuh itu.
Semakin perasaan itu aku biarkan di dadaku, sema- kin aku takut akan banyak hal. Aku takut kehilanganmu. Aku takut nyaman sendiri bersamamu. Pada saat yang sama kau sama sekali tidak menginginkanku. Me- nyedihkan, Aisyah. Apakah semua lelaki yang jatuh cinta sepertiku akan menyedihkan seperti ini?
Ketakutan itu membuatmu mencoba membenci diriku sendiri. Aku tidak bisa membencimu. Satu- satunya cara agar aku bisa sedikit tenang, agar aku bisa mengendalikan perasaanku kepadamu. Aku membenci diriku sendiri. Kenapa aku menjadi seperti pengemis? Mengharapkan seseorang membalas perasaanku. Berharap kau juga bersedia menjadi bagian dari impian-impianku. Perempuan yang akan menemaniku menulis sejarah untuk hidupku. Aku ingin, sungguh menginginkanmu.
Semakin hari berlalu, semakin perasaan itu me- numpuk. Lama kelamaan membuatku semakin resah. Aku sungguh dihantui perasaanku sendiri. Di satu sisi aku mencoba untuk menenangkan hati. Agar apa yang aku rasakan tidak membuatmu risih. Agar perasaan yang aku pendam, tidak lepas kendali. Namun, di sisi lain, aku merasa ternyata sakit dengan semua ini. Mencintai seseorang yang tidak bersedia dimiliki adalah hal yang menyakitkan. Sementara, hatiku tidak pernah ingin pergi darimu. Aku masih menanam harap-harap di dadaku.
Hingga, aku mulai lelah, Aisyah. Hari itu, kau menyama-nyamakan aku dengan seseorang di masa lalu. Lelaki yang juga mencintaimu -sekaligus mengganggumu. Kau samakan aku dengannya. Katamu, aku hanya seorang pengganggu. Tidakkah kau berpikir lebih dalam, Aisyah? Aku jatuh hati, dan tidak ingin menyakitimu. Kuakui beberapa kali, aku terkesan memaksa. Aku salah dalam hal itu. Aku terlalu menginginkanmu. Perasaan yang terlalu besar membuatku susah mengendalikan diriku.
Kau tidak akan pernah tahu, Aisyah. Bahkan saat kau menolak untuk kucintai, perasaan itu sama sekali tidak berkurang. Aku masih saja menganggapmu. Perempuan paling istimewa dalam hidupku. Aku masih saja meletakkanmu di hati paling dalam. Kujaga dan kucintai dalam diam.
Namun, akhirnya aku mengerti. Saat aku terus saja ingin mencintaimu, sementara kau tidak pernah menginginkanku. Itu adalah alasan terkuat untuk pergi. Melangkah sejauh mungkin. Berlari dan bersembunyi dari perasaan yang tidak pernah bisa benar-benar mati. Karena bagiku, mencintai harus memiliki. Jika aku tidak bisa memilikimu. Satu-satunya cara paling rasional bagiku adalah dengan pergi sejauh mungkin darimu.
Suatu hari kau mungkin bisa membantuku menjawab pertanyaan ini. Pertanyaan yang akhirnya membawaku pergi sejauh ini. Membunuh hatiku sendiri. Walau sampai saat ini. Perasaan itu tidak pernah benar-benar mati. Biarlah, biar waktu yang menyelesaikan segalanya. Tetap mencintaimu atau tidak, juga tidak pernah berarti bagimu.
Adakah yang lebih menyedihkan dari pada ini, Aisyah?
Seseorang ingin kau segera pergi dari hidupnya. Dia tidak ingin melihatmu lagi di hadapannya. Hanya karena kau terlalu mencintainya. Itu rasanya menjadi aku, Aisyah.