Kecelakaan saat pulang dari rumah sakit membuatnya harus kehilangan suami dan anak yang baru saja di lahirkannya 3 hari yang lalu.
Tapi nasib baik masih berpihak padanya di tengah banyak cobaan yang di dapatkan Ayana.
Bertemu dengan seorang bayi yang juga korban kecelakaan membuatnya kembali bersemangat dalam menjalani hari-hari yang penuh perjuangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lijun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23
Hari-hari terus berlalu dan tak terasa sebulan telah terlewati. Kebahagiaan yang di perjuangkan Ayana bersama Abian mulai terlihat hasilnya.
Usaha toko kue yang berjalan lancar dan kini sudah mempunyai 2 karyawan. Satu membantu Ayana membuat kue dan roti, sedangkan yang satu sebagai penjaga toko.
Toko kecil Ayana juga sudah mulai terlihat berisi dengan beberapa etalase dan kulkas yang di isi kue ulang tahun. Ada juga yang berisi minuman dingin.
Si kecil Abian yang terlihat semakin montok kini juga sudah mendapatkan seorang pengasuh. Wanita paruh baya terlantar yang sudah tak memiliki sanak saudara. Awalnya wanita itu bekerja di pasar sebagai tukang bersih-bersih suka rela.
Jika ada pedagang yang sudah selesai berjualan dan tinggal membersihkan lapaknya saja. Maka wanita itu akan di panggil untuk membantu dan mendapat upah yang tak seberapa. Itu pun tidak semua pedagang memerlukan jasanya.
Itu sebabnya Ayana membawa wanita paruh baya itu untuk membantunya mengasuh Abian saat ia sedang bekerja di toko. Alangkah senangnya wanita bernama Misa atau biasa di panggil Mak Misa.
"Selamat siang Anak Bunda yang tampan, ya ampun semakin aktif saja ya ini tampannya Bunda."
Ayana yang naik ke lantai dua untuk makan siang setelah kedua karyawannya selesai makan. Melihat anaknya sedang di ajak bermain oleh Mak Misa. Wanita paruh baya itu mengajak Abian berkomunikasi meski hanya mendapat respon gerakan tangan sejenak.
Melihat kedatangan Bunda nya, sontak saja Abian mulai terlihat cemberut. Seakan ia bisa mengerti kalau wanita yang selalu melimpahinya dengan kasih sayang itu datang.
"Uluh uluh Anak Bunda kenapa ini sayang,?" Tanya Ayana pura-pura tidak tahu.
Pada hal ia sendiri sudah paham kalau anaknya itu pasti lapar dan ingin tidur siang karena memang sudah waktunya ia istirahat.
"Haus, ya? Lapar? Sini-sini sayangnya Bunda. Setelah kenyak bobok yang nyenyak ya Nak, karena Bunda masih harus membantu Tante di bawah."
Ayana mencium kepala Abian yang sedang menatap ke arahnya. Tangan bayi yang sudah berusia sebulan lebih sedikit itu pun terangkat untuk menyentuh wajah Ayana.
Ibu muda itu dengan senang hati menyambut uluran tangan Abian lau mengecup dengan penuh kasih sayang.
"Mak, sudah makan siang?" Tanya Ayana pada wanita yang sudah tiga minggu tinggal bersamanya.
Pertemuan mereka yang tidak sengaja saat Ayana ke pasar membawa Abian yang kala itu sedang kurang sehat dan tak mau di tinggal. Ayana terpaksa membawa bayi itu ke pasar sebentar untuk berbelanja kebutuhan dapur setelah dari klinik.
"Belum,Nak."
"Kalau begitu Mak makan siang lebih dulu selagi Abian bersama saya. Nanti gantian setelah Abian selesai menyusu," kata Ayana yang membuat Mak Misa mengangguk lalu berdiri untuk ke dapur.
"Tumbuhlah menjadi anak yang berbakti dan kuat sayang, karena saat ini hanya kamu yang Bunda miliki dan menjadi penyemangat Bunda. Semoga kita selalu kuat dan selalu bersama," kata Ayana penuh harapan tulus sebagai seorang ibu.
Tidak dapat di pungkiri oleh Ayana kalau hidupnya saat ini jauh lebih baik. Meski ia harus bekerja sembari mengasuh anak dan memikirkan anaknya. Namun Ayana selalu merasa ringan saat menjalani semuanya dan seperti ada sesuatu tidak terlihat yang seakan mempermudahkan semua urusannya.
Setelah Abian selesai menyusu dan Mak Misa selesai makan siang. Giliran Ayana yang pergi makan siang dan segera turun ke bawah untuk melihat stok kue dan roti yang biasanya saat siang begini akan berkurang cukup banyak.
"Mak, saya kebawah dulu. Kalau ada apa-apa jangan sungkan-sungkan untuk memberi tahu saya," pesan Ayana pada Mak Misa.
"Iya, Nak. Jangan khawatir, nanti pasti Mak akan sampaikan kalau ada sesuatu."
Wanita paruh baya itu tersenyum tulus menatap Ayana. Hingga Ayana menghilang dari pandangannya, Mak Misa menghela napas.
Pertemuannya dengan Ayana dan Abian bagaikan berkah tidak terkira baginya. Bertahun-tahun hidup sendirian dan luntang-lantung di kota orang setelah kehilangan satu persatu keluarganya.
Kehadiran Ayana dan Abian bagaikan warna baru dalam hidup Mak Misa. Ia berjanji akan terus ikut bersama Ayana dan Abian, serta selalu mendukung apapun yang menjadi tujuan baik Ayana.
"Kalian bagaikan Malaikat penyelamat bagi Nenek yang selama ini kesepian. Jadilah anak yang sayang sama Bunda mu, Nak. Jadilah pemuda kuat dan tangguh demi Bunda mu," kata Mak Misa tersenyum sembari mengelus sayang kepala Abian yang sedang tidur di kasur lantai tempat mereka biasa bersantai.
Sedangkan di lantai satu, Ayana yang melihat Kiki keteteran menangani pembeli yang lumayan banyak di siang ini berinisiatif membantu. Kebetulan roti yang tadi mereka panggang sudah matang dan siap di jual.
"Mbak, saya mau roti yang ini, ini dan ini."
Ayana memberikan apa yang si pembeli mau, penampilan yang terlihat berkelas dan elegan membuat Ayana berpikir kalau konsumennya itu orang kaya. Namun bagi Ayana, siapa pun pembelinya bukan masalah selama pelanggannya puas dan senang dengan dagangannya.
"Ada lagi, Tante?" Tanya Ayana sopan.
"Yang itu ada isiannya gak, Mbak?" Tunjuknya pada roti lainnya.
"Ada, Tante. Yang ini isian coklat, ini keju, ini selai dengan rasa yang berbeda-beda juga," kata Ayana menjelaskan sembari menunjuk apa yang di ucapkannya.
"Wah, banyak varian rasanya juga ya rotinya. Kalau begitu saya mau masing-masing satu dong, Mbak."
"Sebentar ya, Tante."
Si pembeli yang tidak lain adalah bu Nina, mengangguk dan menunggu. Tidak lama kemudian apa yang di inginkan di dapatkannya.
Setelah selesai melakukan pembayaran, bu Nina pergi meninggalkan toko milik Ayana.
"Apa itu, Ma?" Tanya pak Bastian yang baru menyadari sang istri turun dari mobil.
Sejak tadi ia sangat fokus dengan ponsel karena ada beberapa hal yang harus di urusnya. Bahkan ketika bu Nina meminta supir mereka berhenti pun pria itu tidak menyadarinya.
"Ini batu dan kayu," jawab bu Nina kesal karena sejak tadi di acuhkan suaminya.
Pak Bastian nampak mengerutkan kedua alis dan keningnya. Pandangan pria paruh baya itu beralih pada toko yang baru di lewati.
"Sejak kapan di toko seperti itu jual batu dan kayu?" Tanyanya bingung. Lalu melihat bungkusan yang di pegang istrinya yang mulai di buka.
"Itu ada nama tokonya, toko roti dan kue. Kenapa Mama malah beli batu dan kayu? Memangnya ada roti atau kue varian baru yang rasa batu dan kayu?" Sambung pak Bastian dengan tampang polos.
Bu Nina menghela napas panjang dan semakin menatap kesal suaminya.
"Makanya Pa jangan sibuk terus sama ponsel, sampai istri di cuekin. Bahkan Mama turun pun Papa gak sadar, kan?" Pak Bastian menggeleng.
"Ya sudah, Papa pandang terus saja ponsel itu. Mama mau makan ini, kata beberapa teman Mama roti di toko itu enak."
Bu Nina mengeluarkan satu roti yang terbungkus kertas roti dan mulai mencicipi.
"Ya Tuhan, enaknya roti ini. Kulit luarnya sedikit garing tapi bagian dalamnya lembut dan isiannya juga banyak. Mantap ini mah, gak kaleng-kaleng pokonya."
Pak Bastian geleng kepala melihat tingkah istrinya yang terlihat kesal. Ia maklum dengan sikap istrinya itu dan tidak mempermasalahkan sama sekali.