Elora percaya bahwa cinta adalah segalanya, dan ia telah memberikan hatinya sepenuhnya kepada Nolan, pria penuh pesona yang telah memenangkan hatinya dengan kehangatan dan perhatian. Hidup mereka terasa sempurna, hingga suatu hari, Nolan memperkenalkan seorang teman lamanya, kepada Elora. Dari pertemuan itu, segalanya mulai berubah.
Ada sesuatu yang berbeda dalam cara mereka bersikap. Perhatian yang terlalu berlebihan, dan senyuman yang terasa ganjil. Perlahan, Elora mulai mempertanyakan kebenaran hubungan mereka.
Apakah cinta Nolan kepadanya tulus, atau ada rahasia yang ia sembunyikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rose Skyler, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24. Karena dia sekretarisku
"El..." Nolan memanggil namanya, suaranya terdengar khawatir. "Bagaimana keadaanmu sayang?" tanyanya, menghampiri ke tempat tidur El
Elora menatap Nolan yang kini berada begitu dekat dengannya. Namun, kehadiran Celine di belakang kekasihnya itu membuat nya sedikit terkejut. "Aku sudah lebih baik," jawab Elora singkat.
"Syukurlah kamu nggak apa-apa, El," ujar Celine dengan tersenyum kecil
Elora menatap Nolan dan Celine bergantian, "Kenapa kalian bisa ke sini bersamaan?" akhirnya pertanyaan itu keluar juga dari mulutnya. Suaranya terdengar tenang, tapi ada sedikit nada penasaran yang tak bisa disembunyikan.
Nolan tampak tidak terkejut mendengar pertanyaan itu, "oh, tadi Celine ingin mengajakku dan Alden untuk makan malam bersama, tapi aku mengatakan padanya bahwa kau sedang sakit, lalu dia memutuskan ingin ikut menjenguk,"
Celine tersenyum tipis, seolah merasa perlu menambahkan sesuatu.
"Ya, aku pikir nggak ada salahnya ikut. Lagipula, aku juga khawatir sama kamu, El," ujarnya dengan nada yang terdengar terlalu ramah.
"Terima kasih sudah datang," ujar Elora singkat,
Nolan tampak lega dengan respons Elora. Ia menggenggam tangannya lebih erat.
"Aku akan menemanimu, dan memastikan kamu baik-baik saja, sayang," ucapnya, matanya menatap Elora penuh perhatian.
"Al, makasih kau sudah membawa Elora ke rumah sakit bahkan menemaninya seharian. Aku akan menjaga kekasihku sendiri sekarang," ucap Nolan
Belum sempat Elora merespons, pintu kamar rumah sakit terbuka, tiga sosok familiar muncul. Mereka bertiga langsung masuk dengan wajah cemas bercampur lega begitu melihat Elora.
"El..! Lo nggak apa-apa kan?" seru Cindy sambil mendekat ke tempat tidur. Feby sudah membawa sekantong makanan, sedangkan Arga hanya membawa diri, tapi dengan ekspresi khawatir yang nampak jelas.
"Lo kenapa bisa sampe pingsan sih? Bikin kita semua panik, tahu nggak?" tambah Feby sambil menaruh tasnya di sofa kecil dekat tempat tidur.
Elora tersenyum lebar, karena sedikit kewalahan dengan perhatian yang tiba-tiba. "Gue baik-baik aja, kok. Nggak separah yang kalian pikirkan," jawabnya pelan
Arga, yang berdiri di dekat Cindy, melirik ke arah Nolan, Alden dan Celine. "Eh, ada tamu lain juga rupanya," katanya dengan nada netral, tapi matanya mengamati Celine dengan cepat sebelum beralih ke Elora.
Celine tersenyum kecil, melipat tangannya di depan dada. "Kami sudah lebih dulu di sini," ucapnya
Cindy hanya mengangguk singkat, dan kembali fokus pada Elora."Lo tenang aja, kita semua udah siap buat nemenin lo malem ini, supaya lo bisa istirahat dengan nyaman," kata Cindy
Elora beralih menatap Nolan dengan ekspresi lembut tapi tegas, "Kak Nolan pulang aja, sekarang sudah ada mereka bertiga yang nemenin aku di sini, jadi kakak nggak perlu khawatir,"
Nolan tampak ragu sejenak, matanya masih menatap Elora dengan penuh perhatian. "Kamu yakin, sayang? Aku nggak apa-apa tinggal lebih lama kalau kamu butuh sesuatu," ujarnya, suaranya terdengar tulus.
Elora menggeleng sambil tersenyum kecil. "Aku baik-baik saja, kak Nolan juga butuh istirahat kan. Bukankah besok harus rapat keluar kota?"
"Aku akan membatalkan.."
"Nggak perlu kak," potong El. "Kak Nolan pergi aja! Aku sudah merasa baik, mungkin besok sudah bisa pulang,"
Nolan menatap Elora sekali lagi, seolah ingin memastikan bahwa ia benar-benar baik-baik saja. "Baiklah. Kalau ada apa-apa, langsung hubungi aku, ya," katanya sebelum akhirnya melangkah keluar bersama Celine dan Alden
Begitu pintu kamar tertutup, Feby langsung menatap Elora dengan tatapan penasaran. "El, siapa cewek itu? Entah kenapa feeling gue nggak enak,"
Cindy juga ikut menatap Elora, sementara Arga hanya mengangkat alis, tampaknya sudah bisa menebak arah pertanyaan Feby.
"Dia Celine, temen kuliah Kak Nolan dan juga Pak Al," jawabnya santai
"Tadi gue lihat cara mereka berdua, kayak ada sesuatu yang nggak beres. Celine kayaknya punya perasaan lebih ke Nolan." ujar Feby
Arga menyandarkan tubuhnya di kursi dan menambahkan, "El, lo harus hati-hati sama Celine. Kalau dia memang ada perasaan sama Nolan, kita nggak mau lo jadi terjebak di antara mereka dan sakit hati,"
Elora menghela napas pelan, mencoba menenangkan dirinya dari berbagai dugaan yang dilemparkan oleh sahabat-sahabatnya. "Gue nggak berpikir seperti itu, mereka berdua kelihatan juga biasa aja, nggak terlalu deket,"
Mereka pun menyerah untuk membahas lebih jauh, "Ya udah, kalau lo yakin. Tapi tetap hati-hati, ya, El. Kita di sini buat lo kalau ada apa-apa." ujar Feby
Elora mengangguk, merasa sedikit lega karena topik itu akhirnya mereda. Dalam hatinya, ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa tidak ada yang salah.
Sementara itu, di area parkiran rumah sakit, Alden, Nolan, dan Celine berjalan bersama menuju mobil masing-masing. Celine berjalan sedikit di depan, sibuk dengan ponselnya, sementara Alden melirik Nolan dengan tatapan serius.
"Ada yang perlu kita bicarakan," kata Alden tiba-tiba, menghentikan langkahnya. Suaranya tegas, namun tidak terlalu keras sehingga tidak menarik perhatian Celine.
Nolan mengerutkan kening, sedikit terkejut dengan nada Alden. "Tentang apa?" tanyanya, berhenti di tempat dan menatap pria itu dengan penuh tanya.
Alden lantas menghampiri Celine dan menyuruhnya pulang terlebih dulu.
"Kenapa?" tanyanya, sedikit kesal, meskipun tidak bisa menyembunyikan rasa ingin tahu di matanya.
"Ada hal penting yang perlu aku bicarakan dengan Nolan,"
"Baiklah," katanya pelan, lalu beranjak pergi
Nolan menatap Alden dengan rasa penasaran, "apa yang ingin kau bicarakan Al?"
Alden menoleh, menatapnya dengan tajam bahkan seperti sedang menahan kekesalan. "Sampai kapan kau akan seperti ini?"
Nolan tidak mengerti maksud pertanyaannya, dia mengernyit kebingungan. "Apa maksudmu Al, aku tidak mengerti."
"Sampai kapan kau akan mempermainkannya seperti ini? Dia sangat mencintaimu dengan tulus, tapi kau setega itu, berbuat yang menjijikkan di belakangnya. Kau sudah mengkhianatinya!" ucap Alden, nada suaranya mulai meninggi
"Ini nggak seperti yang kau pikirkan Al, Celine memang mantan kekasihku. Tapi sekarang kita hanya berteman baik, bukankah kau tahu itu," ujar Nolan berusaha memberi pembelaan
"Bullshit! Apa yang kau maksud teman baik adalah menghabiskan sepanjang malam berdua?" tanya Alden dengan nada remehnya
Nolan, matanya terbelalak, namun dia tidak mampu berkata-kata, tenggorokannya serasa tercekat
"Saat di bukit, aku melihat kalian berdua. Apa kau tidak berpikir bagaimana jika dia melihat itu? Hatinya pasti hancur melihat orang yang dicintainya dengan tulus, bercumbu dengan wanita lain."
Alden melanjutkan, "Saat di penginapan, aku melihat Celine keluar dari kamarmu pagi-pagi sekali. Apa itu artinya berteman bagimu?" tanyanya dengan nada yang lebih keras dari sebelumnya, suaranya penuh dengan penekanan.
Nolan terdiam, matanya menunduk. "Aku tidak tahu harus mulai dari mana. Aku tidak ingin kehilangan Elora, tapi Celine... dia tidak mudah dihindari."
Alden menatap Nolan dengan mata penuh kekecewaan, "Kenapa kamu berubah jadi seperti ini?"
"Aku tidak tahu harus bagaimana, Al. Celine... dia teman lama, dan aku tidak mau kehilangan dia begitu saja."
Alden menghela napas panjang, kecewa dengan jawaban Nolan.
"Kau harus memutuskan! Aku tidak peduli soal Celine. Aku hanya tidak mau melihatnya sedih dan sakit hati karena penghianatan mu."
Nolan menatap Alden dengan penuh pertanyaan. "Sebelumnya kau tidak pernah seperti ini, kenapa kau sangat peduli padanya?"
"Karena dia sekretarisku,"
*
*