Cayenne, seorang wanita mandiri yang hidup hanya demi keluarganya mendapatkan tawaran yang mengejutkan dari bosnya.
"Aku ingin kamu menemaniku tidur!"
Stefan, seorang bos dingin yang mengidap insomnia dan hanya bisa tidur nyenyak di dekat Cayenne.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24 Penyesalan Stefan
Belum pernah Stefan merasa sebegitu putus asanya dalam urusan bisnis sekalipun seperti sekarang. Ia selalu yakin bisa mendapatkan apa yang diinginkannya, selama ia berusaha keras.
Namun kali ini, ia bahkan tidak bisa mendapatkan satu persetujuan pun darinya. Cayenne bersikeras menjaga hubungan majikan-karyawan mereka karena satu kesalahan yang ia buat.
Ia tidak berniat demikian. Stefan hanya bercanda dan tidak menyangka hal itu akan menyakitinya terlalu jauh.
Cayenne meninggalkan ruang tersebut terlebih dahulu, dan meskipun Stefan berjanji untuk menanggung tagihan medis, Cayenne membayar semuanya dengan uangnya sendiri sebelum Stefan sempat melakukannya. Ketika Stefan tiba, semuanya sudah beres.
Mereka kembali ke mobil dengan hening. Di luar masih gelap karena baru lewat pukul empat pagi beberapa menit yang lalu.
"Ayen?" Stefan memanggil namanya lagi.
"Ya, Tuan?"
"Jangan panggil aku Tuan lagi."
"Baik."
Stefan melambatkan laju mobil untuk berbicara dengan Cayenne. "Maaf."
"Kau tidak perlu minta maaf. Kau tidak melakukan kesalahan."
"Tidak, aku salah. Aku mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak kukatakan. Dan akhir-akhir ini, aku selalu pulang terlambat sehingga kau tidak bisa makan malam karena aku tak hadir. Aku membuatmu merasa tidak aman dan itu menyebabkanmu sakit maag. Semua ini salahku."
"Bukan salahmu aku miskin. Bukan salahmu juga karena aku sakit perut. Aku sudah lama menderita penyakit ini, dan penyakit ini bisa kambuh kapan saja." Cayenne berkata tanpa ekspresi.
Stefan hanya terdiam, terus mengemudikan mobilnya. Ia tidak tahu apa lagi yang bisa dilakukan untuk menebus kesalahannya. Dia sudah memberikan hadiah berupa ponsel, tapi itu belum cukup.
"Kau ingin menghadiri upacara pemberian penghargaan untuk adikmu?" tanya Stefan.
"Ya. Hari ini."
"Jam berapa kau akan pulang nanti?"
"Sebelum pukul tujuh malam."
"Oke."
Percakapan singkat itu diikuti oleh keheningan lagi. Mereka hampir sampai di rumah, dan hanya beberapa jam tersisa sebelum ia harus pergi.
"Jika dia tidak setuju denganku, mungkin lebih baik aku menyerah. Aku tidak bisa memaksakan diri pada dirinya, jika aku saja yang ingin memperbaiki hubungan ini. Baiknya memang begitu." Stefan mencoba meyakinkan dirinya sendiri tanpa menatap Cayenne.
Cayenne melihat bayangannya di cermin. Jujur saja, ia ingin berteman dengan Stefan. Namun, ia merasa takut.
'Jangan berteman dengan orang kaya. Kenapa? Karena kamu miskin.' Itu adalah kata-kata yang pernah diucapkan ibu Arthur padanya beberapa tahun lalu.
Itulah alasan Cayenne tidak ingin lagi berteman dengan Arthur. Ia tidak ingin dipandang rendah hanya karena kemiskinannya. Ucapan Stefan terakhir kali mengingatkannya pada kata-kata ibu Arthur.
Meskipun menyakitkan, ia tahu itu adalah kenyataan yang tidak bisa dielakkan.
Air mata mulai menggenang di mata Cayenne. Dia merasa tidak pernah akan menemukan seseorang yang benar-benar memahaminya. Tidak akan ada yang benar-benar peduli padanya.
Orang-orang hanya akan mendekatinya karena mereka memerlukan sesuatu darinya. Ketika ia tidak berguna lagi, ia akan dibuang seperti mainan yang sudah tidak diinginkan.
Akhirnya, mereka sampai di rumah dan Cayenne segera masuk ke dalam. Ia menyempatkan diri mencuci muka untuk menyembunyikan air matanya. Saat Stefan masuk, ia sedang mengeringkan wajah dengan handuk.
"Kau mau lanjut tidur?" kata Stefan tanpa bertatapan dengannya.
"Baik." Jawab Cayenne. Ia ingin mengatur alarm di ponselnya, tetapi tidak ingin mengganggu tidurnya karena itu adalah tanggung jawabnya.
Ketika ia bangun, waktu sudah menunjukkan hampir pukul sembilan pagi. Sekolah akan dimulai pukul sembilan, tetapi Stefan masih tidur di sampingnya.
Ia ingin membangunkannya, tetapi tidak ingin kehilangan pekerjaannya. Dia sangat membutuhkan uang itu.
Ponselnya terus bergetar karena pesan dari adiknya. Dia bahkan tidak bisa mengambil ponselnya karena Stefan sedang memeluknya, dan setiap gerakan kecil bisa membangunkannya. Dia sudah mengganggu tidurnya di tengah malam dan tidak ingin itu terjadi lagi.
Cayenne menahan air mata agar tidak jatuh. Untuk pertama kalinya, ia merasa akan mengecewakan adiknya.
"Ini pasti membuatnya sedih."
Stefan biasanya bangun pagi, terutama saat ada acara penting atau harus pergi ke suatu tempat di pagi hari. Namun, kali ini, dia mengabaikan rutinitas pribadinya.
Jam menunjukkan pukul sebelas saat ia akhirnya bangun. Tanpa berbicara apa pun, Stefan memutuskan bahwa dia akan mandi lebih dulu. Dia menghabiskan cukup banyak waktu di kamar mandi.
Sementara itu, Cayenne menghubungi adiknya, Luiz, yang mungkin di acara penghargaan dan meminta maaf karena tidak dapat hadir.
Meski berusaha, dia tidak bisa datang, namun Luiz memahaminya, menyadari kesibukan kakaknya dengan pekerjaannya.
Setelah setengah jam berlalu, Stefan keluar dari kamar mandi. Dia memandang Cayenne yang tampak kesepian dan merasa bersalah. Setiap kali dia bersikap tidak baik, dialah yang menanggung penyesalan.
Di dalam kamar mandi, Stefan memukul dinding dalam kemarahan. Bangun tidurnya yang terlambat membuatnya merasa bertanggung jawab karena Cayenne melewatkan sesuatu yang penting.
"Ayen, aku minta maaf," kata Stefan.
Cayenne membalas dengan anggukan dan senyum tipis. Dia tidak memarahinya, yang membuat Stefan merasa lebih bersalah. Dia berharap Cayenne marah karena kesalahannya.
Setelah mandi, Cayenne berganti pakaian dan berkemas. Saat keluar, Stefan tidak ada di kamar, namun dia tidak mempermasalahkannya. Menyelesaikan semuanya, dia mengambil tasnya dan bergegas turun.
"Aku pergi sekarang. Sampai jumpa malam ini," katanya sambil melangkah cepat untuk pamit.
Stefan keluar dari dapur masih dengan celemek. "Bagaimana dengan sarapan?"
"Tidak perlu," jawab Cayenne sambil memakai sepatu di dekat pintu. Sebelum Stefan sempat merespons, dia sudah keluar dan menutup pintu.
Sopir taksi yang telah dipesannya sebelumnya sudah menunggu di luar. Cayenne memesan taksi saat Stefan masih mandi agar bisa segera pergi.
Walaupun tidak bisa menghadiri acara, Cayenne pulang untuk memasak hidangan kecil bagi Luiz sebagai bentuk perayaan. Itu hal kecil yang bisa dilakukannya sebagai pengganti kehadiran.
Di rumah, Stefan duduk di bangku dapur dengan perasaan bingung.
"Apa yang telah kulakukan? Kenapa aku membiarkan dia melewatkan hal yang penting? Kenapa aku egois dan menyakitinya berulang kali?"
Dia berpikir untuk menjaga jarak dengan Cayenne, namun hatinya tak bisa melepaskannya. Meski tidak ada hubungan spesial dan Cayenne hanyalah karyawannya yang menolak menjadi temannya, Stefan terjebak dalam kebingungan perasaannya sendiri.
"Mungkin, jika Alexander masih hidup, dia akan tahu apa yang harus dilakukan dalam situasi ini," gumamnya, menutupi wajah dengan tangan. Menyadari harus melakukan sesuatu, dia menghela napas panjang, mencoba mencari solusi.
Sementara Cayenne sedang asyik memasak di rumah. Ia gembira melihat adiknya mendapat penghargaan. Itu adalah semacam hadiah baginya, mengetahui bahwa adik adiknya berprestasi di sekolah.
Kebahagiaannya mungkin akan bertahan lebih lama jika adiknya tidak membawa seseorang pulang.
"Hai Cayenne," sapa Arthur.