Karena hendak mengungkap sebuah kejahatan di kampusnya, Arjuna, pemuda 18 tahun, menjadi sasaran balas dendam teman-teman satu kampusnya. Arjuna pun dikeroyok hingga dia tercebur ke sungai yang cukup dalam dan besar.
Beruntung, Arjuna masih bisa selamat. Di saat dia berhasil naik ke tepi sungai, tiba-tiba dia dikejutkan oleh sebuah cincin yang jatuh tepat mengenai kepalanya.
Arjuna mengira itu hanya cincin biasa. Namun, karena cincin itulah Arjuna mulai menjalani kehidupan yang tidak biasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ambil Tindakan
Di depan sebuah warung, beberapa anak kecil dari berbagai usia, sedang berkerumun, membeli jajan yang mereka inginkan.
Anak-anak berseragam sekolah dasar itu, membeli beberapa makanan, lalu dengan riang mereka membawa makanan tersebut ke sekolah yang ada di seberang warung.
Tak lama setelah anak sekolah dasar, sekarang giliran anak sekolah menengah pertama yang berkerumun di warung tersebut.
Sebenarnya yang berjualan di depan sekolah tidak hanya ada satu orang. Ada beberapa pedagang yang mencoba mencari rejeki di sana.
"Ibu serius?" tanya seorang pria pada istrinya, kala warungnya berangsur-angsur sepi karena para pembeli sudah pada pergi.
"Ya serius, Pak," jawab sang istri.
Sebelum kedatangan para pembeli, sebenarnya suami istri tersebut sedang terlibat pembicaraan yang serius. Obrolan mereka terhenti, kala warung tersebut diserbu oleh pembeli tadi.
"Kenapa semalam Ibu tidak cerita?" Bapak sontak melayangkan protes.
"Namanya juga lupa," jawab Ibu. "Kira-kira cincin itu hilang dimana ya, Pak?"
"Ya nggak tahu," balas Bapak. "Bapak sih nggak peduli cincin itu hilang dimana. Yang Bapak takutkan justru keselamatan Juna."
"Juna? Emang kenapa dengan anak itu?" Ibu nampak tertegun mendengar alasan suaminya.
"Bapak takut, kalau Juna nanti akan diincar oleh anak buah Ayah mertua, karena dianggap menemukan cincinnya. Bapak tidak mau jika Juna nanti dipaksa agar mau menjadi penerus ilmu ayah mertua."
"Bapak pikir Ibu juga mau Juna melakukan hal jahat kaya kakeknya," sungut Ibu. "Tentu tidak! Malah ibu akan langsung memecat Juna sebagai anak kandung jika hal itu terjadi."
Bapak sontak terkekeh. "Terus sekarang Junanya mana?"
"Pergi, main ke lapaknya mungkin," balas Ibu. "Atau ke rumah temannya."
"Loh, kok mungkin? Emangnya tadi Juna nggak pamit waktu mau pergi?"
"Ya pamit, bilangnya mau pergi ke lapak. Tapi kan bisa aja dia lanjut pergi ke rumah temannya."
Bapak tercenung beberapa saat kemudian dia menghembuskan nafasnya secara kasar. Di saat bersamaan, mereka kembali kedatangan pembeli dan si Ibu dengan sigap langsung memberi pelayanan terbaiknya.
Sedangkan di waktu yang sama, Juna memang berada di dalam lapaknya. Meski tidak jualan, tapi Juna sengaja datang ke sana untuk mengecek keadaan lapaknya.
"Terus, sekarang, apa rencanamu?" tanya Klawing yang memilih duduk di meja, sembari memperhatikan anak muda yang sibuk beres-beres.
"Rencana apa?" Juna malah balik bertanya, menatap Juna, lalu tangannya menarik kursi plastik yang ada di kolong meja.
"Ya semuanya. Semua rencana yang kamu rancang dengan saya, selanjutnya bagaimana? Diteruskan apa tidak?"
Juna tertegun sejenak. Tak lama setelahnya, bibir anak itu malah mencebik. "Ya tergantung kamu lah. Orang tombak utama yang menjalankan rencana, kan kamu."
Klawing terperanjat, lalu dia malah cengengesan.
"Dih, malah ketawa," Juna malah agak kesal melihat tingkah Klawing. "Semalam kamu mendatangi rumah anak-anak orang kaya itu nggak?"
"Ya enggak lah, orang aku lagi galau."
"Dih, galau. Sejak kapan arwah bisa galau segala?"
"Hahaha..." Klawing malah terbahak. "Ya gimana ya, namanya juga kaget waktu mengetahui fakta lain dari kamu."
Juna kembali mencebikan bibirnya.
"Eh, tapi, saya curiga deh, Jun, sama wanita yang kemarin menemui Ibu kamu."
Kening Juna langsung berkerut. "Curiga kenapa?"
"Sepertinya, dia memiliki rencana buruk sama Kakek kamu."
"Rencana buruk?" Juna agak kaget mendengarnya. "Rencana buruk bagaimana? Apa kamu semalam mendatangi rumah majikanmu?"
"Tidak," bantah Klawing. "Kemarin kan aku nguping pembicaraan wanita itu di dalam mobil bersama dua orang pengawal kepercayaan majijanku."
"Serius, Wing?"
"Serius," jawab Klawing sangat meyakinkan. "Mereka, kayanya mencari cincin itu untuk kepentingan mereka sendiri."
"Hmm, nggak beres kalau begitu," ujar Juna. "Jangan-jangan, mereka bakalan ngincer hartanya Kakek?"
"Bisa jadi itu. Apa lagi, kakek kamu seperti tidak memiliki keluarga. Bakalan jadi sasaran empuk oleh orang-orang yang licik."
Juna mengangguk setuju. Sejenak mereka terdiam, larut dalam pemikiran masing-masing.
"Menurutmu, kalau aku menolong majikanmu, pantas nggak sih?" tanya Juna beberapa saat kemudian.
Klawing tidak langsung menjawab. Dia agak tertegun mendengar ucapan Juna yang meminta pendapatnya.
"Sepertinya, kamu keberatan kalau aku menolongnya, ya?" ungkap Juna, membuat Klawing terperanjat.
"Keberatan? Gimana maksudnya?" Klawing benar-benar tidak mengerti dengan pikiran lawan bicaranya saat ini. "Apa karena saya diam jadi kamu berpikiran seperti itu?"
Juna sontak tersenyum tipis karena terkaan Klawing memang benar.
"Saya sih tidak keberatan kalau kamu ingin menolong majikanku. Karena biar bagaimanapun kamu itu cucunya. Saya cuma khawatir seandainya kamu berhasil menolong Kakekmu dan dia mempengaruhi kamu untuk mewarisi ilmu jahanya bagaimana? Apa kamu sanggup menolaknya?"
Kali ini, giliran Juna yang terdiam dengan pikiran mencerna ucapan yang baru saja dia dengar. Sekilas Juna nampak menggeleng samar beberapa kali, begitu memahami ucapan lawan bicaranya.
"Bagaimana kalau kita memantau keadaan terlebih dulu?" Seketika Juna memiliki ide.
"Memantau keadaan? Memantau keadaan gimana?"
"Kita lihat dulu keadaan di rumah majikanmu saat ini. Nanti, kalau kita sudah tahu keadaan di sana, baru, kita memutuskan, untuk menolongnya atau tidak."
Kening Klawing langsung berkerut dan dia kembali terdiam untuk beberapa saat.
"Ya sudah kalau gitu," Klawing pun. "Kapan kita memantaunya?"
"Sekarang saja," jawab Juna antusias. "Biar kita bisa lebih cepat ambil keputusan."
"Ya udah, ayo berangkat."
Keduanya bergegas beranjak meninggalkan tempat tersebut.
Sementara itu, tempat yang dituju Juna saat ini, terlihat tidak seperti biasanya. Di rumah Bratawali terlihat begitu ramai. Mereka bahkan berkumpul di taman belakang dekat kamar mandi.
Sepertinya orang-orang itu sedang berpesta. Pesta itu dilakukan oleh Tarmini dan para anak buah Bratawali. Bahkan, selain Tarmini, di sana juga ada beberapa wanita yang Tarmini undang untuk datang.
Tentu saja kedatangan para wanita cantik dan seksi itu, membangkitkan jiwa laki-laki para pengawal yang ada di rumah itu. Diantara mereka, bahkan sudah ada yang berani bercumbu meski baru saling kenal.
Asisten rumah tangga di tempat itu hanya bisa menggeleng tanpa bisa melakukan pencegahan. Dia tidak menyangka di saat Tuan besar sedang sakit, wanita kesayangan Tuan besar justru malah mengadakan pesta.
Dengan seenaknya, Tarmini dan yang lain menggunakan barang-barang milik Tuan besar. Sang asisten hanya bisa pasrah. Dia benar-benar ditekan untuk tidak melakukan apapun jika masih ingin bekerja di sana.
Beberapa puluh menit kemudian, Juna sampai di tempat tujuan. Demi keamanan, Juna memilih tempat yang agak bersembunyi, tak jauh dari rumah Bratawali. Juna lantas meminta Klawing untuk memeriksa keadaan rumah majikannya.
"Parah, Jun," ujar Klawing tiba-tiba, kala dia kembali ke Juna menunggunya
"Parah? Apanya yang parah?" Juna nampak kebingungan.
"Majikanku sepertinya sedang sakit parah, sedangkan semua anak buahnya, justru sedang mengadakan pesta dengan banyak wanita muda."
"Apa!"
lanjut thor 🙏