Berawal dari hujan yang hadir membalut kisah cinta mereka. Tiga orang remaja yang mulai mencari apa arti cinta bagi mereka. Takdir terus mempertemukan mereka. Dari pertemuan tidak disengaja sampai menempati sekolah yang sama.
Aletta diam-diam menyimpan rasa cintanya untuk Alfariel. Namun, tanpa Aletta sadari Abyan telah mengutarakan perasaannya lewat hal-hal konyol yang tidak pernah Aletta pahami. Di sisi lain, Alfariel sama sekali tidak peduli dengan apa itu cinta. Alfariel dan Abyan selalu mengisi masa putih abu-abu Aletta dengan canda maupun tangis. Kebahagiaan Aletta terasa lengkap dengan kehadiran keduanya. Sayangnya, kisah mereka harus berakhir saat senja tiba.
#A Series
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Allamanda Cathartica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 17: Lintasan Perasaan yang Tak Terduga
Aletta berlari tanpa melihat jalan yang sedang ditempuhnya. Dia melihat jam tangan yang melingkar manis di tangannya. Jam sudah menunjukkan pukul 20:06. Aletta yakin begitu tiba di rumah, bundanya pasti akan memarahinya. Dia menyadari betul bahwa bundanya sangat protektif, bahkan sampai membatasi waktu bermainnya.
Aletta berlari dengan sekuat tenaga. Kakinya menerjang genangan air yang ada di pinggir-pinggir jalan. Celana Aletta menjadi basah akibat terkena cipratan air yang dia pijak saat melewati genangan air. Dengan napas yang terengah-engah, Aletta terus berlari tanpa mempedulikan kakinya yang terasa lemas.
BRUK!
Aletta menabrak pengguna jalan tidak sengaja. Minuman dari kemasan cup itu tumpah mengenai baju milik orang yang ditabrak oleh Aletta. Mana itu kopi lagi yang tumpah. Sontak Aletta menjadi panik. Dia mendongak mendapati seorang laki-laki yang sedang membersihkan kemejanya dari tumpahan kopi.
"Maaf-maaf, gue nggak sengaja." Aletta buru-buru meraih tisu dari tas kecilnya, mencoba membantu membersihkan noda kopi di kemeja laki-laki itu.
Tangan mereka tidak sengaja bersentuhan. Dia Abyan, salah satu anggota dari geng Black Secret. Mata cokelat Aletta bertemu dengan mata Abyan. Detik itu juga, waktu terasa berhenti. Tatapan mereka saling mengunci. Aletta merasa ada sesuatu yang berbeda. Begitu pula dengan Abyan juga terpaku cukup lama. Hatinya berdebar tidak keruan, seperti ada magnet yang menariknya untuk terus menatap perempuan di depannya.
“Ehem.” Abyan berdehem, mencoba menetralkan suasana. Suaranya terdengar serak, jantungnya masih berdetak kencang.
Aletta tersadar dari lamunannya. Wajahnya memerah, menyadari bahwa tadi dia menatap Abyan terlalu lama, mungkin dengan tatapan yang sedikit memuja. Dia mendadak salah tingkah.
“Em .... sorry banget,” ucap Aletta gugup.
Abyan tersenyum tipis, tanda bahwa dia tidak apa-apa. “Nggak usah terlalu khawatir. Gue baik-baik aja kok. Paling cuma kemeja gue yang kotor.” Abyan menunjuk noda kopi yang menyebar di dadanya.
“Tapi kulit lo pasti lecet. Kopinya panas banget tadi,” balas Aletta masih dengan nada cemas.
Abyan menggeleng ringan mencoba meyakinkan. “Nggak masalah, serius. Gue nggak terluka.”
Aletta menatap Abyan lekat-lekat, ragu apakah dia benar-benar baik-baik saja. Dalam hati, Abyan sebenarnya merasakan sedikit perih di lengannya, tetapi dia tidak ingin menyusahkan Aletta lebih jauh. Lagipula, dia tahu kejadian ini juga salahnya karena terlalu fokus pada ponsel saat berjalan.
"Sudahlah nggak usah dipikirkan," ucap Abyan.
“Kalau begitu, gue duluan,” ujar Aletta pelan lalu melangkah pergi tanpa menunggu respons Abyan.
Aletta memang tidak butuh izin untuk pergi, tetapi ada sesuatu dalam hati kecil Abyan yang ingin menghentikannya. Sebuah perasaan memberontak yang tidak rela Aletta menghilang begitu saja.
Saat langkah Aletta mulai menjauh, Abyan menunduk dan melihat sesuatu di tanah. Sebuah gelang berwarna pink tergeletak di sana. Dia memungutnya, alisnya bertaut bingung. Ada ukiran nama Aletta di gelang itu. Tidak butuh waktu lama bagi Abyan untuk menyimpulkan bahwa gelang ini milik perempuan yang baru saja pergi.
Dia memperhatikan gelang itu lebih lama dari seharusnya. Benda sederhana ini terasa seperti penghubung kecil antara dia dan perempuan dengan mata cokelat cerah yang tadi menabraknya. ‘Ini kesempatan buat ngobrol lagi sama dia,’ pikir Abyan.
Tanpa ragu, Abyan mulai berlari mengejar Aletta. Namun, di tengah jalan, pikirannya sempat berkelana. "Apa yang harus gue bilang? Jangan sampai gue malah bikin dia risih," gumamnya sambil terus mempercepat langkahnya.
Langkah Abyan akhirnya terhenti ketika dia melihat gadis itu masih berada tidak terlalu jauh darinya. Dia menarik napas panjang, mencoba mengendalikan degup jantungnya yang sedikit lebih cepat dari biasanya.
“Tunggu!” serunya. Suara Abyan menggema di tengah keramaian. Beberapa orang di sekitar mereka menoleh, tetapi Abyan tidak peduli.
Aletta berhenti dan menoleh. Alisnya terangkat heran mendengar Abyan memanggilnya.
“Tunggu sebentar!” Abyan berlari mendekatinya sambil mengangkat gelang itu tinggi-tinggi, menunjukkan benda yang menjadi alasannya menghentikan langkah Aletta.
“Ini punya lo?” tanya Abyan sambil menunjuk gelang yang kini ada di tangannya.
Aletta terkejut memandang benda itu. “Loh, kok bisa ada di lo sih?” tudingnya masih dengan nada penuh keheranan.
“Tadi kayaknya jatuh. Gue ambil biar nggak hilang, terus gue balikin ke lo,” jawab Abyan sambil menyerahkan gelang tersebut.
Aletta mengambilnya dengan perlahan, bibirnya melengkung membentuk senyum kecil. “Makasih,” ucapnya tulus.
Abyan menatap Aletta, senyuman itu membuatnya terdiam sesaat. Dia tidak menyangka kalau sesuatu yang sederhana seperti senyuman perempuan itu bisa membuatnya merasa hangat. “Sama-sama,” balas Abyan akhirnya, meskipun hatinya sebenarnya ingin mengatakan lebih banyak.
“Gue duluan ya. Goodbye!” pamit Aletta sambil melangkah pergi.
Abyan hanya mengangguk. Dia menggenggam tangannya sendiri, menahan dorongan untuk menghentikan Aletta lagi. "Bukan goodbye, tapi see you," gumam Abyan lirih hampir tidak terdengar.
Abyan berdiri di tempat, memandangi punggung Aletta yang perlahan menjauh. Tiba-tiba dorongan itu menjadi lebih kuat. Sebelum Aletta benar-benar hilang dari pandangan, Abyan memberanikan diri memanggilnya lagi.
“Hati-hati, Cantik!” serunya sambil melambaikan tangan. Suaranya kali ini lebih keras, cukup untuk membuat beberapa orang di sekitar mereka menoleh.
Aletta menoleh sedikit terkejut. Kemudian, akhirnya dia membalas lambaian itu dengan senyuman yang lebih lebar. Langkahnya terasa ringan dan tanpa sadar dia senyum-senyum sendiri membayangkan Abyan. Wajahnya, caranya bicara, dan perhatian kecil yang dia tunjukkan, semuanya membuat hati Aletta terasa hangat.
Abyan tersenyum tipis. Rasanya baru kali ini dia benar-benar tertarik pada seseorang hanya dari sebuah pertemuan singkat.
“Gila, gue nggak pernah begini,” gumam Abyan sambil mengacak rambutnya. Dia memandang tangan yang tadi bersentuhan dengan tangan Aletta seolah bisa merasakan kembali kelembutan kulitnya.
Abyan kembali melangkah dengan perlahan menuju tempat dimana motornya terparkir. Sesampainya di tempat parkir, Abyan berdiri sejenak di samping motornya. Biasanya dia langsung pulang atau kembali ke tempat nongkrong geng Black Secret tanpa berpikir dua kali. Tapi kali ini, semuanya terasa berbeda. Aletta. Nama itu seperti gema di kepalanya, berulang kali terdengar tanpa henti.
Abyan memejamkan mata, mencoba mengabaikan perasaan asing yang mulai tumbuh di dadanya. "Aneh banget," gumamnya pelan. Bayangan senyum simpul Aletta terus terlintas. Cara gadis itu gugup meminta maaf, bagaimana suaranya terdengar lembut saat berkata semuanya tertinggal jelas di ingatannya.
Abyan mengambil ponselnya berniat menghubungi Alfariel atau teman lainnya. Namun, jari-jarinya malah terhenti di layar. Rasanya semua obrolan biasa tidak lagi menarik perhatian. Abyan akhirnya mengembalikan ponsel ke sakunya dan menyalakan motor.
Suara deru mesin motor menyadarkannya bahwa dia masih berdiri di dunia nyata. "Fokus, By. Mungkin cuma perasaan sesaat," katanya meyakinkan diri sendiri. Bahkan saat melaju di jalan, pikiran Abyan tetap terikat pada perempuan itu.
***
Bersambung …..