Arav Hayes Callahan, seorang CEO yang selalu dikelilingi wanita berkelas, terjebak dalam situasi yang tak terduga ketika hatinya tertambat pada Kayla Pradipta, seorang wanita yang statusnya jauh di bawahnya.
Sementara banyak pria mulai menyukai Kayla, termasuk kakaknya sendiri, Arav harus menahan rasa cemburu yang terpendam dalam bayang-bayang sikap dinginnya. Bisakah Arav menyatukan perasaannya dengan Kayla di tengah intrik, cemburu, dan perbedaan status yang menghalangi mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Nurcahyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Terikat Jangan Memaksa
Bab 26
Terima kasih yang sudah support, kasih gift dan permintaan update. Author jadi semangat kalau ada yang minta update, apalagi ada giftnya, hehe. Gak pake gift juga tetap semangat lanjut, yang penting tinggalkan jejak ya ... di setiap Bab.
_______________________
Kayla dan Arav masih berdiri dalam diskusi mereka, begitu pun dengan Moe. Mereka memasang tatapan penuh ketegangan. Kayla menatap Arav yang berdiri di depannya dengan wajah yang tidak kalah tegang. Suasana antara mereka kian panas sejak Arav mendesak keputusan pertunangan. Kayla, yang sejak awal merasa tidak nyaman dengan paksaan ini, akhirnya memberanikan diri untuk berbicara dengan tegas.
“Pak Arav, aku tidak akan mengiyakan pertunangan ini hanya karena Anda menginginkannya,” ucap Kayla, suaranya gemetar namun tetap terdengar penuh keyakinan. “Aku tidak takut dengan konsekuensinya. Aku tahu keluargaku tidak terikat hutang atau balas budi pada keluarga Anda. Dan meskipun aku harus keluar dari Callahan Corp, itu bukan masalah besar bagiku. Aku bisa mencari pekerjaan di tempat lain.”
Arav yang mendengar penuturan Kayla tidak mengubah ekspresinya yang dingin. Namun, di balik tatapan itu, ada perasaan yang berkecamuk. Kayla bukanlah tipe wanita yang mudah ditekan seperti yang pernah dia hadapi sebelumnya. Namun, bukannya mereda, justru keinginan Arav untuk memaksa pertunangan ini semakin kuat. Baginya, ini bukan sekadar soal kontrol atau otoritas, melainkan tentang keyakinan bahwa Kayla adalah wanita yang tepat untuknya.
“Kamu salah besar jika menganggap aku seperti penguasa yang hanya memikirkan ego dan kehormatan,” jawab Arav dengan nada tegas. “Aku memaksakan ini bukan karena ingin memiliki kendali atas hidupmu. Aku melakukannya karena aku tahu ini yang terbaik untuk kita. Aku serius, Kayla. Ini bukan hanya permainan atau rencana bisnis.”
Kayla menatap Arav dengan tajam. “Terbaik untuk siapa? Kamu atau aku? Kamu mungkin merasa ini yang terbaik, tapi bagaimana dengan aku? Apa kamu benar-benar yakin bahwa ini yang juga kuinginkan?”
Sebelum perdebatan semakin memanas, Moe yang sejak tadi mengamati mereka, maju untuk menengahi. “Pak Arav, Nona Kayla, mungkin sebaiknya kita sudahi dulu diskusi ini. Mama Lauren dan Bu Santi sudah menunggu di restoran. Tidak baik membuat mereka terlalu lama menunggu.”
Moe mencoba meredakan ketegangan dengan pendekatan yang lebih halus. Kayla melirik Moe, kemudian mengangguk setuju. Ia merasa argumennya akan sia-sia jika dilanjutkan sekarang. Lagi pula, ada kebenaran dalam apa yang dikatakan Moe. Bu Santi dan Mama Lauren pasti sudah cemas menunggu.
Arav juga mengangguk tanpa banyak berkata. Namun, ada kilatan tekad yang masih terlihat di matanya. Ia tahu bahwa diskusi ini belum berakhir.
Dalam perjalanan kembali ke restoran, ketegangan masih terasa di antara mereka. Di dalam mobil, Kayla memilih untuk duduk diam di samping Arav, menyibukkan diri dengan pemandangan di luar jendela. Namun, tiba-tiba, Arav melihat sebuah bangunan yang menarik perhatiannya. Di depan bangunan tersebut terdapat plang yang menawarkan jasa katering. Dengan cepat, Arav memberi isyarat pada Moe untuk memperlambat laju mobil.
“Moe, catat nomor telepon yang ada di plang itu,” perintah Arav.
Moe segera mengikuti perintah, sementara Kayla hanya bisa mengernyit. Dia tahu tujuan Arav; jelas dia sedang merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan acara pertunangan. Perasaan frustrasi kembali menyeruak dalam hatinya. Dia ingin protes, tetapi sebelum kata-kata keluar dari mulutnya, Arav dengan cepat memotong.
“Tidak perlu ada protes, Kayla,” ucap Arav tajam tanpa menoleh padanya. “Aku tidak menerima penolakan dalam bentuk apapun untuk urusan ini.”
Kayla menggigit bibirnya, menahan diri agar tidak melontarkan komentar lebih lanjut. Dia sadar bahwa tidak ada gunanya berdebat sekarang. Arav jelas-jelas sudah mengambil keputusan dan tidak akan mengubahnya dengan mudah. Dengan perasaan campur aduk, Kayla memilih untuk diam.
Setibanya di restoran, suasana kembali terasa tenang. Mama Lauren dan Bu Santi menyambut mereka dengan senyuman, seakan tidak ingin menambah beban pikiran pada anak-anak mereka. Tak satu pun dari mereka yang menyinggung tentang pembicaraan pribadi antara Arav dan Kayla. Sepertinya mereka sudah sepakat bahwa urusan ini lebih baik diserahkan kepada Arav dan Kayla untuk menyelesaikannya sendiri.
Mereka melanjutkan makan penutup dengan suasana yang lebih rileks, mencoba melupakan sejenak ketegangan yang baru saja terjadi. Meski begitu, dalam hati Kayla masih ada perasaan tidak nyaman. Ia tahu bahwa masalah ini belum selesai, dan esok hari akan menjadi hari penentuan.
Selesai makan, mereka memutuskan untuk kembali ke rumah Bu Santi. Namun, saat tiba di depan rumah, mereka disambut dengan pemandangan yang tidak menyenangkan. Sejumlah tetangga berkumpul di halaman rumah dengan wajah cemas dan bingung. Kayla dan yang lainnya segera keluar dari mobil, berusaha mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Begitu turun dari mobil, Bu Santi terkejut melihat Gea, anak bungsunya, duduk di tangga depan dengan seragam olahraga yang masih dikenakannya. Gea menangis tersedu-sedu, memeluk lututnya erat-erat. Beberapa tetangga juga ada di dekat Gea untuk menenangkan.
“Gea, ada apa?” tanya Bu Santi dengan nada cemas, segera mendekat untuk memeluk anaknya. “Kenapa kamu menangis seperti ini?”
Bu Santi tidak mendapatkan jawaban dari anaknya, tapi dia melihat dari luar, keadaan rumah sepertinya kacau. Bahkan pintu pun sepertinya ada bagian yang rusak.
"Nak, tenang dulu ya. Kamu tidak apa-apa, ibu ada di sini." Kembali Bu Santi bersura, dia takut terjadi apa-apa pada putra satu-satunya itu. Ya, Gea adalah seorang laki-laki dengan nama lengkap Gealova.
Gea hanya bisa menangis semakin kencang, tidak mampu menjawab pertanyaan dan ucapan apa pun dari ibunya. Suasana yang semula sudah tegang kini semakin mencekam. Kayla, Arav, dan Moe hanya bisa berdiri di dekat mereka, mencoba memahami situasi yang tiba-tiba berubah ini.
Kayla merasa hatinya mencelos melihat adiknya menangis seperti itu. Apa yang sebenarnya terjadi? Tanpa menunggu lebih lama, Kayla mencoba menenangkan Gea, berharap bisa mendapatkan jawaban dari gadis kecil itu.
“Gea, tolong ceritakan apa yang terjadi. Jangan menangis lagi, kami semua di sini untukmu,” ucap Kayla dengan lembut, sambil mengusap punggung adiknya.
Kembali Gea tak memberi jawaban. Akhirnya Kayla bertanya pada beberapa tetangga. Mereka pun sama tidak tahu apa-apa. Yang mereka tahu tiba-tiba Gea berteriak dan ada mobil yang melaju saat tetangga melihat ke suara teriakan Gea.
Dengan terbata-bata, di antara isakan tangisnya, Gea mulai bercerita, meskipun kata-katanya masih sulit dimengerti. Mata Kayla mulai berkaca-kaca saat mendengar potongan cerita yang keluar dari mulut Gea. Sesuatu yang buruk pasti telah terjadi.
"T-tadi, ada orang besar-besar ke sini, bawa barang-barang." Suara Gea sedikit tidak jelas, tapi Bu Santi beserta yang lain bisa memahami maksud ucapan Gea.
"Apa mereka mengatakan sesuatu?" tanya Bu Santi lagi.
"M-mereka hanya bilang, barang-barang itu cuman untuk bayar tunggakan bunga. Kalau gak segera lunas, rumah ini disita."
Bu Santi beserta Kayla terkejut mendengar penjelasan dari Gea. Namun, yang Kayla pikirkan bukan hanya itu, tatapannya mengarah pada Arav. Dan Kayla semakin kesal dalam amarahnya melihat Arav yang tersenyum misterius, seakan dia bisa memanfaatkan keadaan dari situasi sulit ini.
Bersambung...
Ini enggak loh. Kayla tidak ada sangkut paut tanggung jawab apa pun pada CEO/Arav atau pun keluarga. Namun, dia tetap harus nikah dengan Arav.
Kira-kira alasannya apa ya? Yang gak baca novelnya, pasti gak bakal tahu alasannya.