Gadis yang tengah patah hati karena kekasihnya kedapatan tengah bermesraan di dalam kamar dengan adik tiri itu memilih pergi ke sebuah pulau untuk menenangkan hatinya. Ia merasa begitu hancur setelah kematian sang ibu, karena ayahnya menikah lagi. Dan hal tergilanya, adik tirinya tidur dengan kekasihnya sendiri. Dalam kekalutan, ia memilih pergi ke sebuah club malam untuk melampiaskan kemarahannya. Namun kondisinya yang tengah mabuk membuat ia tak sadar dan merayu seorang pria hingga malam itu menjadi malam terburuk dalam hidupnya. Ia kehilangan mahkota yang telah ia jaga selama ini. Hidupnya bahkan semakin hancur setelah pria yang telah merenggut kesuciannya itu datang dan terus mengusik kehidupnnya. Sampai pada akhirnya ia positif hamil dan mencoba mengakhiri kehidupannya yang begitu rumit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nickname_12, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketakutan Veronica
Pagi yang cerah ironis mempermainkan perasaan Alan yang terluka dan hancur. Seakan mendorongnya untuk mendekap kenangan, ia melangkahkan kaki ke bengkel Veronica, tempat yang pernah menjadi saksi bisu pertemuan mereka yang hangat. Namun, yang ditemuinya hanyalah Tommy, yang terlihat asyik dengan tumpukan pekerjaannya. "Pagi, Tom." "Hey, bro. Pagi juga," balas Tommy tanpa mengalihkan pandangan dari mesin yang sedang dikerjakannya. "Veronica di mana?" "Ia tidak ada di sini." "Ke mana?" "Entah, sudah beberapa hari ini ia tak muncul di bengkel." Kegundahan semakin menyelimuti hati Alan. Dengan langkah berat, ia meninggalkan bengkel, bertekad mencari Veronica di kediaman ayahnya. Semua harapan seakan terkubur ketika yang ditemuinya bukan Veronica, melainkan Elsa yang menatapnya tajam dari balkon atas. Wajah Elsa, yang dipenuhi kekesalan, mengingat bagaimana dengan keji Alan melempar tubuhnya pada Gayus, hingga mebuatnya terjerat candu permainan liar Gayus. Tanpa berbicara sepatah kata pun, Alan bergegas meninggalkan rumah itu, rumah yang pernah menjadi saksi dari keharmonisan hubungannya dengan Veronica, sebelum akhirnya Elsa mengacaukan segalanya. pertanyaan tentang keberadaan Veronica terus menghantui dirinya, ia tidak akan berhenti berjuang sampai mantan kekasihnya itu, mau memaafkan dirinya.
***
Matahari baru saja menyingsing saat Dave, dengan langkah lesu, terbangun dari alam mimpi yang menyergapnya. Di bawah guyuran air yang dingin, ia mencoba mengusir sisa kantuk yang masih melayani tubuhnya. Tangannya yang masih gemetar, menyeduh kopi yang akan menjadi senjata untuk memulai harinya. Setelah itu, penuh dengan determinasi yang membara, Dave berjalan dengan langkah mantap, melewati ambang pintu yang telah dia lintasi ribuan kali. Hari ini, dia bertekad untuk menunjukkan bahwa ia mampu memegang kendali atas proyek besar yang sedang dipimpinnya. Ketika tiba di kantor, dengan wajah dingin namun terlihat mempesona bagi kaum hawa, Dave memarkir mobilnya dan segera memasuki gedung. Ia disambut dengan sikap hormat dari sekretarisnya yang telah menyiapkan rangkaian kegiatan padat untuk hari itu. Setelah beberapa kata dan persiapan, ia memasuki ruangannya, di mana gunung berkas telah menunggu untuk ditaklukkan. Dengan cermat, ia menganalisis dan menandatangani setiap berkas. Tiap goresan pena adalah bukti ketekunannya, tiap tumpukan yang selesai adalah simbol dari kesungguhannya. Dave, di ruang kerjanya, bukan hanya bertarung dengan tugas-tugas kerja tetapi juga dengan dirinya sendiri dan setiap tantangan yang datang menghampiri.
Andika begitu senang melihat putra nya menunjukan keseriusan nya dalam bekerja dan memegang kendali akan project baru nya, ia tak menyangka jika putra nya itu akan bersungguh sungguh, karena sebelum nya Dave memang tak pernah mau saat diminta untuk bekerja di perusahaan dan lebih memilih menghabiskan hari muda nya dengan berfoya foya dan traveling kesana kemari. Di sisi lain Dave juga ingin menunjukan pada Veronica jika laki laki seperti nya mampu mengelola perusahaan dengan baik.
***
Udara begitu dingin Veronica memainkan jemari nya di atas laptop, ia memeriksa dengan seksama setiap email pekerjaan yang masuk dari Aroon. Aroon sendiri sebenar nya tak habis pikir kenapa dan apa yang terjadi pada Veronica hingga sepupu nya itu pergi meninggalkan indonesia dan memilih untuk menetap beberapa saat di Austria.
"Sudah malam beristirahat lah.” Ucap Jessey pada nya.
"Iya tante...ini hanya tinggal sedikit lagi.”
"Mereka mengirimkan pekerjaan tengah malam lantaran di indonesia telah pagi. Dan kamu mesti bisa membedakan itu semua.”
"Iya tante.. Nic paham, hanya saja ini ada beberapa dokumen yang memang musti segera tanda tangani.”
"Siapa yang menghandle saat kamu tak ada.”
"Seperti biasa Aroon yang Nic minta untuk menangani semua nya.”
"Baik lah kalau begitu tante istirahat terlebih dahulu, kamu jangan lupa setelah semua selesai segera beristirahat dan jaga kondisi kesehatan mu.”
"Siap Tante, tante selamat beristirahat.”
"Iya sayang.” Balas Jessey kemudian ia pergi meninggalkan Veronica yang tersenyum ke arah nya. Jessey sendiri tak mau jika Veronica terlalu lelah dan memaksakan dirinya dalam dunia pekerjaan, ia tak mau jika sampai Veronica seperti dirinya, terlalu fokus bekerja hingga membuat nya kehilangan masa muda, bahkan membuat nya malas menjalin sebuah hubungan ke jenjang serius lantaran waktu nya habis ia gunakan untuk bekerja, dan merasa tak memiliki cukup waktu untuk pasangan nya. Sesungguhnya Jessye sering berpikir tentang bagaimana indah nya hidup dalam sebuah rumah tangga, namun begitu lah hidup nya terlalu di sibukan dengan pekerjaan hingga rasa ingin pun kalah dengan kesibukan.
Selesai memeriksa dokumen Veronica membaca sebuah email kiriman baru, yang ternyata dari Dave. Ia pun membuka email tersebut.
^sejauh apapun lo lari, lo gak akan pernah bisa lupain gue, dan harus nya lo sadar sejauh apapun lo pergi, gue gak akan pernah lepasin lo, ingat ada benih gue di rahim lo Veronica, dan gue akan tetap cari lo sampai ketemu.^
"DEG!" Seolah segala denyut kehidupan tiba-tiba berhenti sesaat setelah membaca email tersebut. Pria itu seolah tak ingin melepaskannya dan membelenggunya dalam kegilaan. Veronica bangkit, langkah kakinya terasa berat menuju dapur, ingatannya tajam akan botol alkohol yang tersimpan, hadiah dari Jessey untuk mengusir dingin malam. Tangan gemetar Veronica meraih botol tersebut, meneguk cairan keras dengan harapan absurd bahwa itu akan mencegah konsekuensi dari tindakan Dave. "Tidak, tidak ini tidak mungkin terjadi," bisik Veronica pada dirinya sendiri. Segala ingatan akan ancaman Dave membuatnya merasa gila, mempertanyakan niat laki-laki itu yang seolah ingin merenggut segala ketenangan hidupnya hanya berdasar harapan kosong bahwa spermanya akan menjadi benih diantara mereka yang bahkan tidak memiliki ikatan apa pun. Dengan rambut terjambak dalam genggaman kasar, Veronica kembali ke kamar, ambruk di ranjang dan memejamkan mata. Ia berusaha keras untuk menghapus segala ancaman yang barusan menghantui pikirannya, namun bisikan gelisah itu terus bergaung di kepalanya. Dave benar benar memporak porandakan kehidupan nya. Bahkan yang Dave lakukan jauh lebih keji menurut nya di banding apa yang dilakukan oleh Alan. Sedang di ruang meeting Dave tersenyum smirk sambil memainkan pulpen di tangan nya, ia bahagia lantaran email yang di kirim nya telah di buka oleh Veronica, dapat ia pastikan jika saat ini Veronica tengah ketakutan. Namun sejurus kemudian senyum nya pudar manakala ia mengingat kembali apa yang akan dilakukan Veronica jika nanti nya gadis itu benar benar mengandung anaknya, apakah Veronica akan mencari nya dan menuntut pertanggung jawaban atau justru gadis itu akan berupaya menggugurkan kandungan nya. seketika Dave mengusap wajah nya dengan kasar, ada rasa cemas yang mulai menggelayuti pikiran nya, ia mulai takut jika sampai kebencian Veronica terhadapnya akan membuat Veronica nekat, menggugurkan kandungan, atau bahkan bunuh diri, sejurus kemudian tangan Dave pun bergerak mengambil ponsel nya, ia meminta anak buah nya untuk terus mencari tahu keberadaan Nica. Andika yang melihat putra nya nampak tak fokus selama jalannya rapat hanya menggelengkan kepalanya, ingin rasanya ia menasehati putra semata wayang nya itu setelah meeting selesai. Namun, lagi lagi ia kembali teringat ucapan nya pada sang istri, jika mereka tidak akan ikut campur perihal urusan anak nya.
nanti pusing sendiri loe milih yg mana
blm nanti rebutan sama Oliver