Sulit mencari pekerjaan, dengan terpaksa Dara bekerja kepada kenalan ibunya, seorang eksportir belut. Bosnya baik, bahkan ingin mengangkatnya sebagai anak.
Namun, istri muda bosnya tidak sepakat. Telah menatapnya dengan sinis sejak ia tiba. Para pekerja yang lain juga tidak menerimanya. Ada Siti yang terang-terangan memusuhinya karena merasa pekerjaannya direbut. Ada Pak WIra yang terus berusaha mengusirnya.
Apalagi, ternyata yang diekspor bukan hanya belut, melainkan juga ular.
Dara hampir pingsan ketika melihat ular-ular itu dibantai. Ia merasa ada di dalam film horor. Pekerjaan macam apa ini? Penuh permusuhan, lendir dan darah. Ia tidak betah, ia ingin pulang.
Lalu ia melihat lelaki itu, lelaki misterius yang membuatnya tergila-gila, dan ia tak lagi ingin pulang.
Suatu pagi, ia berakhir terbaring tanpa nyawa di bak penuh belut.
Siapa yang menghabisi nyawanya?
Dan siapa lelaki misterius yang dilihat Dara, dan membuatnya memutuskan untuk bertahan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dela Tan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Rayuan Miranti
"Tidur sama gua, Wir. Bikin gua hamil."
"Lo gila Mir?" Tersentak Wiratama mendengar kata-kata itu, sampai ia lupa harus memanggil Miranti dengan sebutan nyonya.
"Gua tahu lo belum pernah gituan sama cewek. Apa lo gak pengen nyobain, Wir? Gua kasih lo yang enak-enak, ga cuma sekali, Wir, sampai gua hamil. Gua gak nuntut apa-apa. Ini juga rahasia kita berdua, gak usah ada orang lain yang tahu."
Miranti meraih tangan Wiratama yang terkulai di tepi kursi, lalu menariknya dan meletakkan di payudaranya yang membusung.
Dengan mata membelalak, Wiratama menyentakkan tangannya seolah baru disengat kalajengking. Ia sontak berdiri, menatap nyalang pada Miranti dengan wajah merah padam.
Alih-alih merasa tersanjung, ia sangat tersinggung. Jika tidak ingat Miranti perempuan, istri boss pula, Wiratama pasti telah menonjoknya dan mengusirnya pergi dengan sumpah serapah paling kasar.
"Nyonya. Lo itu istri Tuan. Tuan juga kayaknya sayang beneran sama lo. Lo tega beginiin Tuan? Gak takut gua laporin?" Wiratama agak mengancam.
"Laporin aja. Gua tinggal balikin cerita lo, gua akan bilang lo sakit hati karena lo ngerayu gua tapi gua tolak. Menurut lo, Tuan lebih percaya cerita lo atau cerita gua?" Miranti bergeming dan menjawab kalem. Sedikit pun tidak tampak khawatir, apalagi takut.
Wiratama menggeram dalam hati. Sejak dulu, ketika perempuan ini terang-terangan mengejarnya saja, ia tidak berminat. Apalagi sekarang, setelah mengetahui betapa culas hatinya.
"Sebetulnya lo nikah sama Tuan, lo itu cinta apa kagak?" Wiratama mendengkus sinis.
"Lo tahu kan, sebetulnya gua cintanya sama lo, tapi lo jual mahal. Sebaliknya, Tuan dengan mudah jatuh ke pelukan gua. Level kehidupan gua jadi naik. Tuan juga perkasa, gua yang awalnya gak pengalaman, sekarang udah jago."
"Udah ya," Wiratama mengangkat tangan, memberi isyarat agar Miranti berhenti. Ia benar-benar merasa jengah. "Gua gak perlu tahu kegiatan ranjang lo. Gua gak tertarik!"
Miranti menyelidiki wajah Wiratama. Lalu tertawa kecil, "Lo cemburu, Wir?"
Wiratama ternganga mendengar kalimat itu. Sumpah, perempuan satu ini memang gak peka.
"Kenapa gua harus cemburu? Dulu lo ngejar-ngejar gua, bukan? Dan lo gua abaikan, bukan? Kalau gua minat sama lo, gua udah makan lo dari dulu." Wiratama menjawab ketus.
"Yaa... mungkin lo nyesel? Setelah gua sama Tuan baru lo sadar?"
Wiratama memutar mata, tidak menjawab, semata-mata karena dia malas menanggapi. Sialnya, Miranti menganggap kebungkamannya sebagai pembenaran atas kata-katanya.
"Makanya gua kasih lo nyicip. Lo dapat yang enak, gua dapat anak. Kita sama-sama untung."
Miranti beranjak dan mendaratkan pantatnya di pangkuan Wiratama yang telah kembali duduk.
Wiratama melebarkan mata merasakan Miranti mengesek-gesekkan pinggul di pahanya. Sebelah tangan Miranti memerosotkan blusnya sehingga dua gunung kenyal yang dibungkus bra berenda warna merah terpampang di bawah hidung Wiratama.
Sebelah tangannya yang lain membimbing tangan Wiratama untuk diarahkan ke gundukan kembar yang akan membuat mata semua lelaki normal melotot tak berkedip sambil meneguk air liur.
Namun, Wiratama mendorong tubuh Miranti dengan kasar dan ia melompat menjauh.
"Pintu gak dikunci, Nya." Ia hanya berkata singkat.
"Ya kunci dong..." Miranti masih yakin Wiratama akan tunduk pada desakan nafsu.
"Sorry, gua gak berminat." Wiratama berkata lugas, tidak peduli Miranti akan sakit hati.
"Salah lo sendiri ngaku-ngaku hamil. Tujuan lo apa?" Ia menambahkan dengan nada datar.
"Karena mengira gua hamil, makanya Tuan nikahin gua, Wir. Kalo enggak, mungkin sampai sekarang gua cuma jadi penghangat ranjang."
"Kenapa gak nunggu sampai lo hamil beneran? Penghangat ranjang lo bilang? Lo juga demen, bukan?" Wiratama mencibir sinis.
"Iya... kalo nunggu gua hamil beneran, gak tahu kapan gua dinikahinnya."
"Ya salah lo sendiri gak sabar. Kenapa jadi gua yang harus nanggung akibat siasat licik lo." Wiratama mendecih.
"Kurang apa gua, Wir? Kenapa cuma lo doang yang gak pernah nafsu ama gua? Lo doyannya yang tipe ukhti ya?"
Wiratama tidak menjawab. Mau ukhti, mau janda, mau nenek-nenek, itu bukan urusan Miranti.
"Gua menghormati Tuan. Beliau orang baik. Karena lo udah jadi istrinya, gua juga akan menghormati lo. Nyonya..." Wiratama menekankan kata terakhir, seraya membuka pintu, tanda mempersilakan Miranti untuk segera keluar.
"Jadi lo beneran gak mau nolongin gua?" Miranti berhenti di ambang pintu, melakukan upaya terakhir untuk menggoyahkan iman Wiratama.
Namun, Wiratama tetap teguh. Berdiri tidak bergerak sambil menahan daun pintu tetap terbuka.
"Gua bersedia nolongin lo, dengan mengunci mulut gua rapat-rapat tentang hari ini, dan tentang hamil bohongan lo. Selain dari itu, lo cari jalan keluar sendiri. Jangan libatkan guard!"
Berkata begitu tegas, Wiratama mendorong tubuh Miranti ke luar pintu, lalu menutup dan menguncinya. Membiarkan Miranti termangu-mangu sesaat, sebelum berjalan gontai kembali ke rumah.
Karena upayanya merayu Wiratama gagal total, Miranti berpikir keras. Apa yang harus ia lakukan dengan 'kehamilannya'?
Bernard belum kembali dari Taiwan. Kali ini dia pergi dua bulan, padahal mengetahui Miranti sedang 'hamil muda'.
Miranti agak kesal, karena itu berarti Bernard tidak terlalu menganggap kehamilannya istimewa. Dia hanya mengharapkan anak perempuan, titik.
Akan tetapi, Miranti juga sekaligus lega. Ia tidak perlu terlalu harus berupaya menunjukkan perubahan fisik wanita hamil untuk mengelabuinya.
Namun, waktu dua bulan sudah hampir habis. Minggu depan Bernard akan kembali ke Indonesia. Seharusnya, usia kehamilan Miranti telah menginjak empat bulan.
Miranti mulai panik. Tidak ada lagi kesempatan untuk mengupayakan dirinya hamil sungguhan.
Tiba-tiba sebuah ide menyala di kepalanya. Seperti sebuah lampu pijar yang knobnya dijentikkan.
Ia akan berpura-pura keguguran.
Ya. Itu sebuah ide cemerlang. Setelah keguguran, ia bisa tenang mengupayakan kehamilan sungguhan dengan Bernard. Dan tidak perlu dikejar-kejar waktu.
Sebelumnya, ia merasa harus berpura-pura hamil agar Bernard segera menikahinya. Siasatnya berhasil. Sekarang statusnya sudah resmi sebagai istrinya.
Langkah berikutnya adalah mendapatkan anak darinya, agar ketika Bernard meninggal, ia masih mendapatkan pembagian harta warisan. Jika tanpa anak, tidak ada jaminan ia akan mendapat bagian. Bisa saja dua istri dan tujuh anaknya tidak mengakui statusnya.
Miranti memikirkan cara 'keguguran' dan teringat adegan-adegan di film. Pasti ada semacam cairan khusus mirip darah yang biasa digunakan untuk keperluan syuting.
Ia pergi ke toko bahan kimia, bertanya ke kiri dan ke kanan, sampai akhirnya ia mendapatkan apa yang in butuhkan.
Di hari Bernard tiba, kebetulan tamu bulanannya datang. Dengan suka cita, Miranti sengaja tidak mengenakan pembalut, mengucurkan cairan darah buatan itu, membiarkannya bercampur dengan darah kotor dari tubuhnya, sehingga bau amisnya tercium.
Ketika Bernard menemukannya bersimbah darah di tempat tidur, Miranti menangis meraung-raung, meminta maaf pada Bernard dan menyalahkan diri sendiri karena tidak menjaga 'bayi mereka'.
yang masih jadi pertanyaan di benakku adalah, asal usul Damar.
keren abis
penulisan biar alur maju mundur tapi runtut
semoga banyak yg baca dan suka Thor semangat
sehat selalu author