Di dunia yang dikendalikan oleh faksi-faksi politik korup, seorang mantan prajurit elit yang dipenjara karena pengkhianatan berusaha balas dendam terhadap kekaisaran yang telah menghancurkan hidupnya. Bersama dengan para pemberontak yang tersembunyi di bawah tanah kota, ia harus mengungkap konspirasi besar yang melibatkan para bangsawan dan militer. Keadilan tidak lagi menjadi hak istimewa para penguasa, tetapi sesuatu yang harus diperjuangkan dengan darah dan api.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairatin Khair, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12
Pagi yang biasanya cerah di Valyria kini tertutup oleh awan gelap yang bergulung di atas kota, seperti cermin dari bayangan yang menyelimuti hati Ares. Berdiri di depan kelompok kecil pemberontak yang tersisa, Ares merasakan beban berat di pundaknya. Di satu sisi, dia memiliki kekuatan misterius di tangannya—kekuatan yang berbahaya namun bisa menjadi satu-satunya harapan mereka. Di sisi lain, dia tahu bahwa kekuatan seperti itu bisa menghancurkannya, seperti yang terjadi pada Ragnar.
Mereka sudah kembali ke markas tersembunyi di bawah tanah Valyria. Di dalam ruangan yang redup, Liora dan beberapa pemimpin pemberontak berkumpul, menatap Ares dengan ekspresi campuran antara harapan dan kecemasan.
"Kita harus segera bertindak," kata Liora akhirnya, memecah keheningan. "Sosok bayangan itu... Dia adalah ancaman terbesar yang pernah kita hadapi. Jika kita tidak menghentikannya, Valyria akan jatuh sepenuhnya ke dalam kegelapan."
Ares menatap Liora dalam-dalam. "Aku tahu. Tapi ada sesuatu yang lebih besar terjadi di sini. Benda ini," katanya sambil mengeluarkan benda misterius dari jubahnya, "bukan hanya kunci untuk menghentikan bayangan itu. Ada sesuatu yang terhubung denganku, seolah-olah benda ini tahu siapa aku."
Liora mempersempit matanya, rasa penasaran dan ketakutan tergambar jelas di wajahnya. "Apa maksudmu?"
Ares menghela napas dalam. "Aku tidak tahu sepenuhnya, tapi sejak kuambil dari Kuil Bayangan, aku bisa merasakan kekuatan yang tak bisa dijelaskan. Dan tadi malam, ketika bayangan menyerang, benda ini melindungi kita."
"Melindungi kita atau melindungi dirinya?" gumam salah satu pemberontak dengan skeptis.
Ares menatap benda itu, mencoba memahami kekuatannya yang misterius. "Mungkin keduanya. Tapi ada satu hal yang pasti—kita membutuhkan kekuatan ini untuk melawan bayangan yang lebih besar. Tanpa itu, kita tidak punya kesempatan."
Seseorang dari kelompok pemberontak menggelengkan kepala. "Tapi, Ares... bukankah kekuatan itu adalah sihir gelap? Bagaimana kita tahu kalau itu tidak akan menghancurkanmu seperti Ragnar?"
Ares menggertakkan giginya. Itu adalah pertanyaan yang bahkan dia sendiri belum tahu jawabannya. "Aku tidak tahu," katanya dengan nada rendah, "tapi aku tidak akan membiarkan kekuatan ini mengendalikan aku. Kita tidak punya waktu untuk mencari cara lain. Setiap detik yang kita habiskan tanpa bertindak, bayangan itu semakin kuat."
Liora menatap Ares dengan penuh pertimbangan. "Jika kau memutuskan untuk menggunakan kekuatan ini, kau harus melakukannya dengan hati-hati. Ragnar jatuh karena dia membiarkan sihir itu menguasainya. Kau harus tetap memegang kendali."
Ares mengangguk. "Aku tahu. Tapi kita tidak punya pilihan lain."
---
Sore harinya, Ares duduk sendirian di ruangan bawah tanah yang gelap, benda misterius itu tergeletak di atas meja di depannya. Dia memandang benda itu dengan penuh keraguan. Rasanya seperti benda itu hidup, seolah-olah menunggu untuk membebaskan kekuatan yang tersimpan di dalamnya. Selama bertahun-tahun, Ares telah belajar bertempur dengan pedangnya, tetapi ini adalah sesuatu yang jauh di luar kendalinya.
"Aku bisa membantumu," suara dari benda itu kembali terdengar dalam pikirannya. Kali ini lebih jelas, lebih tegas.
"Aku tidak butuh bantuanmu," desis Ares, meskipun dia tahu itu adalah setengah kebenaran. Dia butuh kekuatan ini, tapi dia tidak ingin menjadi budak dari kegelapan yang menyertainya.
"Kau tidak akan menang tanpa aku," suara itu berbisik lembut namun penuh keyakinan. "Bayang-bayang kekaisaran terlalu kuat untuk dilawan dengan kekuatan manusia biasa. Kau harus menggunakan kekuatan gelap ini... atau semuanya akan hancur."
Ares merasa amarah dan ketakutan bercampur dalam dirinya. "Dan jika aku menggunakan kekuatanmu, apa jaminannya bahwa aku tidak akan jatuh seperti Ragnar? Apa jaminannya bahwa kau tidak akan mengendalikanku?"
Suara itu tertawa kecil. "Tidak ada jaminan dalam perang ini, Ares. Tapi satu hal yang pasti—jika kau tidak menggunakanku, kau akan mati. Dan Valyria akan jatuh ke tangan bayang-bayang selamanya."
Ares memejamkan matanya, mencoba mencari jalan keluar dari dilema ini. Kekuatan ini... itu begitu menggoda, begitu penuh potensi, tetapi juga begitu berbahaya. Dia ingat Ragnar—bagaimana kekuasaan yang besar bisa menghancurkan seseorang dari dalam.
Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka, dan Liora masuk dengan wajah serius. "Ares, ada masalah."
Ares segera berdiri. "Apa yang terjadi?"
Liora tampak tegang. "Pasukan bayangan bergerak cepat. Mereka sudah mencapai bagian timur kota, dan tampaknya mereka akan segera menyerang pusat kota. Kita harus bertindak sekarang, atau tidak akan ada lagi Valyria yang bisa kita selamatkan."
Ares menggenggam benda misterius itu dan menyimpannya kembali di jubahnya. "Aku sudah mengambil keputusan. Kita akan melawan."
---
Malam itu, Ares dan kelompok pemberontak berdiri di depan gerbang kota, mempersiapkan diri untuk menghadapi gelombang pasukan bayangan yang semakin dekat. Angin malam membawa udara dingin yang menusuk, dan kegelapan yang mengelilingi mereka terasa lebih pekat dari biasanya.
"Ini mungkin pertarungan terakhir kita," kata Liora sambil mempersiapkan pedangnya. "Kita harus memastikan bahwa bayangan ini tidak memiliki tempat lagi di Valyria."
Ares berdiri di sampingnya, matanya memandang jauh ke arah horizon yang dipenuhi kegelapan. "Aku akan memastikan mereka tidak menang," katanya pelan, namun penuh keyakinan. Di dalam jubahnya, benda misterius itu kembali berdenyut pelan, seolah menunggu saat yang tepat untuk dilepaskan.
Dari kejauhan, suara langkah kaki yang berat mulai terdengar. Pasukan bayangan itu mendekat, gelombang demi gelombang, seperti lautan kegelapan yang tak terbendung. Ares bisa merasakan tekanan yang luar biasa di sekelilingnya. Ini adalah ujian terakhir—bukan hanya bagi Valyria, tetapi juga bagi dirinya sendiri.
Ketika pasukan bayangan itu akhirnya muncul di depan mata mereka, tampak jelas bahwa mereka lebih kuat dari sebelumnya. Sosok-sosok hitam itu bergerak cepat, dengan mata merah yang bersinar di tengah kegelapan. Masing-masing dari mereka tampak seperti bayangan yang hidup, dipenuhi kebencian dan kemarahan.
Ares menarik napas dalam-dalam, lalu menghunus pedangnya. "Sekarang saatnya," gumamnya pada dirinya sendiri.
Dan saat gelombang bayangan pertama menyerang, Ares melepaskan kekuatan dari benda yang ia bawa. Cahaya hitam pekat melingkupi tubuhnya, mengalir seperti arus listrik yang tak terkendali. Untuk sesaat, dia merasakan rasa takut yang mendalam—takut akan kekuatan yang kini dia lepaskan. Namun, di balik ketakutan itu, ada juga rasa kekuatan yang luar biasa.
Gelombang kegelapan bertabrakan dengan cahaya hitam dari Ares, dan untuk pertama kalinya, pasukan bayangan itu melambat. Energi dari benda misterius itu menahan mereka, seolah-olah menciptakan benteng tak terlihat di sekeliling Ares dan para pemberontak.
"Serang!" teriak Ares, memimpin pasukannya dengan pedang terhunus. Di bawah perlindungan energi gelap yang dia kendalikan, mereka menyerang pasukan bayangan dengan semangat baru.
Namun, meskipun Ares berhasil menahan serangan awal, dia merasakan kekuatan benda itu semakin mengendalikan dirinya. Semakin lama dia menggunakannya, semakin sulit untuk mempertahankan kendali. Di dalam pikirannya, suara dari benda itu semakin keras, semakin mendesak.
"Kau butuh aku, Ares... Kau harus melepaskan lebih banyak kekuatan jika ingin menang..."
Ares tahu dia berada di titik kritis. Dia bisa merasakan bagaimana kekuatan ini bisa mengubah jalannya pertempuran, tapi dia juga tahu bahwa jika dia tidak hati-hati, kekuatan ini akan menghancurkannya dari dalam.
Dan di sanalah, di tengah pertempuran yang mematikan, Ares harus memilih: apakah dia akan terus menggunakan kekuatan gelap ini dan mengambil risiko kehilangan dirinya sendiri, atau mencoba menemukan cara lain untuk menyelamatkan Valyria?
---
cerita othor keren nih...