Pernikahan yang sudah didepan mata harus batal sepihak karena calon suaminya ternyata sudah menghamili wanita lain, yang merupakan adiknya sendiri, Fauzana harus hidup dalam kesedihan setelah pengkhianatan Erik.
Berharap dukungan keluarga, Fauzana seolah tidak dipedulikan, semua hanya memperdulikan adiknya yang sudah merusak pesta pernikahannya, Apakah yang akan Fauzana lakukan setelah kejadian ini?
Akankah dia bisa kuat menerima takdirnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Sepuluh
"Ibu, apa kabar? Tak baik marah-marah. Bukankah ini hari bahagia putri Ibu!" ucap Ana sambil tersenyum.
Ibu Rida mengepalkan jari tangannya mendengar ucapan anak tirinya itu. Ana selalu saja mengucapkan kata-kata yang membuatnya emosi.
"Pergilah kau dari rumah ini! Bukankah kau sendiri yang minggat, kenapa kembali di saat Ayu menikah. Jika tidak berkeinginan mengganggu pernikahan Ayu, buat apa kau datang lagi?" Ibu masih mengajukan pertanyaan yang sama.
"Bu, aku datang hanya ingin mengambil motorku. Di mana Ibu letakan. Aku ingin membawanya. Setelah itu aku akan pergi," jawab Ana.
"Motormu sudah tak ada," balas Ibu Rida.
Mata Ana melotot mendengar jawaban dari ibu tirinya. Apa lagi yang mereka lakukan pada motor miliknya. Mana STNK motor ada di bawah jok.
"Maksud Ibu apa? Aku tak paham!" seru Ana.
Walau dia sudah bisa menebak apa yang telah mereka lakukan pada motornya, tetap saja dia ingin mendengar langsung dari bibir ibu tirinya itu. Ana yakin semua yang dilakukan atas keinginan dan kemauan dari ibu tirinya itu.
"Sudah di jual ...," jawab Ibu Rida dengan entengnya.
"Bukankah BPKB nya masih denganku? Kalian bisa aku tuntut!" ancam Ana.
"Jangan pelit jadi orang, Ana. Itu juga buat pernikahan adikmu. Ayahmu sudah tak ada uang. Ini sebenarnya juga tanggung jawab dia sebagai orang tua," jawab Ibu Rida.
"Itu juga bukan kewajiban ayahku. Ayu hanya anak tirinya. Yang lebih berkewajiban atas Ayu itu sebenarnya adalah ayah kandungnya. Tapi, ayahku saja yang kamu bodohi, sehingga mau menanggung semuanya!" ujar Ana dengan suara lantang.
Baru saja Ibu Rida mau menjawab, tapi dia dipanggil salah seorang remaja putri, tetangga mereka. Gadis itu mengatakan jika ijab kabul akan segera di mulai.
"Terserah apa katamu. Yang pasti ayahmu lebih menyayangi Ayu karena dia lebih baik darimu. Aku ingatkan sekali lagi, jangan ganggu pernikahan putriku!" seru Bu Rida sebelum berjalan pergi.
Ana mendengar suara pembawa acara yang mengatakan ijab kabul akan segera di mulai. Walau pun dia telah ikhlas, tapi rasa sesak itu tetap ada.
Hubungan yang telah dijalani hampir empat tahun kandas karena orang ketiga, dan yang lebih menyakitkan orang itu adalah adik tirinya sendiri.
Memang, bukan salah Ayu sepenuhnya. Kedua orang itu sama salah. Jika Erik setia dan memiliki pendirian kuat, pasti tidak akan mudah tergoda. Keduanya sama-sama pengkhianat.
Setelah kata sah terdengar, Ana menarik napas dalam. Mungkin ini lebih baik. Dengan dia menyaksikan langsung pernikahan mereka, rasa ingin mengakhiri semua itu akan lebih kuat. Dia akan lebih mudah melupakan semua.
Ana menunggu hingga kedua pengantin bersanding. Kembali gadis itu menarik napas dalam. Setelah itu membuangnya. Dia harus mengakhiri semua sakit hati ini.
Dengan tekad yang kuat, Ana melangkahkan kakinya. Saat memasuki tenda, semua mata tetangga memandangi kehadirannya. Sepertinya mereka mengasihani dirinya.
Ana memberikan senyuman pada semua tamu yang dia kenal. Dia tahu para tetangga pasti memandanginya dengan iba.
Dari jauh Erik sudah melihat kehadiran Ana. Dia langsung melepaskan pelukan tangan Ayu di lengannya. Wanita itu tentu saja tak terima. Apa lagi setelah melihat siapa yang datang.
"Kenapa kau lepaskan pelukanku, Mas. Apa kau takut Kak Ana jadi sedih. Jangan bilang kalau kau masih menyimpan cinta untuknya, Mas!"
"Sudahlah, Ayu. Ini hari pernikahan kita. Apa kamu mau semuanya kacau?" tanya Erik.
Dalam hati pria itu, jika saja Ayu tak hamil, mungkin dia akan pergi jauh saja. Tak mau menikahi wanita itu. Belum menikah saja, dia mulai memperlihatkan wujud aslinya. Jauh berbeda dari Ana.
Mungkin ini balasan dari Tuhan atas pengkhianatan nya. Telah diberikan wanita baik, tapi tak bersyukur memilikinya. Ingin rasanya Erik turun dari pelaminan dan memeluk gadis itu. Cintanya masih tetap sama.
Awalnya dia hanya merasa jenuh dengan hubungan mereka yang terasa datar. Ana jadi pasangan terlalu penurut dengan apa yang dia katakan. Merasa tak ada tantangan.
Saat dia mengantar Ayu untuk magang pertama kali, dia tak memiliki rasa apa pun. Dia juga hanya menganggap adiknya.
Namun, seringnya Ayu minta tolong antar jemput membuat dia merasa dibutuhkan. Egonya sebagai pria jadi lebih tinggi. Sedangkan Ana, terlalu mandiri. Justru dia yang kadang minta tolong.
Ayu juga tampak manja. Apa pun selalu minta dikerjakan. Akhirnya rasa berbeda itu dia rasakan. Sejak saat itu Erik merasa lebih dekat dengan gadis itu. Mereka sering jalan sepulang Ayu magang. Hingga malam itu terjadi hubungan badan, dan hari-hari selanjutnya.
Ana melangkahkan kakinya menaiki anak tangga pelaminan. Kedua orang tuanya dan juga kedua orang tua Erik menatapnya tanpa kedip.
Ana mendekati ibu dan ayah Erik. Menyalami keduanya dengan mencium tangannya. Ibu Eli, langsung memeluk mantan kekasih sang putra.
Kedua orang tua Erik, awalnya tak mau datang, tapi karena putranya sampai memohon, akhirnya mereka datang juga.
"Ana, maafkan ibu karena gagal jadi ibu yang baik buat Erik. Sehingga anak ibu jadi pengecut seperti sekarang," ucap Ibu Eli.
"Bu, jangan menyalahkan diri Ibu, semua ini sudah menjadi takdir Tuhan. Tak ada yang bisa menolaknya. Sekarang Ibu berusahalah menerima Ayu, karena saat ini di rahimnya ada cucu Ayah dan Ibu," ucap Ana.
"Ana, kamu gadis yang baik. Erik memang tak pantas untukmu. Ibu doakan kamu dapat yang jauh lebih baik dari anak ibu, Erik itu," ucap Ibu Eli selanjutnya.
Bapak Toni, ayah Erik, hanya diam saja. Tak tahu harus berkata apa. Sudah terlanjur kecewa dengan apa yang sang putra lakukan.
Setelah cukup lama berpelukan, Ana lalu mendekati kedua pengantin. Dadanya terasa sesak melihat Erik bersanding dengan sang adik. Seharusnya dia yang berada di samping pria itu.
"Selamat, Mas. Semoga pernikahan kamu dan Ayu langgeng. Semoga tidak ada lagi wanita lain yang kamu bohongi, dan tak ada lagi pengkhianatan. Cukup aku saja yang menjadi korbanmu. Terima kasih atas waktu kita dulu, walau akhirnya aku sadar semua waktuku terbuang sia-sia. Semoga tak akan ada penyesalan. Sampai jumpa dengan cerita yang berbeda. Jadilah laki-laki gentleman, jika kamu melakukan kesalahan langsung akui, jangan menundanya. Jangan jadi pecundang lagi!" ucap Ana.
"Ana maafkan, aku!" balas Erik.
"Tak ada yang perlu dimaafkan. Justru aku bersyukur tak jadi menikah denganmu. Aku jadi terlepas dari pria sepertimu!" kata Ana dengan penuh penekanan.
Ana lalu mendekati Ayu dan mengulurkan tangannya. Awalnya wanita itu ragu untuk menyambutnya, tapi akhirnya dia menjabat tangan sang kakak.
"Selamat, Ayu. Kamu berhasil menjadi pencuri ulung. Semoga kamu bahagia dan tak ada penyesalan nantinya!' ucap Ana.
"Jangan takut, Kak. Aku yakin tak akan ada penyesalan. Aku dan Mas Erik melakukan semua atas dasar suka sama suka. Tak ada paksaan. Aku berharap Kakak bisa menerima ini dengan ikhlas. Jangan pernah iri dan berniat menganggu rumah tanggaku," jawab Ayu.
"Tak ada rasa iri ku padamu. Jangan kamu berpikir aku membencimu, itu salah. Aku justru kasihan karena kamu terlalu cepat memutuskan untuk menyerahkan diri pada pria yang jelas-jelas tidak setia. Sesuatu yang diawali dengan kecurangan, biasanya akan membawa nasib sial pada akhirnya. Aku percaya karena sudah banyak fakta yang terlihat. Lagi pula, jodoh itu adalah cerminan dari diri kita sendiri, jika engkau bangga merebutnya, mungkin Tuhan berusaha menunjukkan bahwa dia sama busuknya seperti kamu. Yang tentu saja tidak layak untuk terus hidup denganku," ucap Ana dengan penuh penekanan.
Tangan Ayu terkepal menahan amarah, Ana melihat itu jadi tersenyum. Dia lalu berdiri dihadapan keduanya.
"Aku sebenarnya datang bukan untuk mengucapkan selamat atas pernikahan kalian, aku datang untuk membawa motorku. Ternyata sudah terjual untuk pernikahan ini. Aku ingatkan kamu, Ayu, jika kamu tak bisa mengembalikan uangnya dalam waktu sebulan, aku akan menuntut mu. BPKB masih denganku sebagai bukti. Dan kamu, Mas Erik, tolong bantu Ayu untuk mengganti motorku. Bukankah seharusnya biaya pernikahan kalian tanggung berdua. Aku pamit, jangan lupa uang motorku!" ujar Ana.