"Perkenalkan, dia yang akan menjadi suamimu dalam misi kali ini."
"Sebentar, aku tidak setuju!"
"Dan aku, tidak menerima penolakan!"
"Bersiaplah, Miss Catty. Aku tidak menoleransi kesalahan sekecil apapun."
Catherine Abellia, bergabung dengan organisasi Intel, Black Omega Agency, untuk mencari tau tentang kasus kematian ayahnya yang janggal. Berusaha mati-matian menjadi lulusan terbaik di angkatannya agar bisa bergabung dengan pasukan inti. Mencari selangkah demi selangkah. Ia mencintai pekerjaannya dan anggota timnya yang sangat gila.
Namun, ketika dia sudah lebih dekat dengan kebenaran tentang kasus Ayahnya, Catty harus bekerjasama dengan anggota Dewan Tinggi! Oh, really? Dia harus bekerjasama dengan orang yang gila kesempurnaan yang bahkan sudah lama tidak terjun lapangan? Wait, mereka bahkan harus terlibat dalam pernikahan? Ia harus menikahi pria yang memiliki kekasih? Tuhan, ini sangat buruk!
Oke, fine! Atasannya sudah gila!
Ayo, ramaikan lapak ini dengan Vote dan komen.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon seraphic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Tunggu dan lihatlah
Ketika Catty sedang mengangguk dan tersenyum jahat memikirkan apa yang akan ia lakukan nantinya pada si bangsat gila itu, perutnya berbunyi nyaring. Gadis itu terdiam melirik pria yang sekarang tengah meliriknya juga. Bibir tebal gadis itu terlipat kedalam, betapa malunya situasi ini?
Sial, ia keroncongan sekarang!
Sean berbalik mengambil salah satu bawaan yang datang kemari dengannya. Lalu, memberikannya pada gadis yang tengah memeluk perutnya.
"Makan ini."
Catty berbinar ketika ia bisa mencium aroma makanan yang menembus kantong. Namun, kemudian ia merengut kala mengeluarkan isi dari dalamnya. Apa-apaan bubur hambar seperti ini? Apa bedanya dengan yang di siapkan di rumah sakit?
"Aku ingin makan sesuatu yang pedas dan berminyak sekarang."
"Apa kau tidak ingat kau seorang pasien sekarang?"
Suara dering ponsel yang berasal dari kantong celana Sean mengalihkan atensi pria itu. Sean menatap layar yang menampilkan nama kontak, ia melirik gadis yang tengah cemberut itu dan menjauh untuk mengangkat panggilan.
Catty mendecak kesal dan mengeluarkan wadah makanan dengan asal-asalan. Sudahlah, ia akan membantai makanan yang ingin ia makan segera setelah ia keluar dari sini.
Ia mendongak menatap pria itu yang kembali berjalan mendekati ranjangnya.
"Pergilah, aku bisa sendiri di sini," ujarnya. Tanpa mendengar apa yang akan pria itu katakan pun, Catty sudah bisa menebaknya.
Sean mengangguk. "Aku masih memiliki urusan, habiskan makananmu."
Catty hanya berdehem untuk menjawabnya sekilas. Lihat saja, begitu pria ini pergi, ia akan menelpon Janessa dan menyuruh teman baiknya itu membelikannya makanan dari luar, atau haruskah ia memesan online saja?
Catty mengambil sendok dan berpura-pura akan memakan makanannya. Namun, naas sekali sendoknya tergelincir jatuh dari tangannya yang terbalut perban.
Sean yang sudah mencapai pintu berbalik mendengar keributan itu. Ia menatap Catty yang juga menatapnya.
Gadis itu tertawa kikuk. "Haha, tak apa, aku bisa mengurus diriku sendiri. Pergilah." Sial. Pergi saja, aku ingin memesan makananku sekarang juga, batinnya.
Sean memutar matanya malas. Yang begini juga bisa mengurus diri sendiri?
Pada akhirnya, Catty membuka mulutnya dengan malas, menerima suapan demi suapan yang masuk ke mulutnya. Sesekali terdengar helaan nafas kesal. Ia bahkan tak ingin merasakan cita rasa bubur itu, langsung menelannya saja.
"Aku sudah kenyang," ujarnya. Sumpah, ia tak sanggup lagi menelan makanan lembek ini.
"Sedikit lagi," jawab Sean. Tangannya kembali melayang, menyuapi gadis itu dengan telaten.
"Perutku sudah tak bisa dipaksa!"
"Jika kau tidak menghabiskannya, lupakan saja rencanamu menginterogasi pelaku."
Sean menarik balik tangannya yang memegang sendok. Namun, Catty menahan pergelangan tangan pria itu, dengan terpaksa ia membuka mulutnya dan menelan lagi bubur yang ada di sendok. Setelah ini, ia tak akan pernah menyentuh bubur lagi!
Demi interogasi! Ia rela harus menanggung kesulitan ini!
Setelah menyelesaikan makannya, Catty malah merasakan keinginan besar untuk pergi ke toilet. Gadis itu turun dari ranjangnya, mengambil jepit rambut. Tangannya berusaha untuk mengumpulkan rambut dalam genggaman, namun, perban yang membalut tangannya membuatnya kesulitan.
Ia berteriak kesal. Sakitnya memang tak parah. Tapi, segala penderitaan yang harus ia tanggung yang menyebalkan.
"Apa kau tidak tau cara meminta bantuan?" Sean bertanya dengan sinis. Gadis ini sudah begitu kesulitan, tapi masih saja enggan meminta bantuannya.
Tangan besar pria itu membantu Catty menyisir dan mengumpulkan rambutnya yang halus. Dari jarak sedekat ini, Sean bisa mencium aroma rambut gadis itu.
"Kau memakai sampo ku?"
Catty mengangguk. "Tak ada yang lain di kamar mandi mu. Aku harus membeli pakaian dan perlengkapan ku sendiri nanti. Aku hampir mati kesusahan bertarung dengan baju cantik yang ada di lemari," jawab gadis itu dengan keluh kesahnya.
Sean menyeringai mendengarnya, baru kali ini ada gadis di sekitarnya yang tidak menyukai barang-barang yang ia belikan. Setelah menyelesaikan rambut dan membantu memapah gadis itu ke toilet. Catty kembali berbaring di ranjangnya.
Ah, bintang lima untuk ranjangnya. Besar dan empuk, ia sangat puas!
"Bagaimana kampus akan menyelesaikan masalah ini?" tanya Catty untuk menghilangkan kecanggungan di antara mereka.
"Aku akan mengganti rektornya," jawab pria itu ringan.
"Kau?" tanya gadis itu dengan alis yang menukik tinggi. Memangnya siapa pria ini berhak melakukan itu?
"Tentu saja, aku adalah sponsor terbesar mereka jika kau tidak tau."
Ah ... Ya, benar. Ia hampir melupakan itu. Apa jika begitu kasus ini termasuk sudah selesai?
"Apa tidak menyelidiki lebih lanjut lagi?"
Tidak boleh menghentikan penyelidikan, Catty masih harus mencari tau kemana arah penyelidikan ini akan berakhir. Ia bahkan rela tertusuk untuk menangkap pelaku pengedar narkoba nya. Ia masih harus menginterogasi Deon untuk mengetahui siapa dan darimana ia mendapatkan barang haram itu. Namun, saat mendengar jawaban Sean yang masih belum tau bagaimana kasus ini akan berlanjut, Catty juga hanya bisa terdiam. Tapi, ia tak akan menyerah.
Ayah, tunggu dan lihatlah. Aku pasti akan menyelesaikan kasus ini sampai tuntas dan membalaskan dendam kematian mu, batinnya.
'*'*'*'*'*'
'*'*'*'*'*'
Dalam ruangan dengan penerangan yang remang, seorang gadis tengah duduk bersandar di kursi santai nya. Ia menghisap rokok di tangannya dengan tenang. Matanya terpejam dengan wajah damai diantara asap rokok yang ia hembuskan. Merasakan bagaimana dirinya perlahan santai dalam kesunyian malam.
"Nona."
Matanya terbuka saat mendengar suara yang memanggilnya. "Apa dia sudah datang?"
Yang ditanyai menunduk takut dan menjawab dengan terbata-bata. "Be-Belum, Nona."
Kaki jenjang yang indah itu menendang meja di depannya hingga asbak yang ada disana terjatuh dan pecah saat menyentuh lantai. Menambah kengerian yang tercipta.
"Dimana dia sekarang?" tanyanya lagi. Tangannya yang tak memegang apapun terkepal kuat hingga kukunya menembus kulit telapak tangannya.
"Dia sedang di rumah sakit Hopewell." Melihat wajah Nonanya yang mengerutkan dahi, gadis itu buru-buru melanjutkan. "Rumah sakit milik keluarga Wilson, anda juga pernah di rawat di sana dulu."
"Apa yang ia lakukan disana?" Ia memantik rokok baru dan menghisap rokoknya dengan tenang.
"Masih belum di ketahui." Gadis itu menarik nafas menyembunyikan kegugupannya. "Hanya saja, istrinya juga sedang berada di sana."
"AKHH!" Suara teriakan gadis itu memenuhi ruangan kala dahinya dilempar dengan pemantik. Gadis itu segera menggigit bibirnya, meredam suara dan ketakutannya.
"Apa yang ku minta sudah di kerjakan?" tanya Nonanya lagi tanpa rasa bersalah.
"Sudah, namun masih belum diketahui dengan jelas asal-usulnya. Seolah-olah ada yang sengaja menutupi identitas gadis itu, Nona."
Majikannya tertawa keras dan berakhir dengan dengusan sinis. "Bagus, semakin di tutup rapat juga semakin baik. Itu menandakan ada sesuatu di baliknya. Terus cari tau!"
Setelah mengangguk terburu-buru akan perintah Nonanya, gadis itu segera berpamitan dan meninggalkan ruangan gelap tempat biasa Nonanya menghilangkan penat.
Gadis itu menghisap kembali barang adiktif di tangannya, membiarkan asap rokok membelai wajahnya. Ia menggumamkan satu nama,
"Abercio!"
'*'*'*'*'
'*'*'*'*'
Gonggg~
Problematik banget si mba yang di arc terakhir ini yee~
Jangan lupa Follow + Subscribe agar kalian dapat notif apdetnya! ❤️
Jangan lupa Vote + Komen supaya aku makin semangat nulisnya!❤️
Author Cantik,
Sera<3
penataan bahasanya loh keren