Arvian Ken Sagara, seorang CEO tampan yang mengidap Gynophobia. Dimana, orang pengidapnya memiliki ketakutan tak rasional terhadap wanita. Setiap kali wanita yang mendekat padanya, Arvian menunjukkan sikap yang sangat berlebihan hingga membuat wanita yang mendekat padanya merasa sakit hati. Jika ada yang menyentuhnya, tubuh Arvian akan mengalami gatal-gatal. Bahkan, mual.
Namun, bagaimana jika dirinya terpaksa harus menikahi seorang janda yang di cerai oleh suaminya? demi mendapatkan hak asuh keponakannya dari keluarga adik iparnya. Apakah Gynophobia Arvian akan bereaksi saat di dekat wanita bernama Aluna Sagita janda tanpa anak itu?
"Sudah baik aku mau membantumu, dasar Mr. Gynophobia!" -Aluna Sagita.
"Onty tantik! Calangeee!!" ~Arega Geofrey Sagara.
"Jangan mendekati ku! Aku Alergi berada di dekat kalian para wanita!" ~Arvian ken Sagara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembalut untuk istri
Arvian menatap berbagai macam m3rk pembalut yang ada di hadapannya dengan tatapan melongo. Dia tak pernah mengira jika m3rk pembalut akan sebanyak itu dan banyak sekali ukuran dan macamnya. Dia pikir, pembalut wanita hanya satu saja dan tidak ada macamnya.
"Tuan, mau beli pembalut yang m3rk apa dan ukuran berapa? Disini ada m3rk ...,"
"Biasa yang wanita pakai yang mana mbak?" Tanya Arvian dengan tatapan frustasi.
"Semuanya di pakai wanita, tinggal di sesuaikan sama kecocokan aja." Ujar pegawai mini market itu.
Arvian menghembuskan nafasnya kasar, dia meraup wajahnya dan menatap satu persatu m3rk yang ada. Seumur-umur, Arvian baru mendengar m3rk yang dirinya baca saat ini. Pria itu hanya mengerti istilah pembalut tanpa tahu m3rknya.
"Yang paling bagus yang mana mbak?" Tanya Arvian. Tentunya, keduanya berjaga jarak karena Arvian tak ingin Gynophobia kembali kambuh dalam keadaan seperti ini.
"Oh, yang paling bagus ini Tuan. Paling mahal dan ...." Pegawai itu mengambil m3rk pembalut tersebut dan memberikannya pada Arvian. Namun, Arvian justru memundurkan langkahnya dengan cepat.
"Taruh aja Mbak, nanti saya ambil sendiri." Ujar Arvian dengan panik.
Pegawai itu tentunya bingung dengan sikap Arvian yang seakan menjauhinya. Merasa tak pede, dia bahkan m3nc1um aroma tubuhnya sendiri. "Apa aku bau badan? Kayaknya ni orang ilfil banget." Gumam pegawai itu.
"Jadi gimana mbak?" Ujar Arvian memecahkan keheningan mereka.
"Oh, iya. Mau yang biasa apa sayap?" TAnya kembali pegawai itu yang mana membuat Arvian membulatkan matanya.
"Emang ada gratisan sayap ayamnya?" Tanya Arvian dengan tatapan polosnya.
Pegawai itu mengerjapkan matanya pelan, dia menatap Arvian dengan tatapan bingung. Dia jadi bingung sendiri dengan pertanyaan Arvian. "Maksudnya, bukan saya ayam Tuan. Tapi sayap lem pembalutnya, lebih rekat gitu kalau di pake." Terang pegawai itu.
Arvian membulatkan matanya, "Yaudah Mba, yang sayap aja. Beli sepuluh yah." ujar Arvian.
"Baik kalau gitu, mari langsung ke kasir aja Tuan."
Dengan ragu, pegawai itu akhirnya mengambil sepuluh pack pembalut yang Arvian beli. Sesekali dia melirik ke arah Pria yang sedang memainkan ponselnya. Pertama kalinya dia melayani pria yang membeli pembalut. Ternyata, lebih sulit melayaninya dari pada melayani ibu-ibu membeli minyak.
"Beruntung banget istrinya, jarang suami yang mau beli pembalut. Pasti banyak yang malu, hebat si ini cowok." Gumam Pegawai itu sembari memasukkan pembalut itu ke dalam kantong plastik.
"Totalnya empat ratus dua puluh Tuan." Ujarnya setelah menghitung harga belanjaan Arvian.
Arvian mengeluarkan dompetnya, dia mengambil pecahan uang merah berjumlah lima lembar dan memberikannya pada pegawai tersebut. "Jamu anti nyerinya enggak sekalian tuan?" Tanya pegawai itu kembali. Sekalian, dia mempromosikan barang. Apalagi saat mengetahui Arvian polos tentang datang bukan wanita.
Arvian terdiam, dia mengingat-ingat bagaimana Aluna memegang perutnya yang terasa nyeri karena datang bulan. Wajah pucat wanita itu membuat Arvian kembali khawatir. "Yasudah Mbak, jamunya sekalian. Sepuluh juga yah!" Seru Arvian.
Pegawai itu tersenyum, dia segera membungkuskan jamu m3rk ternama dan memasukkannya ke dalam kantong belanjaan Arvian. Setelah menghitung jumlahnya, Arvian kembali mengeluarkan beberapa lembar merahnya. Lalu, dia menyerahkannya pada pegawai market itu.
"Kembalinya lima ratus rupi4h, mau di donasikan atau ...,"
"Kembali! Mana kembalian saya?" Seru Arvian dengan menadahkan tangannya. Tentunya, pegawai itu melongo dengan tatapan tak percaya.
.
.
.
Tok!
Tok!
"Aluna! Ini pembalutnya!" Seru Arvian dari luar kamar mandi.
Aluna belum juga beranjak keluar dari kamar mandi, dia masih duduk di atas kloset sembari menikmati rasa nyeri di perutnya. Perlahan, dia berdiri dan melangkah pelan menuju pintu. Lalu, Aluna membukanya dan hanya mengeluarkan kepalanya saja agar bisa melihat Arvian.
"Ini." Ujar Arvian sembari menyodorkan satu pack pembalut.
Aluna mengambil pembalut yang Arvian berikan, lalu dia menutup pintu itu kembali. Saat Aluna akan membuka bungkusnya, tiba-tiba dia terdiam saat melihat m3rk pembalut tersebut. "Pembalut ini ... astaga! Dia menghabiskan lima puluh ribu hanya dengan membeli pembalut isi delapan lembar?!" Pekik Aluna dengan tatapan tak percaya.
Aluna tahu m3rk pembalut itu sangat mahal di antara yang lainnya. Dia termasuk wanita yang irit ketika belanja kebutuhan kewanitaannya. Bahkan, dia selalu membeli pembalut yang seharga lima belas ribu. Apalagi jika diskon, Aluna akan membeli banyak untuk stok di rumah. Namun, saat melihat pembalut yang di genggamannya saat ini. Entah mengapa hati Aluna terasa sesak.
"Satu pembalut ini, aku bisa mendapat tiga pembalut yang biasa. Masih dapat kembalian lagi." Gumam Aluna.
Karena tak ada pilihan lain, Aluna pun memakainya dan segera keluar dari kamar mandi. Baru saja membuka pintu, Aluna di kejutkan dengan banyaknya pembalut yang ada di atas ranjang. Bukan hanya itu, bahkan botol jamu pereda nyeri pun Aluna melihatnya. Juga, ternyata Arvian sudah mengganti seprai dengan yang baru.
"Eh, sudah? Aku baru saja meminta bibi untuk mengganti seprai. Kemarilah, aku membelikanmu jamu pereda nyeri." Ujar Arvian sembari membuka satu botol jamu.
Aluna mengerjapkan matanya, dia menatap Arvian dengan tatapan tak percaya. Dengan santainya, pria itu menyodorkan jamu yang sudah di buka tutupnya dengan senyum mengembang. Aluna tak menolaknya, dia mengambil jamu itu dan menatapnya dengan wajah melongo.
"Ar, kamu membeli semua ini?" Tanya Aluna yang masih tidak percaya.
"Iya, aku membeli semuanya. Bagaimana? Pembalutnya cocok kan?" Tanya Arvian dengan penasaran.
"Cocok, cocok banget. Tapi tidak dengan harganya." Ujar Aluna dengan wajah meringis.
"Harganya? Kenapa? Tadi cuman habis tujuh ratus ribu, masih ada kembaliannya lagi."
"APA?! TUJUH RATUS RIBU?!" Pekik Aluna dengan tatapan tak percaya.
Arvian mengangguk pelan, dia memberikan. struk yang dia dapat dari belanjanya tadi. Aluna mengambil paksa struk itu dan melihat harga yang tertera. "Kembalian ...,"
"Nih, kembaliannya!" Seru Arvian sembari menyerahkan uang logam itu pada sang istri.
Aluna rasanya ingin pingsan saat ini juga. Kembalian yang Arvian berikan hanya sebesar lima ratus perak saja. Itu pun tidak cukup membeli permen, bagaimana bisa pria itu bangga mendapat kembalian uang logam di tangannya saat ini.
"AKu akan membereskannya." Ujar Arvian dan mulai membereskan pembalut dan juga botol jamu pereda nyeri dan menaruhnya ke dalam nakas.
"Sudah kan minum jamunya? Ayo tidur!" Ajak Arvian.
Aluna menurut, dia mendudukkan dirinya di tepi ranjang sembari meminum jamu itu. Sementara Arvian keluar entah kemana, Aluna pun tak memusingkan hal itu. Setelah jamunya habis, Aluna merebahkan dirinya di ranjang dan memiringkan tubuhnya. Dia mengelus perutnya yang masih terasa begitu sakit dengan gerakan lembut. Perlahan, ALuna memejamkan matanya.
Cklek!
Avian kembali, dia menaiki ranjang dan masuk ke dalam satu selimut yang sama dengan Aluna. Lalu, tanpa izin si pemilik tubuh. Arvian menyingkap baju piyama istrinya itu dan menempelkan sebuah botol hangat di sana. Perbuatan Arvian membuat Aluna kembali membuka matanya dengan ekspresi terkejutnya.
"Arvian." Lirih ALuna dengan jantungnya yang berdebar kencang. Apalagi, saat ini tubuh keduanya sama sekali tak ada jarak. ALuna bisa merasakan sentuhan halus Arvian pada kulitnya.
"Tidurlah, aku akan memegang botol hangat ini selama kamu tidur." Ujar Arvian dengan penuh perhatian.
"Dari mana kamu tahu metode ini?" Tanya Aluna dengan mata berkaca-kaca, dia tersentuh dengan perhatian yang Arvian lakukan padanya.
"Aku pernah melihat adikku menyiapkan ini untuk mendiang istrinya. Nyatanya, rasa hangat bisa meredakan nyeri datang bulan." Jawab Arvian.
Aluna menghela nafas pelan, perlahan dia meletakkan tangannya dia tas tangan suaminya itu. Lalu, Aluna sedikit menolehkan kepalanya sampai dia bisa menatap wajah Arvian yang berada di belakangnya.
"Ar, terima kasih." Ujar Aluna dengan tulus.
Arvian mengangguk dan tersenyum, "Heum, tidurlah. AKu akan memelukmu." Ujar Arvian dan mengeratkan pelukannya pada istrinya itu. Akhirnya, sepasang suami istri itu tertidur dengan lelap. Bahkan, sampai keduanya bangun. Pelukan itu tak juga terlepas, karena terlalu nyaman bersama.
___
Jangan lupa dukungannya🥰🥰