Hampir empat tahun menjalani rumah tangga bahagia bersama Rasya Antonio, membuat Akina merasa dunianya sempurna. Ditambah lagi, pernikahan mereka langsung dianugerahi putri kembar yang sangat cantik sekaligus menggemaskan.
Namun, fakta bahwa dirinya justru merupakan istri kedua dari Rasya, menjadi awal mula kewarasan Akina mengalami guncangan. Ternyata Akina sengaja dijadikan istri pancingan, agar Irene—istri pertama Rasya dan selama ini Akina ketahui sebagai kakak kesayangan Rasya, hamil.
Sempat berpikir itu menjadi luka terdalamnya, nyatanya kehamilan Irene membuat Rasya berubah total kepada Akina dan putri kembar mereka. Rasya bahkan tetap menceraikan Akina, meski Akina tengah berbadan dua. Hal tersebut Rasya lakukan karena Irene selalu sedih di setiap Irene ingat ada Akina dan anak-anaknya, dalam rumah tangga mereka.
Seolah Tuhan mengutuk perbuatan Rasya dan Irene, keduanya mengalami kecelakaan lalu lintas ketika Irene hamil besar. Anak yang Irene lahirkan cacat, sementara rahim Irene juga harus diangkat. Di saat itu juga akhirnya Rasya merasakan apa itu penyesalan. Rasya kembali menginginkan istri dan anak-anak yang telah ia buang.
Masalahnya, benarkah semudah itu membuat mereka mau menerima Rasya? Karena Rasya bahkan memilih menutup mata, ketika si kembar nyaris meregang nyawa, dan sangat membutuhkan darah Rasya. Bagaimana jika Akina dan anak-anaknya justru sudah menemukan pengganti Rasya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Si Kembar yang Lupa Ke Rasya
Kedua orang tua Akina tak berniat membangunkan Akina yang memang tertidur karena pengaruh obat. Keduanya yang langsung menatap marah kedatangan Rasya, mendapati bahwa pria yang telah membuang Akina maupun anak-anaknya tampak terkejut. Hadirnya pria lain yang menenangkan si kembar dan itu bukan dari pihak keluarga Akina, dirasa mereka sudah langsung membuat Rasya tidak terima.
“Takdir benar-benar sudah bikin kalian merasakan apa yang sudah kalian lakukan ke Akina dan anak-anaknya. Meski yang berulah itu Irene, paling tidak sebagai suami, kamu ngotak!” batin Zeedev.
Berbeda dengan Yusuf yang santai-santai saja menyikapi kedatangan Rasya, Zeedev justru ingin menerkam Rasya hidup-hidup.
“Kamu beneran masih berani ke sini? Apa karena ada yang benar-benar fatal, makanya kamu ke sini? Kamu ke sini karena ada maunya?!” lantang pak Akala yang kemudian mengusir Rasya. “Pergi dan jangan pernah menampakkan batang hidungmu lagi!”
Padahal, Rasya belum mengucapkan sepatah katapun. Anehnya, berbeda dari biasanya, kali ini si kembar cuek. Keduanya hanya memandangi tanpa minat untuk berebut apalagi mengemis kasih sayang kepada Rasya.
Rasya yang terlalu malu, gengsi untuk bersuara apalagi meminta maaf, terus menatap kedua putrinya silih berganti.
“Saya benar-benar minta maaf,” berat Rasya sambil menunduk dalam. Berharap, kedua putrinya akan menjadi alasannya bisa diterima lagi di keluarga Akina.
“Oum Dep, ... Oum-Oum itu ciapa?” bisik Aqilla yang jadi kepo memperhatikan Rasya. “Mbah Ala, malah-malah ke Oum itu. Oum itu pacti na—al ya?”
Merinding! Ketegangan dan emosi yang mengaduk-aduk perasaan Zeedev, ibu Nina, apalagi pak Akala, langsung luruh digantikan oleh air mata. Ketiganya termasuk Rasya, tidak bisa untuk tidak berlinang air mata sambil menatap tak percaya Aqilla.
Aqilla tidak mengenali Rasya? Atas dasar apa? Benarkah? Atau sedang bercanda? Namun, atas dasar apa Aqilla bercanda tidak mengenali Rasya, dan ekspresi Aqilla juga secuek itu kepada Rasya? Padahal yang mereka tahu, khususnya pak Akala dan ibu Nina yang mengetahuinya dari Akina, si kembar masih saja merindukan papanya.
“S—sayang ...?!” sergah Rasya refleks sambil maju, tapi tatapan tajam pak Akala terlalu mengerikan untuk ia terobos. Ia hanya mampu melangkah satu langkah, kemudian mengalihkan tatapannya ke Asyilla. Di pinggir sana, Asyill si paling manja juga. Asyilla tetap Asyik memandangi lego susunan Yusuf.
“Ini kenapa ...? Ya Allah ... ini kenapa?” batin Rasya kebas. Dadanya seolah amblas lantaran anak-anaknya dan awalnya sangat ketergantungan kepadanya, tetap mengabaikannya.
Padahal meski Rasya sengaja mengakhiri hubungan mereka. Rasya bahkan sampai menghapus semua jejak hubungan mereka termasuk sekadar foto, bukan keadaan seperti sekarang yang Rasya harapkan.
“A—apa yang terjadi ke Qilla dan Syill? A—pa yang sebenarnya terjadi?!” sergah Rasya menatap wajah-wajah di sana penuh tanya sekaligus keseriusan.
“Ngapain kamu tanya begitu sementara sekadar sumbangin darah kamu ke mereka saja, kamu enggak mau?” kesal Zeedev.
“Enggak usah sok-sokan mendadak peduli hanya karena musibah yang sedang menimpamu! Ini kan, yang kamu mau?!”
“Kamu membuang mereka, memutus dan bahkan menghapus setiap jejak hubungan kalian meski itu hanya sekadar selembar foto!”
“Kamu bahkan tega membakar rumah mereka tinggal, tanpa peduli, mereka akan tinggal di mana?!”
“Kamu membiarkan mereka terluka sangat dalam. Kamu membunuh mental mereka secara perlahan. Dengan membuat mereka makin berharap di setiap saat!”
“Mereka menunggumu layaknya pencuri yang harus terus mengawasi tempat kalian biasa menghabiskan waktu!”
“Bocah sekecil ini harus saling menguatkan. Mereka harus buru-buru menghapus air mata satu sama lain karena kerinduan mendalam mereka kepadamu. Agar mereka tak membuat mama mereka menangis!”
“SUDAH BERAPA LAMA KAMU MELAKUKAN ITU? SUDAH BERAPA KALI TUHAN KASIH KAMU KESEMPATAN KE KAMU BUAT MEMPERBAIKI APA YANG KAMU RUSAK KE MEREKA?!”
“Dan tahu kah kamu, saat kemarin mereka sekarat, apa yang membuat mereka kehabisan darah? Mereka pendarahan di kepala bahkan otak mereka TERLUKA! Namun kamu terus saja membela Irene. Mengatakan bahwa dia sedang hamil dan sejak hamil, dia jadi sering sakit-sakit!”
“Kamu itu gobloq, atau memang enggak punya otak? Wanita seperti itu yang kamu anggap suci? Jika dia sungguh mencintaimu, dia juga akan mencintai anak-anakmu. Karena adanya anak-anakmu dari wanita lain juga karena dia yang andil!”
“Irene, kamu, dan keluargamu itu PERRRUSAK KEHIDUPAN AKINA DAN ANAK-ANAKNYA. KALIAN BAHKAN SUDAH MEMB.UNUH ADIKNYA SI KEMBAR!!!”
Walau sudah berbicara panjang lebar, Zeedev tetap belum puas. Zeedev tetap ingin menerkam Rasya. “SETELAH KAMU MENGHANCUURKAN PERJODOHAN KAMI, KAMU JUGA MENGHANCUURKAN KEHIDUPAN AKINA DAN ANAK-ANAKNYA! BIADAB EMANG KAMU!” untuk yang kali ini, Zeedev benar-benar keceplosan.
Kemudian, Zeedev melepas sepatu pantofel sebelah kanan miliknya kemudian melemparkannya ke Rasya.
“Yang kenceng Oum, bial kena!” komentar Aqilla lantaran lemparan Zeedev tak sampai mengenai Rasya.
“Qillaaaaa, Chilla ... ini—” Rasya bermaksud mengingatkan kedua putrinya, bahwa dirinya merupakan papa mereka. Namun, pak Akala maju.
Pak Akala melangkah cepat kemudian mencengkeram kemeja bagian dada Rasya yang masih penuh darah mengering. Kemeja Rasya sampai terlihat kaku karena darah mengering di sana. Selain mendorong, kemudian pak Akala juga menarik paksa Rasya melalui kemeja bagian dada yang ia cengkeram.
Tangis Rasya pecah sepecah-pecahnya. Rasya hancur, dunia Rasya mendadak tak berupa lantaran setelah apa yang menimpa Irene, ia juga sudah dilupakan oleh si kembar.
“Aku enggak mau gini, Pa! Biarkan aku bersama anak-anakku. Aku mohon!” isak Rasya sengaja bersimpuh kepada pak Akala. Ia bahkan buru-buru mendekap kedua kaki pak Akala karena pria itu langsung buru-buru meninggalkannya. Pak Akala hanya mengusirnya dan tak lagi mengizinkannya masuk ke dalam ruang rawat Akina dan anak kembarnya berada.
“Pa ... biarkan aku bersama anak-anakku!” raung Rasya.
“Mbah ... kok Oum itu panggil Mbah, papa?” lembut Chilla yang sekadar bicara saja, sangat manja. Ia yang masih penuh luka, menatap sang mbah kakung, penuh ingin tahu. Namun berbeda dari biasanya, pak Akala yang sampai berdiri membelakangi sekaligus menahan pintu ruang rawat, tidak menjawab.
Pak Akala hanya memandangi Aqilla dan Asyilla, sebelum menatap wajah Akina yang masih terpejam damai, sambil terus menyeka air matanya yang sibuk berjatuhan.
Terlepas dari semuanya, Rasya juga terus memohon di balik pintu yang pak Akala tahan.
Hingga malam makin larut, akhirnya Yusuf bisa pamit pulang. Asyilla yang tak mau pisah darinya sudah lelap. Yusuf berdalih harus pulang karena di rumah, dirinya memiliki anak angkat bernama Oskar, yang sangat dekat dengannya. Oskar sampai demam karena menunggu Yusuf terlalu lama. Sedekat itu hubungan mereka.
Ketika itu terjadi, Akina dan orang tuanya juga berpikir hal yang sama akan Zeedev lakukan. Karena meski Zeedev tak memiliki anak angkat seperti Yusuf, pria itu pasti juga memiliki kesibukan.