Shakila Anara Ainur adalah gadis yang sedang dalam proses hijrah.
Demi memenuhi permintaan wanita yang sedang berjuang melawan penyakitnya, Shakila terpaksa menjadi istri kedua dai muda bernama Abian Devan Sanjaya.
Bagaimana kehidupan Shakila setelah menikahi Abian? ikuti terus ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Alquinsha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 : Resmi menikah
Hari jum'at pukul sepuluh pagi Shakila resmi menjadi istri Abian. Mereka melakukan pernikahan secara tertutup dan hanya dihadiri oleh keluarga Abian serta wali hakim dari pengadilan agama.
Shakila tidak dihadirkan saat akad. Bahkan setelah akad pun Abian yang menghampiri Shakila ke kamar pengantin mereka.
"MasyaAllah, mba Shakila cantik banget," seru Adiba saat melihat kakak iparnya yang tidak memakai burqa hari ini.
Adiba dan Zahra penasaran dengan wajah Shakila, mereka berlomba masuk ke dalam kamar pengantin hanya untuk melihat wajah Shakila.
Wajah Shakila yang biasa polos tanpa menggunakan make up sekarang memakai make up di hari pernikahannya dan menambah kecantikan di wajahnya.
"Iya, MasyaAllah. Kamu beruntung banget loh menikah dengan Shakila," Zahra menyenggol lengan Abian menggoda suaminya yang memiliki istri baru yang sangat cantik.
Shakila hanya tersenyum canggung mendapat pujian seperti itu dari Adiba dan Zahra. Ia tidak merasa dirinya cantik, tapi reaksi mereka berlebihan.
"Bagaimana menurut mas? mba Shakila cantik, kan?"
"Cantik."
Zahra tersenyum mendengar suaminya memuji Shakila cantik. Ada sesuatu yang berusaha Ia tahan di dalam hatinya saat mendengarnya.
"Makasih," Shakila tidak tahu tulus atau tidak ucapan Abian, tapi Ia tetap berterimakasih. Ia juga berterimakasih pada Adiba dan Zahra yang sudah memujinya cantik.
"Cih, datar banget sih, mas," Adiba duduk disamping Shakila dan terus mengucap pujian pada kakak iparnya itu untuk menghiburnya.
Jika Adiba yang berada diposisi Shakila, pasti Adiba sudah ngamuk mendapat reaksi seperti itu dari suaminya.
"Oh ya, mba kan terpaksa menikah dengan mas Abian. Mba menyukai seseorang tidak sih?" tanya Adiba sengaja supaya kakaknya sadar kalau Shakila juga terpaksa menikah dengannya.
Adiba kesal karena kakaknya bersikap sok tampan mentang-mentang banyak perempuan yang mau menikah dengan laki-laki sepertinya.
"Tidak sopan bertanya seperti itu!" Adam menyahut dari luar kamar pengantin.
Adam tidak berani masuk ke dalam karena Shakila tidak memakai burqa nya. Wajah tidak termasuk aurat, tapi Shakila memutuskan memakai burqa berarti tidak ingin menunjukkan wajahnya pada orang lain.
Adam tidak masuk untuk menghargai dan menghormati Shakila yang tidak ingin menunjukkan wajahnya.
"Kak Adam sedang apa disana?" tanya Adiba kesal karena kakaknya ikut menyahut.
Kenapa kakak-kakaknya tidak ada yang benar satupun? pikirnya.
"Mba Shakila, boleh aku masuk?" Adam bertanya pada Shakila dan mengabaikan pertanyaan Adiba padanya.
"Sebentar," Shakila terlihat mencari sesuatu untuk menutupi wajahnya.
Shakila tidak ingin laki-laki lain selain suaminya melihat wajahnya, apalagi wajahnya sekarang sedang memakai riasan.
"Kak Adam adik iparmu, mba. Kenapa mba harus menutup wajah mba?" tanya Adiba karena menurutnya tidak apa-apa jika Adam melihat wajah Shakila karena mereka saudara ipar.
"Jangan menanyakan hal yang tidak seharusnya kamu tanyakan!" ucap Adam masih setia berdiri di depan kamar pengantin menunggu Shakila mempersilahkannya untuk masuk.
Zahra dan Abian mungkin menganggap Adam biasa saja. Tapi Adiba menyadari sesuatu yang tersirat dari perkataan kakaknya.
"Aneh, mas Abian yang menikah dengan mba Shakila tapi kenapa yang peduli dengan mba Shakila malah kak Adam?" gumam Adiba dalam hatinya.
"Aku tahu mas Abian tidak ingin menyakiti mba Zahra dengan pernikahan keduanya, tapi kalau seperti ini mas Abian akan menyakiti mba Shakila."
"Maaf, kamu bisa masuk sekarang," ucap Shakila menyadarkan Adiba dari lamunannya.
Adiba merasa kasihan terhadap Shakila. Kakak iparnya begitu menjaga dirinya, tapi kakaknya terlihat tidak terlalu memperdulikan hal itu.
Adam masuk ke dalam kamar pengantin dan tidak terlalu mempermasalahkan Shakila yang tidak mau menunjukkan wajah padanya. Ia justru semakin mengagumi Shakila karena apa yang sudah pujaan hatinya itu lakukan.
"Kalau mba merasa tidak bahagia dengan pernikahan mba dengan mas Abian, aku siap menjadi pengganti mas Abian."
"Mas Abian pasti membuat mba Shakila bahagia kok," sahut Zahra menganggap perkataan Adam sebagai gurauan semata.
Padahal, Adam sedang serius dengan perkataannya. Ia siap menjadi pengganti Abian jika Shakila merasa tidak bahagia hidup bersama Abian.
"Lagian, kakak kenapa sih? mentang-mentang jomblo dari lahir!"
"Kakak muslim, ya iyalah kakak jomblo dari lahir."
"Ck!" Adiba hanya berdecak menanggapi ucapan kakaknya.
Adam diam-diam mencuri pandang kearah Shakila. Ia serius dan berjanji akan membahagiakan Shakila jika kakaknya tidak bisa membahagiakannya.
"Kamu menyukai mba Shakila?" sebagai sesama laki-laki, Abian mulai menyadari motif dari ucapan adiknya dan tatapan adiknya terhadap istri keduanya sehingga Ia spontan menanyakan hal itu.
"Haha. Aku hanya bercanda, mas. Lagipula mas juga pasti akan membuat mba Shakila bahagia kan?"
Tatapan Adam pada Abian mengisyaratkan sesuatu. Ia seakan memberi peringatan pada kakaknya supaya tidak pernah menyakiti Shakila.
"Baguslah, mas juga tidak berniat melepaskan mba Shakila untuk kamu nikahi."
Suasana menjadi sangat aneh. Adam dan Abian seperti sedang serius memperebutkan Shakila.
-
-
Malam harinya. Abian memberi kartu ATM berwarna hitam pada Shakila. Kartu prioritas dari bank syariah tempat Abian menyimpan uangnya.
"Kamu bisa pakai kartu ini untuk kebutuhan pribadimu. Untuk kebutuhan rumah biar Zahra yang pegang," ucap Abian setelah memberikan kartu ATM-nya.
Abian terpaksa menikah dengan Shakila. Tapi Ia paham betul apa saja kewajiban suami dan hak istri setelah mereka menikah.
Oh ya, sekarang mereka sudah tidak seformal sebelumnya karena mereka juga sudah resmi menjadi suami istri.
"Mas akan carikan rumah untuk kamu, tapi sekarang kamu tinggal dulu disini. Mas harus terus mengontrol kesehatan Zahra," jelasnya.
Maksudnya, untuk sementara waktu mereka akan tinggal berempat dengan Zahra dan Khansa. Karena Abian belum bisa membagi waktu jika kedua istrinya tinggal di rumah terpisah.
"Jangan sungkan kalau kamu membutuhkan apa-apa, mas akan berusaha memenuhinya selama mas mampu."
"Iya, terimakasih," Shakila nampak canggung berduaan dengan Abian dalam satu kamar.
Shakila belum pernah berduaan dengan laki-laki sebelumnya, apalagi di kamar seperti itu.
"Baba!" teriakan melengking Khansa dari arah luar membuat Abian buru-buru beranjak dari tempatnya.
Meskipun ini malam pertamanya dengan Shakila, tapi Abian lebih mengutamakan Khansa yang berteriak padanya.
"Sebentar, mas bertemu Khansa dulu. Nanti mas kesini lagi," Abian langsung pergi tanpa menunggu respon Shakila.
Shakila menuruti Abian untuk menunggu. Tapi sampai tengah malam Abian tidak kembali ke kamar mereka. Bahkan sampai Shakila tertidur pulas karena diserang rasa ngantuk.
"Shakila," panggilan dari luar kamar membuat Shakila membuka matanya.
Jam menunjukkan jam setengah dua malam, tapi ada orang yang memanggil Shakila.
"Shakila, kamu sudah tidur?" suara Abian dari luar kamar kembali terdengar dan membuat Shakila tersadar sepenuhnya.
"Iya sebentar, mas," Shakila turun dari ranjang dan berjalan kearah pintu.
Mereka sudah menikah, tapi Shakila masih harus membukakan pintu kamar untuk Abian.
"Zahra kambuh, mas mau bawa Zahra ke rumah sakit. Tolong kamu jaga Khansa."
trus lanjutan sugar mommy knp gk lanjut kk