Ternyata Aku ISTRI KEDUA (Dibuang Setelah Istri Pertama Hamil)
Bacanya yang tertib, ya. Yang runtut, jangan loncat atau skip bab. Biar kalian juga bisa ikut kuis dengan hadiah pulsa atau isi ulang ketika cerita ini tamat. Makin bagus retensi, makin gemoy juga saldo buat hadiahnya 💗
Buat kalian yang sudah baca, diharapkan lanjut baca. Jangan nunggu tamat baru lanjut karena ini bisa menghancurkan retensi novel. Sementara novel yang gagal retensi tidak akan mendapat dukungan apa pun dari NT. Yuk ramaikan ❤️
🌼🌼🌼🌼🌼
Aqilla dan Asyilla selaku putri kembarnya sudah tidur. Akina tersenyum bahagia memandanginya. Sementara masih di sebelah ke duanya, di pinggir ranjang tidur mereka yang luas, Rasya suami Akina tampak buru-buru pergi. Pria berkulit putih bersih itu begitu fokus ke ponselnya. Hingga Rasya juga sama sekali tak menyadari keberadaan Akina.
Setelah sempat sibuk mengetik, Rasya menempelkan ponselnya dan tentu itu karena untuk menerima telepon suara yang membuat ponselnya sibuk berdering.
“S—Sayang?!” lirih Rasya seolah berusaha berteriak. Rasya tampak sangat bahagia melebihi ketika Akina mengabarkan kehamilan pertamanya dan itu langsung kembar. Iya, belum pernah Akina melihat suaminya bahagia melebihi kala itu sebelum akhirnya kini, ia melihat dengan kepala dan matanya sendiri.
Hanya saja, Rasya tampak sengaja merahasiakannya. Sementara Akina yang masih berdiri di balik tembok pintu kamar mandi langsung terdiam lemas hanya karena panggilan barusan. “Sayang?” Siapa lagi yang mendapatkan panggilan tersebut dari suaminya, selain dirinya dan juga sepasang kembar mereka yang sangat cantik, gemoy, dan memang sangat menggemaskan?
Saking syoknya, Akina yang jadi gemetaran dan tubuhnya mendadak demam, menjatuhkan benda pipih tak lebih besar dari jari kelingkingnya. Itu merupakan test pack yang dihiasi dua garis merah, setelah ia melakukan tes kehamilan secara mandiri, di dalam kamar mandi. Ia melakukannya secara diam-diam demi mengejutkan sang suami. Karena setelah si kembar genap berusia tiga tahun, niat Akina menambah momongan memang sudah bulat. Ditambah lagi, pada kenyataannya sang suami pernah berdalih ingin punya anak laki-laki.
Akan tetapi, alih-alih membuat sang suami terkejut, panggilan sayang dari suaminya dan itu untuk dia yang tengah menelepon, membuat Akina terkejut lebih dulu. Nyawa Akina seolah dicabut paksa dan sebagiannya sudah langsung meninggalkan tubuh bahkan kehidupannya.
“Siapa, sih? Ini apaan, sih? Aku beneran langsung enggak bisa tenang begini!” batin Akina di tengah napasnya yang jadi memburu. Senyum manis di wajah cantiknya tak lagi tersisa. Yang tersisa hanyalah kegelisahan sekaligus ketakutan. Bahkan Akina yakin, di luar sana, semua istri pasti akan langsung merasakan hal yang sama jika berada di posisinya.
Alasan Akina tidak diketahui keberadaannya dan kini sudah di bibir pintu kamar mandi, mungkin karena selain sedari tadi pintu kamar mandi sengaja Akina buka lebar tanpa menutup apalagi menguncinya. Rasya juga terlalu fokus ke ponselnya. Bahkan sekarang, meski Akina sudah menyusul ke balkon kamar, pria berambut rapi agak ikal itu masih tersenyum sangat lebar. Rasya masih sangat fokus ke obrolan suara di ponselnya. Seolah, dunianya hanya untuk itu tanpa ada yang lain bahkan itu Akina dan putri kembar mereka.
Kini, wajah putih bersih Raysa sudah sangat merona. Sesekali, bibir berisinya juga mengucap syukur. “Masya Allah. Selamat ya sayangku. Perjuangan kita enggak sia-sia!” Itulah yang terus Raysa katakan. Hingga melahirkan bongkahan luka di dada seorang Akina yang makin tak karuan. Ditambah lagi, terhitung sejak dua bulan lalu, mungkin bawaan hamil juga, Akina jadi makin sensitif dan emosinya sangat naik turun.
“Siapa? Bukankah sejauh ini papanya anak-anak tipikal tempramental dan sangat ditakuti? Bahkan karena sifatnya ini juga, aku jadi tertantang mau dinikahinya. Apalagi sejauh mengenal, mas Rasya tipikal yang sangat cuek kepada wanita lain. Hidupnya beneran lurus ke keluarga kecil kami, keluarga orang tuanya, dan juga perusahaan yang dikelola,” pikir Akina terus bertanya-tanya jauh di benaknya. Kepala bahkan hatinya juga tak luput dari rasa panas. Ia terlalu sulit mengungkapkan kenyataannya kali ini.
“A—?!” Rasya tidak bisa tidak syok ketika mendapati sosok yang berusaha meraih sebelah tangannya, justru Akina. “Apa, sih?! Bikin kaget saja! Sudah tunggu di dalam. Ini mama lagi telepon!” lirihnya sengaja mengusir istri cantiknya layaknya ketika mengusir lalat hijau yang berusaha mendekati makanannya.
“Hah?” batin Akina makin tak percaya. Ia sungguh langsung tidak bisa berkata-kata. Termasuk juga ketika dirinya melihat si penelepon di layar ponselnya. Rasya menunjukkan layar ponselnya yang dihiasi kontak : Mama, dan menjadikan foto ibu Ismi—mama Rasya, dan Irene kakak perempuan Rasya, sebagai penelepon suara di ponsel Rasya.
Akan tetapi, Irene yakin dirinya tidak salah dengar. Namun, kenapa juga Rasya memanggil sang mama sayang? Padahal biasanya saja, Rasya memanggilnya mama, termasuk tadi.
Sekali lagi, Rasya mengusir Akina, meminta sang istri untuk segera pergi. Namun sebelum itu benar-benar Akina lakukan, Akina sengaja menaruh test pack miliknya.
“Sepertinya sudah masuk bulan ketiga. Besok, tolong temenin aku ke dokter kandungan, ya?” manis Akina tetap berusaha menjadi istri yang baik, meski ulah sang suami yang jadi kasar kepadanya, sukses memporak-porandakan mentalnya.
Rasya terdiam tak percaya tanpa bisa menyingkirkan raut kesal dari wajahnya. Namun, ia juga tak memberi balasan berarti kepada Akina lebih-lebih ucapan selamat. Ucapan selamat penuh rasa sayang yang memang sudah semestinya terjadi dari sang suami kepada istrinya yang hamil lagi. Apalagi alasan Akina hamil karena memang Rasya yang menginginkan anak laki-laki.
Sebenarnya, Akina sudah nyaris menyimpulkan, sang suami mendadak berubah. Pria itu bersikap sangat asing kepadanya. Namun sekali lagi, Akina tidak mau langsung menghakimi. Bisa jadi, ada urusan yang sifatnya sangat pribadi dan belum bisa Rasya bagi kepadanya.
••••
“Iya, ini aku sudah mau langsung berangkat,” ucap Rasya, sudah kembali sibuk dengan ponselnya.
Keesokan paginya, Rasya menjadi yang paling telat bergabung untuk sarapan bersama. Di lantai bawah, di meja makan tak jauh dari anak tangga, Aqilla dan Asyilla langsung heboh. Kenyataan tersebut terjadi hanya karena keduanya yang sudah rapi, mengetahui kedatangan papanya dari dalam kamar mereka. Keduanya heboh mencuri perhatian. Lain dengan Akina yang memilih diam menjadi pengamat baik. Akina terus berusaha menghabiskan segelas susu hamilnya, meski sikap Rasya yang mendadak kasar, membuatnya kehilangan nafsu makan secara drastis.
“Papa sibuk. Papa buru-buru!” bentak Rasya sampai marah-marah ke sepasang kembarnya.
Aqilla dan Asyilla yang memang sampai lari memeluk kaki papa mereka langsung berkaca-kaca.
“Mau peyuk, Papa ... mau gedoh!” tangis Asyilla yang paling manja apalagi dirinya memang yang paling kecil.
“Papa ... kok Pa—Pa, jadi ... alak, ciiih?” komentar Aqilla masih bertahan mendekap kaki kanan Rasya.
Belum beres dengan drama dari kedua putrinya, Rasya yang sampai berkeringat karena menahan emosi, justru dibuat kesal oleh Akina. Sang istri yang sudah tampil rapi menggunakan nuansa merah muda layaknya putri kembar mereka, mengingatkan perihal jadwal ke dokter kandungan.
“Aku sudah daftar secara online, dan dapat nomor awal,” lembut Akina sudah ada di sebelah Rasya.
“Sudah dapat nomor ya cukup berangkat. Kamu kan tahu kalau aku sibuk banget. Bawa anak-anak, mereka kan anteng cukup diarahin atau kasih hape biar nonton youtub. Sudah, ... Papa mau berangkat kerja. Masih pagi sudah bikin pusing saja!” Rasya tetap pergi meski kepergiannya kali ini ditangisi sang putri.
Namun, Rasya melanjutkan kesibukannya mengobrol melalui sambungan telepon di ponsel. Sementara tadi, Akina dapati Rasya masih terhubung dengan kontak sang mama.
“Sayang, ... jangan nangis ya. Papa lagi sibuk, lagi banyak kerjaan. Sekarang, Qilla dan Chilla ikut mama. Nanti, setelah periksa dedek bayi, kita jalan-jalan!” Akina berusaha menenangkan kedua putrinya. Setelah memeluknya secara bersamaan, keduanya juga ia emban secara bersamaan. Kendati demikian, keduanya tetap menangis karena yang keduanya inginkan memang perhatian dari papanya.
“Sayang ...? Masa iya, mama Ismi dipanggil-panggil sayang dan harus mengobrol seasyik itu? Sabar, Na. Sabar. Jangan sampai setres karena kini kamu sedang hamil muda,” batin Akina menyemangati dirinya sendiri. Meski kenyataan Rasya yang seolah tak menyambut baik kehamilan Akina, juga membuat Akina bertanya-tanya. Akina merasa sangat terluka karenanya. Namun, Akina tak mau egois karena Rasya jelas-jelas berdalih sedang sibuk—banyak kerjaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Inooy
ada lg nih yg d duakan tanpa tau jd yg k berapa,,,
2024-10-29
0
Weni anggraeni
/Whimper//Whimper/
2024-10-28
1
𝐀⃝ngela°1
hadeeehh laki gak ada akhlak Nihhh pingin menang sendiri .. amit amit KLO punya laki macam ituuu
2024-10-12
1