S 4
Rangga begitu terpuruk saat Fiona, istri tercintanya meninggal dunia setelah melahirkan anak kedua mereka. Di saat duka masih menyelimuti, ia dipaksa menikahi Flora yang merupakan adik kembar mendiang istrinya, demi memberikan kasih sayang sosok ibu untuk kedua anaknya.
Mampukah Flora menghadapi sikap Rangga yang dingin dan terkadang tak ramah padanya, sementara hatinya pun sedang tak baik-baik saja. Selain duka atas kepergian saudari kembarnya, ia juga terpaksa harus memutuskan hubungannya dengan sang kekasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24. DIA SOSOK AYAH YANG HEBAT
Tok... Tok... Tok...
Ketukan di balik pintu kamarnya membuat Flora terkesiap dari lamunannya. Diliriknya jam dinding, ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Meski rasa kantuk mulai menyerang tapi kedua matanya begitu enggan untuk terpejam. Jika malam-malam sebelumnya ia sulit tidur karena nyeri di kakinya, tapi malam ini ia tidak bisa tidur karena memikirkan Kia dan Azka.
Bukan hanya malam ini saja, ia sulit tidur sudah satu Minggu sejak ia meninggalkan rumah Rangga. Terbiasa bersama Azka dan Kia, kini ia sangat merindukan anak-anak sambungnya itu.
Flora lalu meraih tongkat yang ia sadarkan di dinding tepat di samping ranjang, kemudian menapakkan kaki ke lantai lalu melangkah tertatih menuju pintu.
Flora tersenyum ketika membuka pintu kamarnya, ternyata mama Zana yang mengetuk.
"Belum tidur, Flo?" Tanya mama Zana. Awalnya ia hanya iseng mengetuk pintu kamar putrinya itu, tapi ternyata sang pemilik kamar membukakannya pintu.
"Iya nih, Ma. Gak bisa tidur." Jawab Flora seraya membuka lebar pintu kamarnya. "Ayo masuk, Ma." Ajaknya kemudian.
Mama Zana pun melangkah masuk, mengambil tongkat Flora kemudian mengapit lengan putrinya itu menuju tempat tidur.
"Kenapa gak bisa tidur, kaki Kamu sakit lagi?" Tanya mama Zana setelah ia dan Flora duduk berdampingan di tepi ranjang. Ia teringat saat Rangga memberikan camilan pada Flora, menantunya itu mengatakan bahwa beberapa malam Flora sulit tidur karena terasa nyeri di kakinya yang mengalami cedera.
"Udah enggak, Ma."
"Terus kenapa gak bisa tidur? Kangen sama Kia dan Azka?"
Flora mengangguk, matanya seketika berkaca-kaca. Sungguh dia sangat merindukan Azka dan Kiara, memikirkan bagaimana anak-anak itu selama satu Minggu ini. Ia berharap Rangga menelpon untuk memberi kabar, namun sepertinya itu tidak akan pernah terjadi. Rangga mana mungkin akan menghubunginya.
"Mama juga kangen sama mereka, kapan-kapan Mama jemput mereka menginap di sini."
"Serius, Ma?" Flora menatap mamanya dengan berbinar.
"Iya, kalau perlu nanti kita bikin jadwal saja. Dalam satu Minggu, kita ambil jatah 3 hari bersama Kia dan Azka, selebihnya mereka bersama Rangga."
"Terima kasih, Ma." Flora memeluknya sang mama dengan penuh haru. Meski tak setiap hari, tapi itu sudah cukup membuatnya senang daripada ia selalu kepikiran karena tak bertemu Kiara dan Azka.
"Flo, Mama mau tanya sesuatu sama kamu." Ucap mama Zana setelah pelukannya dengan Flora terurai.
"Mau tanya apa, Ma?"
"Selain seperti apa yang dikatakan Kiara, Rangga sering memarahi mu. Apa dia juga berbuat yang lebih daripada itu, berbuat kasar seperti memukul misalnya?" Tanya mama Zana dengan hati-hati. "Maaf kalau Mama lancang bertanya seperti itu Flo, sebagai ibu yang melahirkan kamu, jelas Mama tidak rela jika ada seseorang yang melakukan apa yang tidak pernah kami lakukan terhadapmu."
Flora mengulas senyum, ia meraih kedua tangan sang mama dan menggenggamnya dengan erat.
"Pernah gak, Mama mendapat aduan dari Kak Fiona kalau dia diperlakukan dengan tidak baik oleh Kak Rangga?"
Mama Zana menggeleng, "Justru Fiona selalu berbagi cerita yang membuat hati Mama dan Papa sangat bahagia. Katanya Rangga itu sosok pria yang sangat penyayang."
"Sampai sekarang Kak Rangga masih seperti itu, Ma. Kak Rangga sangat menyayangi Azka dan Kia, dia itu sosok ayah yang sangat hebat." Flora tersenyum mengingat bagaimana selama enam bulan ini Rangga mencurahkan kasih sayangnya pada anak-anaknya, terlebih satu Minggu setelah ia mengalami kecelakaan. Rangg yang turun tangan lebih aktif mengasuh anak-anaknya sendiri, ia hanya sekedar memantau saja dan membantu seperlunya.
"Hanya dengan anak-anak, Flo. Tidak dengan kamu. Rangga tidak bisa menerima kamu." Ujar mama Zana menekankan.
Flora hanya tersenyum. Yah, mamanya memang benar. Rangga tidak bisa menerimanya sebagai istri, namun mengakuinya sebagai ibu untuk Azka dan Kia.
"Tapi beneran kan, Rangga gak pernah berbuat kasar sama kamu?" Tanya mama Zana sekali lagi. Ia belum merasa lega kalau belum memastikannya.
"Mama boleh periksa tubuhku kalau mau." Flora terkekeh.
"Hem, dasar kamu Flo." Mama Zana ikut terkekeh. "Syukurlah kalau Rangga tidak berbuat kelewat batas. Mama gak rela Flo, kalau ada orang yang menyakiti kamu."
"Kak Rangga memang sering memarahiku, Ma. Tapi mungkin itu memang karena aku yang salah. Mama tahu kan, kalau anak Mama satu ini suka buat onar dan sering buat kakak kesal."
"Tapi yang Mama lihat sekarang, kamu itu seperti kakakmu. Dia sudah tidak ada, tapi kami masih melihat perilakunya. Seharusnya kamu tidak perlu seperti itu, Flo. Kamu menjadi dirimu sendiri saja itu lebih baik. Walau kakak-kakakmu sering kesal dengan tingkahmu, tapi Mama dan Papa terhibur melihatnya."
"Asal Mama tahu, aku sama sekali tidak memaksa diriku untuk seperti Kak Fiona. Tidak tahu kenapa, aku juga heran, saat melihat Kia dan Azka terus menangis hatiku tersentuh. Saat itulah aku merasa, bahwa aku sebagai Tante mereka sudah seharusnya memberikan kasih sayang terhadap mereka hingga akhirnya aku benar-benar jatuh cinta pada dua anak manis itu." Ujar Flora.
Mama Zana tersenyum, "Ya sudah, sekarang kamu tidur. Ingat besok kamu harus ke rumah sakit menjalani terapi pertama." Ujarnya memperingati.
"Iya, Ma."
Semangat kak ..../Good/